Suara.com - Sebuah video klip yang dinyanyikan oleh Ahmad Dhani, Nowela, Husein, dan Virza untuk mendukung kampanye Prabowo Subianto menyebabkan kemarahan publik yang kuat karena terdapat embel-embel Nazi.
Dalam video tersebut, mengadaptasi lagu klasik milik Queen, We Will Rock You, Ahmad Dhani menari-nari dengan seragam fasis memegang Garuda emas, burung mitos melambangkan negara Indonesia, terlihat tidak nyaman seperti elang lambang kekaisaran Jerman saat Nazi berkuasa.
Pembuat film Daniel Ziv yang berada di Bali menjelaskan video tersebut membawa "citra skinhead Nazi politik Indonesia."
Itu menjadi gambaran yang tepat. Salah satu majalah terkemuka di Jerman, Der Spiegel mengatakan bahwa kostum militer Dhani menakutkan mirip dengan seragam yang dikenakan komandan tentara SS Heinrich Himmler.
"Dhani memakai lambang yang sama pada kerah dan lapisan di saku dada yang sama," ulas Del Spiegel membandingkan foto Dhani dan Heinrich.
Begitu juga Brian May, gitaris Queen, menambah keruh kontroversi saat bilang gubahan lagu We Will Rock You tidak meminta izin kepada Queen.
Meskipun banjir kritik, termasuk dari sesama musisi Indonesia, Dhani, yang juga berdarah Yahudi, tidak bertobat.
"Apa hubungannya tentara Jerman dan Indonesia?" jawaban Dhani itu membingungkan bagi media di Indonesia pada Rabu (25/6/2014).
"Apa hubungannya tentara Jerman dan musisi Indonesia? Kami, rakyat Indonesia tidak membunuh jutaan orang Yahudi, kan? tanya Dhani seperti diulas TIME.
Menjelang pemilu 9 Juli, kampanye semakin panas, kedua pendukung (pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla) memanfaatkan media sosial untuk menarik kaum muda.
Video klip Dhani untuk Prabowo dirilis tak lama setelah musisi Oppie Andaresta dan band rock Slank, yang mendukung Joko Widodo, dengan lagu ciptaan mereka berjudul Salam Dua Jari.
Prabowo mengucapkan terima kasih kepada Dhani dan penyanyi lain yang telah berkontribusi, dan mengatakan "Video ini meningkatkan semangat juang kami" melalui laman Facebook.
Wartawan Amerika, Allan Nairn mengunggah hasil wawancara dengan Prabowo tahun 2001 yang mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan "Rezim otoriter yang jinak". Mantan jenderal Kopassus itu kagum terhadap Pervez Musharraf yang berkuasa di Pakistan, dan mengatakan, "Apakah saya punya nyali, apakah saya siap dipanggil seorang diktator fasis? Musharraf punya keberanian."