Suara.com - Ketua Satgas Perlindungan Anak (PA), M Ihsan, dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hadir sebagai saksi di persidangan kasus kecelakaan maut yang menewaskan 7 orang dengan terdakwa AQJ. Dalam kesaksiannya dia menjelaskan bagaimana anak ketika bersentuhan dengan masalah hukum.
"Seperti misalnya, proses hukum apa yang dilakukan terhadap anak. Di sini ada Undang-Undang No 3 Tahun 1997, Undang-Undang No 23 Tahun 2002, dan Undang-Undang No 11 Tahun 2012," kata Ihsan ditemui usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (28/4/2014).
Dari semua regulasi yang ada, kata Ihsan, penyeselesaian kasus mengutamakan perlindungan terhadap anak itu sendiri. "Ada ketentuan hukum yang menegaskan menarik keluar kasus anak. Ya, ancamannya di bawah hukum," ujarnya.
Untuk itu, Ihsan yakin AQJ masih bisa ditarik keluar dari proses hukum pidana meskipun penerapan diversi atau perdamaian ada di UU no 11 tahun 2012. UU tersebut sudah disahkan DPR tapi belum diberlakukan.
"Sebetulnya dengan Undang-Undang lama tetap bisa dilakukan diversi. Hakim hanya meminta pendapat ahli untuk menjadikan dasar putusan," ucap Ihsan.
"Jadi sepertinya tidak (dipenjara). Karena ada diversi itu. Paling tidak, nanti dikembalikan ke orangtua," katanya lagi.
AQJ sendiri didakwa pasal 310 Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan No. 2 tahun 2009 dengan ancaman enam tahun penjara. Mengingat usia AQJ masih 13 tahun, dia hanya diancaman separuh hukuman, yakni tiga tahun penjara.