BRI Dukung Penuh PP 47/2024, Cek Daftar UMKM yang Utangnya Bisa Dihapus

BRI Dukung Penuh PP 47/2024, Cek Daftar UMKM yang Utangnya Bisa Dihapus


Suara.com - Penghapusan utang UMKM melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 mengenai Penghapusan Piutang Macet untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) jadi salah satu isu paling ramai diperbincangkan saat ini.

Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), Sunarso menekankan pentingnya sosialisasi agar masyarakat memahami ketentuan yang berlaku.

Namun, moral hazard juga bisa muncul dari pihak bank itu sendiri. Untuk mencegah hal ini, Sunarso menyarankan pembentukan tim oleh pemerintah untuk memverifikasi data sebelum bank melakukan penghapusan tagihan kredit macet UMKM.

“Bank seharusnya memberikan data secara akurat dan diverifikasi sesuai ketentuan agar proses penghapusan berjalan transparan,” ujarnya.

Sebagai Ketua Umum Himbara, Sunarso menegaskan dukungan penuh terhadap PP 47/2024. Ia menyebut bahwa bank-bank BUMN telah mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan penghapusan utang macet bagi UMKM sesuai dengan amanat UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

BRI merupakan bank dengan portofolio kredit segmen UMKM terbesar di Indonesia dan menargetkan porsi kredit UMKM mencapai 85 persen pada tahun 2025. Hingga akhir triwulan III 2024, BRI telah menyalurkan total kredit sebesar Rp1.353,36 triliun, dengan 81,70 persen atau sekitar Rp1.105,70 triliun dialokasikan untuk segmen UMKM.

Rasio Non-Performing Loan (NPL) BRI tercatat membaik dari 3,07 persen pada triwulan III 2023 menjadi 2,90 persen pada triwulan III 2024. Penurunan jumlah debitur yang mengalami penurunan kualitas pembayaran juga terlihat signifikan. Secara kuartalan, jumlah kredit yang mengalami downgrade menjadi "kurang lancar" dan "macet" berkurang sekitar Rp750 miliar.

Masalah kredit macet pada sektor UMKM telah menjadi perhatian serius pemerintah. Berdasarkan data kolektibilitas pada bank-bank Himbara per 31 Desember 2022, terdapat 912.259 debitur dalam kategori kolektibilitas 2 (dalam perhatian) dan sebanyak 246.324 debitur masuk dalam kolektibilitas 5 (macet).

Secara umum kualitas kredit UMKM masih terjaga dengan rasio NPL di bawah ambang batas 5 persen. Namun menurut data OJK, rasio NPL untuk segmen UMKM meningkat sebesar 34 basis poin dari 3,70 persen pada Juni 2023 menjadi 4,04 persen pada bulan yang sama tahun berikutnya. Sementara sebelum pandemi COVID-19 pada Juni 2019 rasio NPL berada di angka 3,71 persen.

Dengan adanya PP 47/2024 ini, pelaku UMKM yang terjebak dalam piutang macet—terutama untuk program pemerintah yang telah berakhir—dapat merasa lebih lega dan berharap untuk melanjutkan usaha mereka tanpa beban utang yang mengganggu.

Sebagai informasi, tidak semua UMKM memenuhi syarat untuk penghapusan utang. Hanya tiga kategori usaha yang dapat memanfaatkan kebijakan ini, yaitu pertanian, perkebunan, dan peternakan; perikanan dan kelautan; serta UMKM lainnya seperti fashion, kuliner, dan industri kreatif.

Kredit yang dapat dihapus tagih memiliki batas maksimum nilai pokok piutang macet sebesar Rp500 juta per debitur. Selain itu, kredit tersebut harus sudah dihapusbukukan selama minimal lima tahun saat PP ini mulai berlaku. Kredit yang memenuhi syarat juga tidak boleh dijamin dengan asuransi atau penjaminan kredit dan harus memiliki agunan yang tidak bisa dijual atau sudah terjual tetapi tidak cukup untuk melunasi pinjaman.

Bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) juga tidak bisa sembarangan melakukan penghapusan utang karena dikhawatirkan akan merugikan negara. Oleh karena itu, PP 47/2024 memberikan kepastian hukum bahwa penghapusan piutang macet UMKM tidak akan dianggap sebagai kerugian negara.

Kredit macet yang dapat dihapus juga telah diatur dalam PP 47/2024. Kebijakan ini mencakup kredit UMKM yang merupakan bagian dari program pemerintah dengan sumber dana dari bank atau lembaga keuangan nonbank BUMN yang sudah selesai programnya.

Selain itu, kredit UMKM yang disalurkan oleh bank atau lembaga keuangan nonbank BUMN serta kredit yang disebabkan oleh bencana alam juga termasuk dalam kategori ini.

Kredit dari program pemerintah yang dapat dihapus tagih antara lain Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan Kredit Investasi Kecil (KIK). Namun, Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak termasuk dalam penghapusan ini karena program tersebut masih aktif.