Dirut BRI Tanggapi Permintaan Menteri BUMN: Kita Siapkan Skenario Hadapi Kondisi Geopolitik Global
Suara.com - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), Sunarso, menegaskan bahwa BRI akan mengimplementasikan langkah-langkah yang ketat dalam rencana aksi korporasi ke depan.
Sunarso menyatakan bahwa BRI akan bertindak secara hati-hati dan terencana untuk menjaga porsi kredit yang terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar rupiah, suku bunga, dan harga minyak secara seimbang dan proporsional.
"Tentu seperti arahan Pak Menteri, kita akan melaksanakan stress test dan juga mempersiapkan berbagai skenario terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada perekonomian tanah air karena dinamika kondisi ekonomi dan geopolitik global," kata Sunarso, pada Jumat (19/4/2024).
Hal ini ia sampaikan menanggapi usai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta BUMN untuk mengantisipasi dampak dari gejolak ekonomi dan geopolitik dunia.
Erick mencontohkan inflasi Amerika Serikat (AS) sebesar 3,5 persen membuat langkah the Fed menurunkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
"Situasi geopolitik juga semakin bergejolak dengan memanasnya konflik Israel dan Iran beberapa hari yang lalu," ujar Erick dalam keterangan tertulis.
Erick menyatakan bahwa situasi ini telah menyebabkan penguatan dolar AS terhadap rupiah, serta kenaikan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent yang masing-masing telah mencapai 85,7 dolar AS dan 90,5 dolar AS per barel.
Menurutnya, harga minyak tersebut bahkan dapat mencapai 100 dolar AS per barel jika konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat.
Erick menjelaskan bahwa dua faktor tersebut telah melemahkan rupiah menjadi kisaran Rp16.000-Rp16.300 per dolar AS dalam beberapa hari terakhir. Bahkan, nilai tukar tersebut dapat melampaui Rp16.500 jika tensi geopolitik tidak mereda.
Dia juga mengatakan bahwa situasi ekonomi dan geopolitik tersebut telah dan akan berdampak pada Indonesia melalui aliran keluar modal asing yang akan menyebabkan pelemahan rupiah dan kenaikan imbal hasil obligasi. Selain itu, biaya impor bahan baku dan pangan juga semakin meningkat karena gangguan dalam rantai pasok.
Oleh karena itu, Erick meminta BUMN untuk segera mengambil langkah-langkah dalam meminimalisir dampak global dengan meninjau kembali biaya operasional, belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, serta rencana aksi korporasi. Dia juga menyarankan agar BUMN melakukan uji stres untuk melihat kondisi mereka dalam situasi saat ini.
Erick juga mengingatkan BUMN perbankan untuk menjaga proporsional porsi kredit yang terkena dampak dari fluktuasi nilai tukar rupiah, suku bunga, dan harga minyak. Dia menekankan pentingnya BUMN yang terpengaruh oleh impor bahan baku dan memiliki utang dalam dolar AS, seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, dan MIND ID, untuk mengoptimalkan pembelian dolar AS dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
"Serta melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat," kata Erick pula.
Selain itu, kata Erick, BUMN yang berorientasi pasar ekspor seperti Pertambangan MIND ID, perkebunan PTPN bisa memanfaatkan tren kenaikan harga ini untuk memitigasi tergerusnya neraca perdagangan. Erick mengatakan BUMN yang memiliki utang luar negeri atau berencana menerbitkan instrumen dalam dolar AS agar mengkaji opsi hedging untuk meminimalisasi dampak fluktuasi kurs.
"Seluruh BUMN diharapkan dapat waspada dan awas dengan memantau situasi saat ini, mengingat kemungkinan terjadi kenaikan tingkat suku bunga dalam waktu dekat," kata Erick.