Latihan Ekstrem Pemain Korut Lawan Timnas U-17: Tempaan Fisik Brutal dan Cuci Otak?

Timnas Indonesia U-17 akan menghadapi Korea Utara (Korut) di babak perempat final Piala Asia U-17 2025. Korut dikenal sebagai tim yang andalkan kekuatan fisik.
Suara.com - Timnas Indonesia U-17 akan menghadapi Korea Utara (Korut) di babak perempat final Piala Asia U-17 2025.
Pertandingan Timnas Indoneia U-17 vs Korut akan berlangsung di King Abdulalh Sports City, Jeddah, Senin 14 April 2025.
Korut U-17 lolos ke fase knock out setelah menjadi runner up grup D di bawah Tajikistan.
Penampilan anak asuh O Thae Song itu di Arab Saudi menuai pujian banyak pihak. Salah satu keunggulan mereka ialah fisik.
Baca Juga: Timnas U-17 Dibantai 6 Gol, Warganet Uzbekistan: Kalian Melawan Korea Utara U-23 Hari Ini!
Salah satu media Korsel, Nate.com bahkan menuliskan kemampuan fisik pemain Korut U-17 bukan seperti pemain seusianya.
"Korut memiliki kondisi fisik dan penampilan yang membuat orang sulit percaya bahwa mereka adalah pemain di bawah 17 tahun," ulas media Korsel tersebut.
Soal tempaan fisik pemain Korut juga diakui oleh pemain senior Korut, Kwang Song.

Menurut eks pemain Juventus U-23 itu, pemain Korut siap berlari tanpa henti sepanjang pertandingan untuk menekan lawan.
"Kami akan berlari hingga menit akhir jika itu yang diperlukan untuk kami bisa meraih kemenangan," ucapnnya seperti dilansir dari laman resmi AFC.
Baca Juga: Tim Piala Dunia U-17 2025: Usia Pemain Zambia Diragukan Warganet: Ini Mah U-37
Mengandalkan kekuatan fisik jadi ciri sepak bola Korut. Menariknya menurut dosen senior Kebijakan Olahraga dari Universitas Edinburg, Dr Jung Woo Lee, Korut punya cara beda untuk menempa para pemainnya.
Menurut Jung Woo Lee kepada DW, olahraga internasional termasuk sepak bola dipandang pemerintah Korut sebagai cara untuk tunjukkan kedaulatan dan eksistensi.
"Olahraga internasional adalah salah satu cara untuk menunjukkan kedaulatan, eksistensi dan identitas mereka kepada komunitas internasional,"
"Bagi mereka, menjadi kesempatan sangat penting untuk mengibarkan bendera mereka di pertandingan internasional di depan khalayak," ujarnya.
"Di saat yang sama, di dalam negeri, rezim Korut sering gunakan olahraga sebagai alat propaganda untuk mengagungan para pemimpin mereka dan juga betapa hebatnya negara mereka," papar Jung Woo Lee.
Lebih lanjut, Jung Woo Lee membocorkan jika sepak bola di kelompok umur negara-negara lain ditujukan untuk bersenang-senang, hal itu tak terjadi di Pyongyang.
"Di Korea Utara, jika Anda berusia 13-14 tahun, mereka mengikuti pelatihan yang sangat displin, sangat sistematis, dan sangat profesional," jelasnya.
Bahkan khusus untuk tim sepak bola wanita, Korut mendirikan Sepak Bola Internasional Pyongyang yang menjadi kawah candradimuka gadis-gadis Korut untuk jadi pemain profesional.
Faktanya, tim sepak bola wanita Korea Utara jadi salah satu kekuatan di dunia. Berbeda memang dengan tim putra mereka.
Terlepas dari perbedaan prestasi itu, masih menurut Jung Woo Lee. Tempaan fisik ekstrem biasa dihadapi oleh pemain-pemain muda Korut.
"Saya melihat beberapa laporan tentang metode pelatihan di Korut. Di bawah rezim ini, mereka melakukan apa pun yang bisa dilakukan, bahkan jika si pemain kelelahan fisik,"
![Bau Konspirasi Timnas Indonesia U-17 vs Korut, Media Korsel: 'Perang Nuklir' Batal [Tangkap layar Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/12/23909-korea-utara.jpg)
"Mereka akan menganalisis secara mentalitas dan dibandingkan dengan negara-negara Barat. Jika di negara Barat, pemain yang kelelahan fisik atau cedera tidak bisa tampil, dalam sistem Korut mereka akan mencari cara apapun dan mengubahnya," jelasnya.
Salah satu cara yang dilakukan ialah melakukan propaganda dengan mengandalkan elemen psikologis.
Para pemain ditumbukan rasa patriotisme yang kuat dan kerja keras selama bertahun-tahun. Menariknya, pemerintah Korut kemudian mengeluarkan kebijakan insentif untuk pemain.
Menurut laporan DW, rezim Korut dapat mengeluarkan sertifikat tempat tinggal bagi pemain yang bertempat tinggal di luar ibu kota.
Insentif itu bisa membuat si pemain dan keluarganya untuk tinggal di Pyongyang dan mengubah kehidupan mereka.
"Itu seperti cara untuk mengubah hidup mereka. Ini seperti cara untuk memenangkan lotere," ujar Jung Woo Lee.
Salah satu mantan pemain pesepak bola Korea Utara memberikan pengalamannya bermain di sana.
David--begitu nama samarannya kepada NK News menjelaskan beratnya jadi pesepak bola muda di Korut.
"Di pagi hari, kami pergi ke sekolah untuk mengikuti kelas. Sore hari, siswa lain bekerja atua mengambil kelas tambahan. Untuk pesepak bola kami latihan keras,"
"Ketika saya menjadi siswa SMA, saya mulai menjalani hidup sebagai pemain sepak bola sepenuhnya. Saya pindah ke klub profesional yang disebut Sekolah Olaraga Pemuda,"
Untuk jadi pemain sepak bola, sejumlah pemain muda harus menerima nasib bahwa mereka tidak didukung fasilitas memadai.
"Di antara masalah lainnya, saya menghadapi banyak tekanan. Selain itu, sepatu saya dan kaus kaki sering berlubang," ujarnya.
Menariknya, tim nasional Korut sebenarnya dalam tiga tahun terakhir tidak mempunya jam terbang. Hal ini lantaran mereka absen di kompetisi internasional.
Menurut ulasan sejumlah media di Korsel, Korut meski tidak berkompetisi internasional selama 3 tahun terakhir masih berstatus tim yang kuat.
Korea Utara punya catatan apik dalam sejarah ajang Piala Asia U-17. Siapa sangka, mereka ternyata pernah meraih juara Piala Asia U-17 sebanyak dua kali.