Tak sendirian, Kluivert membawa tiga nama kompatriotnya untuk mendukung strategi tim: Alex Pastoor, Denny Landzaat, dan Gerald Vanenburg, yang semuanya menjabat sebagai asisten pelatih.
Selain itu, sejumlah tenaga ahli asal Belanda juga ikut memperkuat struktur kepelatihan Garuda.
Di antaranya Quentin Jakoba sebagai pelatih kebugaran, Leo Echteld yang menangani rehabilitasi cedera, serta Chesley ten Oever, seorang spesialis terapi manual.
Lalu ada Jordy Kluitenberg sebagai analis video, Bram Verbruggen di posisi arsitek pengembangan tim, Regi Blinker sebagai mentor berpengalaman Eropa, dan Sjoerd Woudenberg sebagai pelatih kiper.
Langkah PSSI yang tampak seperti "membelandakan" Timnas Indonesia ini mengundang reaksi beragam, termasuk komentar sinis dari publik Belanda. Beberapa warganet menyindir keputusan tersebut lewat media lokal NU.nl.
“Biarkan mereka menikmati makanan khas Indonesia yang lezat dan keindahan pantainya. Mereka memang ahli dalam hal itu, tapi tidak dalam sepak bola,” tulis seorang netizen dengan nada sarkastik, menanggapi penunjukan Vanenburg sebagai asisten pelatih.
Komentar lain menyebut, “Bagus untuk Gerald, bahkan bagus jika semua orang Belanda pergi ke sana. Tapi apakah orang Indonesia menyetujui ini semua?”
Tak sedikit juga yang mempertanyakan identitas Timnas Indonesia. “Ini tim Indonesia? Tidak, ini hanya tim Belanda yang dibayar oleh Indonesia karena mereka tidak bisa bermain sepak bola. Mereka lebih unggul di bulutangkis,” sindir akun lainnya.
Namun, tak semua komentar dari Belanda bersifat negatif. Ada juga yang menilai fenomena ini sebagai hal yang wajar dalam dunia sepak bola modern.
Baca Juga: Siapa Mitchell te Vrede? Pemain Keturunan yang Klaim Ditawari Segepok Uang dari Indonesia
Seorang netizen mencontohkan, “Nathan Aké adalah campuran Belanda dan Pantai Gading, dan tinggal di Inggris sejak usia 13 tahun. Frimpong bahkan hampir tak bisa berbahasa Belanda. Jumlah pemain Belanda di Timnas Maroko pun banyak.”