Suara.com - Timnas Indonesia akan menghadapi China dalam lanjutan grup C babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Laga Timnas Indonesia vs China akan berlangsung pada 5 Juni mendatang dan direncanakan berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
China saat ini berada di dasar klasemen grup C dengan mengemas 6 poin, selisih 3 poin dari Timnas Indonesia yang berada di peringkat keempat.
Di atas kertas, anak asuh Patrick Kluivert berpeluang besar untuk bisa meraih kemenangan atas China di kandang sendiri.
Kemenangan atas China akan membuka jalan bagi skuat Garuda untuk lolos ke babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Jay Idzes dkk memiliki kans besar untuk bisa meraih poin maksimal atas China. Meski kalah di pertemuan pertama, kemenangan atas Bahrain beberapa hari lalu menyuntikkan semangat untuk bisa kembali mengulang cerita sama di GBK saat bertemu China.

China sendiri dalam kondisi gamang. Salah satu media Korsel, chosun.com mengulas bagaimana perkembangan sepak bola China seperti berjalan di tempat, tidak ada kemajuan.
Bahkan jelang pertandingan melawan Timnas Indonesia, media China, Sohu menuliskan bahwa laga itu bak pertarungan hidup dan mati sepak bola China.
Namun sebelum laga dimulai lawan Timnas Indonesia, media lokal China justru melihat skuat Team Dragons--julukan China seolah sudah menyerah dengan kondisinya saat ini.
Saat kalah 0-2 dari Australia, media China menuliskan,"Cara mereka lamban sehingga Anda tidak tahu apa masalah tim ini,"
Baca Juga: Piala Asia U-17: 3 Pemain Timnas Indonesia yang Diprediksi akan Tampil Gemilang
China tidak pernah lolos ke putaran final Piala Dunia lebih dari 20 tahunu lalu sejak Piala Dunia 2022. Ulasan dari media Korsel menyebut salah satu pangkal masalah sepak bola China ialah pemerintah yang terlalu ikut campur.
Pemerintah China pada 2015 mengumumkan blueprint dengan judul Rencana Komprehensif 50 poin untuk Reformasi Sepak Bola'. Cetak biru ini dibuat oleh Presiden China, Xi Jinping.
Xi Jinping yang fanatik dengan sepak bola sempat mengeluarkan instruksi 'pengembangan 2000 Lionel Messi', sebuah program untuk pemain muda China.
Tidak itu saja, pemerintah China juga menjalankan program untuk 50.000 sekolah dasar dan menenangah dengan karakteristik sepak bola. Program ini ditargetkan rampung pada 2025.

Namun semua program tersebut belum berdampak pada sepak bola dan perkembangan tim nasional mereka. Analisis lokal hanya mengatakan, "Hanya masalah waktu sebelum sepak bola China bangkit,"
10 tahun program itu digulirkan, prestasi tim nasional China tidak pernah lebih baik tiap tahunnya. Dari tersingkir di babak perempat final Piala Asia hingga kegagalan lainnya.
Salah satu media Inggris, BBC sempat mengulas bahwa apa yang dilakukan pemerintah China kepada sepak bola harus dihentikan.
"Pemerintah China dapat melakukan apapun yang diinginkan, dari mobil listrik, kecerdasan buatan, tetapi sepak bola satu pengecualian," tulis BBC.
Sejumlah analisis luar menegaskan bahwa pemerintah China terlalu mengintervensi, hal ini pangkal masalah sepak bola China.
Ketum PSSI-nya China, CFA, ialah Song Cai yang juga sekretaris partai Komunis China. Dia melaporkan semua urusan sepak bola kepada Administrasi Umum Olahraga dan bisa mengambil kebijaan dengan persetujuan badan ini.
"Artinya pemilihan pemain timnas, penyelenggaraan liga profesional, dan sebagainya semuanya dilakukan sesuai selera petinggi partai Komunis China," ulas chosun.
Faktanya data terbaru memperlihatkan turunnya ketertarikan kaum muda China pada sepak bola. Hanya terdapat 100 ribu pesepak bola yang terdaftar resmi di China.
Angka ini kurang dari sepersepuluh dari 1,3 juta penduduk Inggris. Tentu saja jumlah pesepka bola yang terdaftar secara resmi hanya 20 ribu sangat menyedihkan bagi China yang memiliki jumlah populasi 20 kali lebih besar.
"Sepak bola seharusnya dimulai dari akar rumpur, di mana orang-orang menendang bola di desa-desa, tetapi di China justru sebaliknya," kata jurnalis Mark Drier yang lama tinggal di China.
Selain ikut campur pemerintahan, sepak bola China dianggap tak berkembang juga disebabkan karena masalah korupsi.
Eks pelatih China, Li Tie sempat mengatakan bahwa ia memberikan suap sebesar 3 juta Yuan untuk bisa menjadi pelatih tim nasional.
Akibat pengakuannya itu, Li Tie yang sempat bermain di Everton harus mendekam di penjara selama 20 tahun. Salah seorang pemain China juga mengakui praktek suap ada di pemilihan pemain tim nasional China.
"Pemilihan untuk tim nasional pada dasarnya 'penawaran terbuka', saya tidak dapat memainkan pertandingan level A jika saya tidak punya uang," ujar si pemain.
Masalah pelik yang dihadapi sepak bola China dalam beberapa tahun ke belakang seharusnya bisa dimanfaatkan dengan maksimal oleh pemain Timnas Indonesia di Stadion GBK pada 5 Juni mendatang.