Suara.com - Legenda Ajax Amsterdam, Simon Tahamata, dirumorkan akan menjadi Direktur Teknik Timnas Indonesia. Akan tetapi, ia punya jejak hitam yang berkaitan dengan politik di Bumi Pertiwi.
Rumor Simon Tahamata menjadi Direktur Teknik baru Timnas Indonesia itu beredar luas setelah dirinya kedapatan mengikuti akun Instagram Ketua Umum PSSI, Erick Thohir.
Karena mengikuti akun Instagram Erick Thohir, pria berusia 68 tahun itu pun santer menjadi perbincangan pecinta sepak bola Tanah Air.
Dengan koneksi Belanda di tim kepelatihan Timnas Indonesia saat ini, banyak yang meyakini jika Simon Tahamata akan menjabat posisi strategis di skuad Garuda itu.
Baca Juga: Manajer Timnas Indonesia: Patrick Kluivert yang Minta Ole Romeny
Apalagi dirinya punya pengalaman mumpuni karena pernah menjadi pelatih tim muda di Standard Liege, Ajax Amsterdam, hingga Al-Ahli.
Sayangnya, kiprah cemerlang Simon Tahamata di lapangan hijau, baik sebagai pemain dan pelatih, ternyata tak berbanding lurus dengan rekam jejaknya di luar lapangan.
Diketahui, Simon Tahamata salah satu legenda sepak bola Belanda keturunan Indonesia yang bersimpatik dengan gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).
Dalam beberapa wawancaranya dengan media Belanda, pemain keturunan Maluku ini kerap memperjuangkan kemerdekaan tanah leluhurnya itu.
Salah satunya saat diwawancarai oleh media Belanda, Algemeen Dagblad (AD), di mana Simon Tahamata menyebut perjuangan gerakan RMS masih akan terus berlanjut.
Baca Juga: Berat! Pundak Ole Romeny Bawa Harapan Beban Loloskan Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2025
“Hanya Dia (Tuhan) yang tahu kapan mimpi kami, RMS, menjadi kenyataan,” kata Simon Tahamata kepada Algemeen Dagblad (AD) pada 2017 silam.
“Ketika orang berkata: Simon, berhenti bermimpi, itu harapan palsu’, saya mengangkat bahu. Kami berjuang untuk sesuatu dan kami akan terus melakukannya,” lanjutnya.
(https://www.ad.nl/binnenland/simon-tahamata-zoveel-onwetendheid-over-de-molukse-zaak~a694a7a5/)
Simon Tahamata sendiri mendukung gerakan RMS karena semasa kecil, dirinya merasakan hidup di pengasingan bersama masyrakat Maluku lainnya yang berada di Belanda.
Eks pemain Feyenoord ini harus tinggal di Belanda dalam pengasingan karena sang ayah dulunya adalah prajurit KNIL atau prajurit Kerajaan Hindia Belanda di Indonesia.
Saat ayah dan ibunya pindah ke Belanda, Simon Tahamata mengaku bahwa keluarganya selalu memikirkan Maluku Selatan kendati sudah hijrah ke Negeri Kincir Angin.
“Ayah saya Lambert adalah seorang prajurit Knil. Pria yang sangat ketat. Ibu saya adalah wanita yang sangat manis. Kekuatan pendorong keluarga. Kami adalah 12 anak di rumah,” kata Simon Tahamata.
“Perang di Hindia Belanda, penyebab rakyat Maluku, tidak banyak dibicarakan. Orang tua saya sibuk membangun kehidupan baru di Belanda. Tetapi pikiran mereka mereka berada di Maluku Selatan,” imbuhnya.
Terlepas dari pandangannya terhadap gerakan RMS yang menjadi gerakan separatis di Indonesia ini, Simon Tahamata punya karier cemerlang di lapangan hijau.
Usai menimba ilmu di akademi Ajax Amsterdam, pria yang dulunya berposisi sebagai winger ini mampu menembus tim utama.
Setelahnya ia sempat bermain di Feyenoord dan juga berkarier di Belgia bersama Standard Liege, Beerschot, hingga Germinal Ekeren.
Tak hanya moncer di level klub, Simon Tahamata bahkan berhasil menembus Timnas Belanda dan berhasil mengoleksi 22 caps dengan sumbangan 2 gol.
(Felix Indra Jaya)