Simon Tahamata, Calon Dirtek PSSI: Tak Mau Munafik, Saya Paham...

Arief Apriadi Suara.Com
Rabu, 05 Februari 2025 | 12:02 WIB
Simon Tahamata, Calon Dirtek PSSI: Tak Mau Munafik, Saya Paham...
Legenda Ajax Amsterdam dan Timnas Belanda berdarah Maluku, Simon Tahamata. [Dok/IG Simon Tahamata]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Legenda Ajax Amsterdam dan Timnas Belanda berdarah Maluku, Simon Tahamata dirumorkan akan menjadi Direktur Teknik (Dirtek) PSSI. Namun, di balik reputasinya yang gemilang di sepak bola, sang maestro punya cerita kelam.

Tahamata menjadi bagian dari sejarah kelam yang terkait dengan hubungan antara komunitas Maluku Selatan dan pemerintah Belanda, negara yang membesarkan namanya.

Simon Tahamata memulai karier profesionalnya di Ajax Amsterdam pada era 1970-an. Namun, di tengah kesuksesannya, komunitas Maluku di Belanda justru dilanda gejolak.

Menyitat media Belanda Vanderleymedia, sekelompok pemuda Maluku menduduki Kedutaan Besar Indonesia di Wassenaar, yang mengakibatkan satu korban jiwa pada tahun 1970.

Beberapa tahun kemudian, pada 1975, terjadi pembajakan kereta api di Wijster yang menewaskan tiga orang. Pada 1977, insiden serupa terjadi di De Punt, di mana dua sandera dan enam pembajak tewas setelah pasukan Belanda menyerbu kereta.

Meskipun ada juga aksi pembajakan yang berakhir tanpa korban jiwa, seperti penyanderaan sekelompok anak sekolah di Bovensmilde, aksi-aksi ini menciptakan ketegangan sosial yang mendalam antara masyarakat Belanda dan komunitas Maluku Selatan.

Di balik sosoknya yang tenang, Tahamata mengaku memahami tindakan yang dilakukan oleh rekan-rekannya dari Maluku Selatan itu.

Lebih dari empat dekade kemudian, ia berbicara dengan jujur di sela-sela wawancara di De Toekomst, pusat pelatihan Ajax.

"Tentu saja, aksi-aksi itu tidak terjadi begitu saja. Ini berkaitan erat dengan perlakuan pemerintah Belanda terhadap ayah-ayah kami," kata Simon Tahamata.

Baca Juga: Ordal PSSI Blak-blakan, Peras Keringat Lebih Rayu Ole Romeny

"Mereka berjuang untuk bendera Belanda, banyak yang gugur. Namun, pada akhirnya, pemerintah Belanda justru meninggalkan kami."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI