"Pada tahun 1975, tiga orang tewas di dekat Wijster. Pada tahun 1977, dua sandera dan enam pembajak tewas di dekat De Punt setelah tentara menyerbunya."
"Penyanderaan sekelompok anak sekolah di Bovensmilde berakhir tanpa pertumpahan darah. Kekerasan itu menyebabkan ketegangan sosial yang besar antara Belanda dan orang-orang Maluku."
Simon Tahamata mengaku paham bahwa tindakan yang dilakukan orang-orang Maluku tidak datang tanpa sebab, melainkan buah dari perlakuan tidak baik negara Belanda terhadap orang-orang Maluku.
"Itu semua ada hubungannya dengan cara pemerintah Belanda memperlakukan ayah kami," kata Tahamata.
Menurutnya, orang-orang Maluku di Belanda merasa kecewa karena saat jaman penjajahan Hindia Belanda, mereka membela Negeri Kincir Angin tetapi tidak diberikan perhatian saat masa-masa sulit.
"Orang-orang itu berjuang demi bendera Belanda, banyak yang mengorbankan nyawa mereka. Dan kemudian pemerintah Belanda meninggalkan kalian... Tidak ada yang peduli pada kami, tidak tahu tentang penderitaan kami."
"Apa yang dilakukan anak-anak itu di kereta itu adalah teriakan untuk mendapatkan perhatian. Untuk pengakuan. Dan sejujurnya, saya bisa saja menjadi salah satu pembajak [kereta itu]."
"Begitulah adanya, saya tidak ingin bersikap munafik tentang hal itu."
Baca Juga: Ole Romeny Masih Puasa Gol, Erick Thohir: Dia Dibutuhkan Patrick Kluivert