Suara.com - Penyerang Timnas Indonesia, Ragnar Oratmangoen, menceritakan kisah pilu yang dialami ayahnya, Philip Oratmangoen, saat berada di Belanda.
Kisah ini disampaikan oleh penyerang berusia 26 tahun tersebut saat diwawancarai media Belanda, De Stentor, beberapa tahun silam.
Dalam wawancaranya, Ragnar Oratmangoen menceritakan pengalaman getir yang dirasakan keluarganya, terutama sang ayah, yang berasal dari Maluku.
“Saya setengah Belanda, setengah Maluku,” buka penyerang yang kini membela klub kasta teratas Belgia, FCV Dender itu.
“Ayah saya lahir di sini, di kamp Nistelrode. Sambutan mereka di Belanda tidak menyenangkan, mereka mengalami tahun-tahun yang sulit,” lanjut Ragnar.
Sekadar informasi, kamp Nistelrode adalah sebuah pemukiman di Belanda yang menampung masyarakat Maluku saat hijrah ke negeri Kincir Angin pasca kemerdekaan.
Tahun-tahun sulit yang dirasakan ayah Ragnar di Belanda juga tak lepas dari hadirnya pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) di negeri Kincir Angin itu pada tahun 1970 an.
![Penyerang Timnas Indonesia, Ragnar Oratmangoen. [Dok. Instsagram@0ratmangoen]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/12/10/64845-penyerang-timnas-indonesia-ragnar-oratmangoen.jpg)
Salah satu pemberontakan yang terkenal adalah pembajakan kereta api di De Punt pada tahun 1977, yang kemudian difilmkan oleh sutradara bernama Hanro Smistman.
“Hal ini (kehidupan sulit sang ayah) semakin meningkat seiring dengan pembajakan, namun ceritanya lebih jauh dari film itu (De Punt),” beber Ragnar.
Baca Juga: Hiroki Kasahara, Wasit Timnas Indonesia vs Laos Bikin Shin Tae-yong Naik Darah!
Saat diwawancarai oleh media Belanda lainnya, Ragnar juga menceritakan kesulitan sang ayah lainnya selama berada di negeri Tulip itu.