Suara.com - Kompetisi BRI Liga 1 2024/2025 resmi bergulir sejak Jumat (9/8/2024) dengan laga Persib Bandung vs PSBS Biak sebagai partai pembuka.
Meski demikian, bursa transfer pemain masih dibuka oleh operator kompetisi yakni PT Liga Indonesia Baru hingga 13 Agustus lusa.
Seluruh klub masih memiliki kesempatan untuk menambah pemain baru atau bongkar-pasang jika kualitas amunisi saat ini belum memuaskan.
Namun, sorotan tajam tertuju pada dua rekrutan pemain asing yang terjadi jelang bergulirnya kompetisi kasta tertinggi.
Baca Juga: Prediksi Persebaya vs PSS Sleman di BRI Liga 1 2024/25: Susunan Pemain, Rekor Pertemuan, Skor
Akun Instagram @igball.idn bahkan menuliskan jika ada pemain asing baru musim ini yang diakali supaya lolos verifikasi
Pemain pertama adalah kiper anyar PSS Sleman, Alan Bernardon.
Kiper asal Brasil itu sebenarnya bermain untuk Cascavel-PR di Serie D Brasil. Dia tidak akan lolos verifikasi jika langsung bergabung dengan PSS Sleman.
Ahkirnya, Alan lebih dulu 'bergabung' dengan Botafoga-PB di Serie C Brasil selama dua minggu dan akhrinya berlanjut ke PSS Sleman.
Kondisi lebih 'parah' terjadi saat Persita Tangerang merekut penyerang asal Yunani, Marios Ogkmpoe.
Ogkmpoe sebelumnya bermain untuk Dibba Fujairah (Liga 2 Uni Emirat Arab). Jika langsung bergabung sengan Persita Tangerang dia tak lolos verifikasi.
Pemain berusia 29 tahun itu akhirnya 'dititipkan' ke Chalkanoras (Liga 2 Yunani) selama tiga hari yang akhirnya direkrut Persita.
Founder Football Institute, Budi Setiawan, mempertanyakan keputusan PSSI meloloskan verifikasi Alan Bernardon, yang sebelumnya tercatat sebagai pemain Botafogo (Serie C Brasil) namun tak pernah bermain.
Menurutnya, sesuai aturan PSSI, hanya pemain dari Serie A, B, dan C Brasil yang bisa bermain di Liga 1.
Budi menyebut ini sebagai kesalahan besar jika klub merekrut pemain yang sama sekali tak bermain tanpa rekam jejak jelas.
Ia juga menyoroti pelatih tanpa rekam jejak tangguh, mendesak PSSI dan Liga Indonesia untuk memastikan perekrutan pemain dan pelatih berkualitas, agar selaras dengan upaya meningkatkan kualitas pemain di Elite Pro Academy (EPA).
"Jika pemain dengan statistik seperti ini bisa bermain di Liga 1 lalu transfer knowledge apa yang mau diberikan kepada Liga 1? Bukankah lebih baik memberikan kesempatan kepada pemain lokal?," kata Budi Setiawan.