Suara.com - Bagi penggemar Inter Milan dan Brasil tentu tak asing dengan striker satu ini, Adriano Leite Ribero. Pemain berjuluk Kaisar itu sempat digadang-gadang bakal jadi penerus The Phenomenon Ronaldo Nazario.
Pasca pensiun dari sepak bola, kondisi kehidupan Adriano jadi perhatian publik. Lahir di Rio de Janeiro pada 19 Februari 1982, Andriano dianugrahi kaki kiri yang mematikan dan postur tubuh idela sebagai tukang gedor gawang lawan.
Tak diragukan, Andriano ialah penyerang terbaik di masanya. Tanya ke publik Argentina saat Copa America 2004. Adriano jadi algojo adu penalti yang hancurkan asa orang Argentina untuk meraih juara Copa America.
Skill Adriano muncul di Flamengo. Namanya kemudian terukir indah dalam Hall of Fame Stadion Maracana. Debut Adriano terjadi pada 2000. Namun penampilannya di Inter Milan yang menarik perhatian dunia.
Baca Juga: Penelitian: Hiu di Perairan Brasil Terdeteksi Mengandung Kokain
Kala itu, Inter merogoh kocek dalam-dalam untuk bisa mendapatkan jasa Adriano. Konon Inter mengeluarkan uang sebesar 13 juta euro.
Inter tak langsung mendapatkan hasil saat mendatangkan Adriano. Pemain Brasil itu malah dipinjamkan ke Fiorentina, lalu ke Parma. Baru pada 2004, era keemasaan Adriano di Stadion Giuseppe Meazza dimulai.
Di Inter, Adriano menyumbangkan dua Piala Italia, tiga Piala Super Italia dan dua scudetto di rentang 2004 hingga 2008.
Kehadiran Adriano dianggap paket komplet. Ia dianggap memiliki insting gol seperti Ronaldo Nazario, fisik seperti Zlatan Ibrahimovic dan kekuatan tembakan seperti Roberto Carlos.
Kariernya di Selecao pun banyak mengundang decak kagum publik sepak bola dunia. Sayangnya awam mendung datang ke karier Adriano.
Baca Juga: Rumor Mencuat! Thom Haye Akan Mendarat ke Klub Turki, Segera Susul Ronaldo Kwateh
Pasca menghancurkan harapan publik Argentina di Copa America 2004, Adriano kehilangan bagian dalam hidupnya. Sang ayah meninggal dunia.
"Saya melihatnya menangis, dia melempar telepon dan mulai berteriak bahwa hal itu tidak mungkin. Sejak kabar itu, dia tidak pernah sama lagi. Kami tidak berhasil mengeluarkannya dari kondisi depresi," begitu cerita mantan rekannya di Inter, Javier Zanetti kepada Tyc Sports.
Hal itu diakui oleh Adriano. Ia mengatakan saat kabar sang ayah meninggal dunia, semua menjadi gelap gulita. Adriano terjerembab ke alkohol.
"Aku benar-benar depresi, kawan! Saya banyak minum dan tidak pernah berlatih. Saya hanya ingin pulang," kata Adriano dalam suratnya kepada The Players Tribune.
Tak lama setelah pensiun sebagai pemain, muncul foto viral Adriano tinggal di salah satu favela paling berbahaya di Brasil.
Foto itu menjadi headline salah satu surat kabar Brasil dan membuat gempar sepak bola dunia. Adriano masuk ke dalam kelompok kriminal di Brasil, begitu kira-kira kesimpulan banyak orang.
Adriano tak berusaha membantah, malah makin banyak foto aktivitasnya dengan sejumlah orang yang dianggap kelompok gangster.
Malah pada 2020 sempat tersiar kabar hoax bahwa Adriano tewas dibunuh di Morro de Alemao, Rio de Janeiro. Kabarnya saat itu ia tewas akibat perang gangster.
"Saya masih hidup," begitu Adriano membantah kabar hoax itu di akun Instagram miliknya.
"Adriano tidak hilang di Favela, dia pulang. Saya adalah salah satu pesepak bola yang paling disalahpahami di planet ini," ungkap Adriano.
Menariknya, dalam beberapa tahun terakhir, Adriano terlibat dalam dua insiden lain yang menghebohkan.
Pertama, ia dan istrinya terpisah 24 hari karena Adriano tiba-tiba menghilang setelah menonton pertandingan Brasil vs Swiss di Piala Dunia 2022.
Insiden kedua, Adriano ketinggalan pesawat untuk menjadi host di laag final Liga Champions 2022/23 antara Manchsester City vs Inter. Usut punya usut, hal itu disebabkan ia pada malam sebelum keberangkatan malah mabuk-mabukan di sebuah bar di Barra de Tijuca dan Vila Isabel.