Suara.com - Piala Dunia 1966 berlangsung di negara yang mengklaim sebagai penemu sepak bola, Inggris. Pada kompetisi tahun itu tercipta sejarah saat Italia mendapat penghinaan terbesar di Piala Dunia.
Di panggung Piala Dunia 1966, Korea Utara, negara yang dimusuhi oleh tuan rumah dan tim-tima lain menciptakan sejarah dengan mengalahkan Italia, kampium Piala Dunia 1934 dan 1938.
Tepat pada tanggal ini, 19 Juli 58 tahun lalu, Italia dibuat tak berdaya saat melawan Korea Utara di Ayresome Park, Middlesbrough, Inggris.
Korea Utara tergabung bersama Italia, Uni Soviet dan Cile di grup 4 Piala Dunia 1966. Lolosnya Korut ke Inggris 1966 awalnya jadi perhatian publik seluruh dunia kala itu.
Baca Juga: Misi Back to Back Hancurkan Australia, Shin Tae-yong Enggan Sesumbar: Kami Tak Boleh Sombong
Sama seperti saat Israel yang lolos ke Piala Dunia U-17 2023 di Indonesia, kehadiran Korut di Inggris mendapat penolakan dari publik. Bedanya, Inggris tak mengalah dari tekanan politik.
Melansir dari laporan BBC, FIFA mendesak otoritas Inggris untuk tetap menerima Korea Utara sebagai peserta Piala Dunia 1966. FIFA tegas meminta agar Inggris tidak mengaitkan urusan politik dengan sepak bola.
Seperti diketahui, Inggris di Perang Korea 1950-1953 memihak pada Korea Selatan dan menolak mengakui Korea Utara. Kemenlu Inggris saat itu panik saat tahu Korea Utara menjadi wakil Asia yang lolos ke Piala Dunia 1966.
Setelah lobi-lobi dari pihak FIFA, otoritas Inggris akhirnya mengizinkan Korea Utara untuk tampil. Bahkan Inggris memperbolehkan pengibaran bendera Korea Utara sepanjang turnamen.
Untuk lagu kebangsaan, otoritas Inggris hanya memberikan izin diputar sebelum pertandingan. Korea Utara sendiri lolos ke Piala Dunia 1966 setelah mengalahkan Australia di babak playoff.
Baca Juga: 2 Tim yang Diprediksi STY Kuasai Grup C Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026
Korea Utara Singkirkan Italia
Skuat Korea Utara yang saat itu dilatih oleh Myung Rye-hyun datang ke Inggris dengan tekanan besar. Dari seluruh kontestan, hanya Uni Soviet yang 'merangkul' mereka.
Selama kompetisi itu, skuat Korut yang berjumlah 22 pemain harus mendapat tekanan besar bahkan dari suporter Inggris. Intimidasi dirasakan oleh Pak Doo-ik dkk.
Laporan dari The Telegraph menyebut bahwa supoter Inggris kerap melakukan intimidasi verbal terhadap pemain Korut. Namun mental mereka tak kendur.
Di partai pertama grup 4, Korut tak berdaya saat melawan Uni Soviet. Mereka menyerah dengan skor 0-3, lewat gol Eduard Malofeyev (2 gol) dan Anatoliy Banishevskiy.
Publik Inggris bersorak karena hasil itu membuat langkah Korut lolos dari fase grup menipis. Namun di laga kedua, harapan muncul bagi Korut.
Menghadapi Cile, Korut yang sempat tertinggal satu gol lewat penalti Ruben Marcos mampu menyamakan kedudukan di menit akhir lewat aksi Pak Seung-zin di menit ke-88.
Skor 1-1 membuat asa Korea Utara untuk lolos dari fase grup sedikit terbuka. Namun lawan terakhri mereka ialah Italia. Saat itu Azzurri dilatih oleh Edmondo Fabbri.
Sejumlah nama beken membela Italia, mulai dari Gianni Rivera, Sandro Salvadore hingga legenda Inter Milan, Sandro Mazzola.
Di atas kertas, Italia bukan lawan seimbang bagi Korut. Italia sendiri membutuhkan kemenangan di laga akhir setelah meraih kekalahan 0-1 dari Uni Soviet di laga kedua.
Pertandingan Italia vs Korut pun berlangsung pada 19 Juli 1966 di Ayresome Park. Dari catatan FIFA, laga ini ditonton oleh 17,829 dan dipimpin oleh wasit asal Prancis, Pierre Schwinte.
Laga dimulai dan Italia mencoba untuk menekan pertahanan Korut. Sayangnya Azzurri membuang dua peluang emas di awal babak pertama. Petaka bagi Italia dimulai saat kapten mereka, Giacomo Bulgarelli.
Legenda Bologna itu ditarik keluar akibat cedera. Lucunya, cedera itu justru didapat oleh Bulgarelli saat memcoba menekel Pak Seung-Jin.
Italia pun harus bermain dengan 10 orang karena saat itu peraturan Piala Dunia tidak memperbolehkan pergantian pemain.
Empat menit sebelum turun minum, Korut melancarkan serangan. Bola melewati garis pertahanan Italia. Pemain Italia berusaha membuang bola namun justru jatuh ke kaki Pak Do-Ik.
Pak Do-Ik yang ternyata berpangkat Kopral di militer Korut itu kemudian dengan tenang menahannya, lalu melepaskan sepakan kaki kanan yang tak bisa dihalau kiper Italia, Enrico Albertosi. 1-0 Korut memimpin.
Di babak kedua, Italia yang tak mau malu berusaha untuk terus menekan lini belakang Korut namun selalu gagal. Korut menerapkan permainan defensif yang membuat pemain Italia frustasi.
Kiper Korut Ri Chan Myong yang hanya memiliki tinggi 5 kaki 7 inci itu berjibaku menahan serangan Italia, termasuk peluang emas dari Rivera.
"Saya harus berjuang mati-matian. Saya tahu jika saya kebobola, reputasi Korea Utara akan terpuruk dan kita gagal menjalankan tugas dari Pemimpin Besar (Kim Il Sung)," ujarnya dalam film dokumenter The Game of Their Lives yang dirilis BBC pada 2003.
Italia akhirnya benar-benar dibuat malu dengan kekalahan satu gol dari seorang Kopral--selama bertahun-tahun publik Italia menganggap Pak Do-Ik seorang dokter gigi.