Suara.com - Keikutsertaan Belanda di Euro 2024 ciptakan fenomena tersendiri bagi penggemarnya di Indonesia. Belakangan, perayaan suporter di Indonesia atas kemenangan Belanda atas Polandia jadi sorotan.
Salah satu media Belanda, fcupdate.nl, Senin (17/6) menyoroti video viral yang memperlihatkan suporter di Jakarta dan Ambon turun ke jalan merayakan kemenangan Belanda.
"Warga ibu kota Indonesia, Jakarta dan di Pulau Ambon, Maluku, merayakan kemenangan tim Belanda atas Polandia," tulis ulasan media Belanda itu.
Terbaru, beredar video yang memperlihatkan dua orang suporter Belanda membentangkan bendera Merah Putih. Namun, dua suporter yang kenakan jersey Belanda itu tidak membawa khusus bendera Indonesia.
Baca Juga: Ojol Ngamuk Tendang Motor dan Ancam Bunuh Konsumen di Depok, Anak Terluka Pecahan Kaca
Bendera Merah Putih yang mereka kibarkan ialah bendera Belanda, yang bagian birunya mereka lipat ke dalam.
"Salam dari timnas pusat, ini dia kelakukan suporternya untuk Indonesia," tulis caption pada video tersebut.
Video singkat ini kemudian mendapat respon dari warganet. Mayoritas warganet menuliskan komentar positif soal video tersebut.
"Dulu kita berperang sekarang kita sodara adek kakak," tulis salah satu netizen.
"Ikatan emosional yg dalam bagi orang berpositif thinking," sambung akun lainnya.
Baca Juga: Kontroversi Mobil Polisi Lindas Bendera Israel, Tuai Kecaman dan Dukungan
Meski ada juga netizen yang menyoroti jejak sejarah antara Belanda sebagai penjajah dan Indonesia sebagai negeri terjajah.
"Arek arek suroboyo merobek warna biru itu di tahun 1945," ungkap salah satu netizen.
"Padahal mereka lagi nyindir," sambung akun lainnya.
Fenomena kegembiraan suporter di Indonesia terkait penampilan Belanda di Euro 2024 memang jadi hal menarik. Beberapa waktu lalu, saat video perayaan suporter Indonesia sempat muncul komentar soal Stockholm Syndrome.
Reaksi yang ditunjukkan sejumlah netizen Indonesia di sosial media atas penampilan Belanda di Euro 2024 dianggap sebagai Stockholm Syndrome. Lantas apa itu sebenarnya Stockholm Syndrome?
Stockholm syndrome diartikan sebagai gangguan psikologis, di mana korban penculikan justru memiliki rasa kasih sayang dan empati terhadap pelaku penculikan.
Menariknya gejala psikologis ini juga menjangkit di dunia olahraga, khususnya sepak bola. Dalam versi sepak bola, sosok 'penculik' ialah orang-orang yang melindungi kebobrokkan klub atau negara idola penggemar.
Ambil contoh klub Manchester United. Salah satu akun X @Mike_RMCF sempat membuat thread soal Stockholm syndrome fans Manchester United.
"Dalam versi sepak bola, para penculik adalah orang-orang (direksi) Manchester United, yang memberi tahu penggemar dan cara berbohong dan mengambil kesempatan untuk mendapat keuntungan mereka sendiri," tulis akun tersebut.
Di satu sisi menurut akun itu, sosok-sosok yang memberitahukan kebenaran soal bobroknya Manchester United justru mendapat celaan dari penggemar.
"Orang-orang yang mencoba membantu dengan mengatakan kebenaran seperti Cristiano Ronaldo atau Paul Pogba justru dijelek-jelekan oleh penggemar Manchester United. Ini cara yang sama seperti seseorang yang menderita Stockholm syndrome, menjelek-jelekan orang-orang yang mencoba untuk membantu agar terhindar dari penculikan," tambah akun itu.
Kajian yang sama juga pernah dialamat kepada suporter Arsenal di musim terakhir Arsene Wenger. Dilansir dari arsenalinsider.com, pendukung Arsenal di era itu merasa semua baik-baik saja padahal kondisi internal tim sedang buruk.
"Ini adalah Stockholm syndrome, satu-satunya perbedaan ialah sebagaian besar korban masih tersandera dan sebagian lagi memilih untuk meninggalkan klub. Tapi mayoritas tidak mau keluar," tulis artikel berjudul 'Are Arsenal suffering from Stockholm Syndrome?'
Lantas apakah bisa disebut suporter Indonesia mengalami Stockholm syndrome? Tentu saja kajiannya harus mendalam. Jika dikaitkan dengan rekam sejarah masa lalu kedua negara, tidak bisa disebut bahwa suporter di Indonesia mengalami Stockholm syndrome.
Meski bisa dibilang reaksi yang ditujukan suporter di Indonesia atas penampilan Belanda di Euro 2024 bisa dibilang terlalu berlebihan.