Dibantai Jadi Bulan-bulanan di Piala Asia Putri U-17, Ini Sejarah Sepak Bola Wanita di Indonesia

Senin, 13 Mei 2024 | 06:26 WIB
Dibantai Jadi Bulan-bulanan di Piala Asia Putri U-17, Ini Sejarah Sepak Bola Wanita di Indonesia
Timnas Putri Indonesia saat hadapi Taiwan dalam Kualifikasi Olimpiade Paris 2024 (pssi.org)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perjalanan skuad Timnas Indonesia U-17 putri dalam Piala Asia U-17 2024 telah berakhir setelah mereka mengikuti tiga pertandingan di Bali.

Selama fase grup A, tim asuhan Mochizuki Satoru mengalami kekalahan telak, yaitu 1-6 melawan Filipina, 0-12 dari Korea Selatan, dan 0-9 kontra Korea Utara.

Kendala utama tim ini bukan pada aspek kepelatihan atau kemampuan para pemain, mengingat tim ini baru terbentuk di bulan Maret dan hanya memiliki waktu dua bulan sebelum berkompetisi di Mei.

BACA JUGA: Head to Head 4 Klub Lolos Championship Series BRI Liga 1, Siapa Paling Mentereng?

Baca Juga: Juga Punya Lemparan Roket, Ini 3 Calon Penerus Pratama Arhan di Timnas Indonesia U-23

Salah satu penyebab utama kesulitan dalam membina timnas putri yang solid adalah kurangnya kompetisi resmi untuk sepak bola putri, terlihat dari tidak adanya Liga 1 putri sejak tahun 2019.

Pesepak bola Timnas Wanita Indonesia U-19 Marsela Yuliana Awi (kiri) bersama rekan senegaranya Sheva Imut Furyzcha (kanan) meluapkan kegembiraannya [ANTARA]
Pesepak bola Timnas Wanita Indonesia U-19 Marsela Yuliana Awi (kiri) bersama rekan senegaranya Sheva Imut Furyzcha (kanan) meluapkan kegembiraannya [ANTARA]

Selain itu, meskipun sepak bola putri telah kembali dimasukkan dalam agenda Pekan Olahraga Nasional terakhir di Papua, cabang ini sempat absen cukup lama dari PON.

Namun, ada kabar baik bahwa sepak bola putri dijadwalkan untuk kembali dipertandingkan pada PON XXI yang akan diselenggarakan di Aceh dan Sumatera Utara.

BACA JUGA: Perpanjang Kontrak Melatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong Punya 3 Tantangan Besar

Sejarah kompetisi sepak bola putri di Indonesia

Baca Juga: Tak Berkutik di Piala Asia U-17, Erick Thohir Siap Bangun Sepak Bola Putri Indonesia dari Nol

Dari penelusuran yang dilakukan, klub asal Bandung, Putri Priangan, disepakati sebagai klub sepak bola putri pertama yang lahir di Indonesia. Klub tersebut lahir dengan didasari keresahan Wiwi Hadhi Kusdarti, yang kesulitan menemukan rekan bermain sepak bola.

Keresahan Wiwi kemudian disuarakan ke salah satu surat kabar papan atas Bandung, Pikiran Rakyat. Selain itu, ia juga menceritakan keresahannya kepada pendiri tim Putra Priangan dan beberapa rekan dekatnya yang mendukung rencananya untuk mendirikan tim sepak bola putri.

Lahirnya Putri Priangan ternyata memantik kelahiran tim-tim sepak bola putri lainnya. Di Jakarta, muncul Buana Putri besutan Dewi Wibowo, istri pengusaha koran Baratha Yudha.

Jakarta tentu bukan satu-satunya daerah yang tergerak melahirkan tim sepak bola putri, selain Buana Putri asal Jakarta, ke depannya muncul pula tim Putri Pagilaran asal Pekalongan, Putri Mataram asal Yogyakarta, dan Sasana Bakti asal Surabaya.

Setelah kelahiran tim-tim sepak bola putri, maka mereka perlu diwadahi dengan adanya kompetisi resmi. Salah satu tonggak penting kompetisi sepak bola putri adalah Piala Kartini 1981 yang menjadi edisi perdana dengan melahirkan Buana Putri sebagai juaranya. Sebagai catatan, hanya ada empat tim peserta di turnamen Piala Kartini tersebut.

Pada 1982, turnamen yang diikuti lebih banyak peserta dibentuk PSSI dengan nama Liga Sepak bola Wanita (Galanita). Invitasi Galanita 1982 diikuti oleh oleh sembilan tim yakni Buana Putri, Putri Jaya (Jakarta), Putri Priangan, Putri Pagilaran, Putri Mataram (Yogyakarta), Mojolaban (Sukoharjo), Putri Setia (Surabaya), Anging Mamiri (Makassar), dan Putri Cendrawasih (Jayapura).

Turnamen Invitasi Galanita edisi perdana itu kemudian melahirkan Buana Putri sebagai juara setelah menang 4-0 atas Putri Pagilaran.

Kemerosotan kompetisi sepak bola putri

Sayang setelah sempat cukup diminati, kompetisi sepak bola putri merosot pada akhir 1980-an. Gabungan dari fokus PSSI kepada sepak bola putri, semakin populernya kompetisi Perserikatan dan Galatama, serta minimnya agenda sepak bola putri dari AFC membuat sepak bola putri semakin kesulitan.

Puncaknya adalah pembubaran Galanita pada 1993. Saat itu pendiri Buana Putri yang menjabat sebagai Ketua Umum Galanita, Dewi Wibowo, membubarkan kepengurusannya dan menyerahkannya kembali kepada PSSI.

Setelah absen sangat lama, PSSI pada 2019 silam sempat menghidupkan kompetisi bernama Liga 1 Putri. Terdapat 10 tim dari 18 klub Liga 1 yang membentuk tim untuk mengikuti Liga 1 Putri 2019, dan Persib Putri menjadi juara setelah menang agregat 6-1 atas Tira Persikabo Pertiwi.

Sempat muncul wacana bahwa PSSI akan menggelar Liga 1 Putri pada 2020 dan 2021, tetapi wacana itu urung terwujud karena pandemi COVID-19.

Absennya kompetisi di dalam negeri membuat sejumlah pesepak bola putri mencoba berkarier di luar negeri seperti Zahra Muzdalifah (Cerezo Osaka Ladies), Shakila Aurelia (Wangsa Maju City Football Club), atau seperti Shafira Ika Putri yang pernah mencoba trial ke klub Jepang FC Ryukyu Ladies.

Contoh lain justru kemudian menjauh dari sepak bola profesional, misalnya Anggita Oktaviani, mantan bek Persija Putri yang kini terlihat lebih banyak menjalani perannya sebagai seorang ibu dan pesohor media sosial.

Secercah harapan

Di tengah rasa pesimistis melihat kondisi kompetisi sepak bola putri, masih tersisa secercah harapan. Di Kudus, Jawa Tengah, salah satu perusahaan raksasa Indonesia menginisiasi bergulirnya kompetisi sepak bola putri usia dini.

Contoh terkini adalah digelarnya ajang Milklife Soccer Challenge pada Desember 2023, yang menyasar pemain-pemain tingkat Sekolah Dasar (SD).

Kompetisi serupa rencananya juga akan digelar di tujuh kota lain pada 2024 Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, dan Surabaya.

Keberadaan kompetisi, meski saat ini hanya digulirkan untuk tingkat SD, tetap layak diapresiasi.

Kegembiraan bermain sepak bola dan upaya merawat ekosistem sepak bola putri harus dipertahankan demi menarik lebih banyak perempuan untuk menggeluti sepak bola putri.

Ketua Umum PSSI Erick Thohir, setelah menyaksikan timnas putri U-17 dihabisi sembilan gol oleh Korut, juga menyatakan tekadnya untuk lebih memperhatikan sepak bola putri.

Saat itu, Erick berkata bahwa pihaknya akan membangun sepak bola putri dari level nasional, kemudian turun ke level provinsi, dan lebih makro lagi untuk menjaring bakat-bakat sepak bola putri Indonesia.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia (ASBWI) Souraya Farina juga menyebut bahwa PSSI telah berjanji akan menggelar Liga 1 Putri pada 2025.

Sebelum kompetisi itu digelar, maka pihaknya akan menyelenggarakan kompetisi-kompetisi usia muda yakni U-13 dan U-15 terlebih dahulu.

Layak dinanti terwujudnya kompetisi sepak bola putri yang berkelanjutan di Indonesia. Sebab jika tidak ada kompetisi, dari mana pelatih Mochizuki atau siapapun pelatih timnas putri ke depannya, akan dapat menyusun tim inti?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI