Sabdatama ini dibaca oleh warga Yogyakarta sebagai simbol penolakan atas beberapa tindak kekerasan atas nama suku dan agama yang bermotif konspirasi politik yang terjadi di Yogyakarta.
Sabdatama ini biasanya hanya dikeluarkan sekali oleh seorang raja. Sebelumnya Sabdatama pernah dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang tak lain ayah dari Sri Sultan Hamengku Buwono X ketika menyatakan bergabungnya Keraton Yogyakarta dengan Republik Indonesia.
Tembang song of Sabdatama sendiri ditulis dalam tiga bahasa yakni Jawa, Indonesia serta Inggris sebagai sarana untuk memberi kabar kepada publik luar mengenai tekad yang membara.