Suara.com - Senior Shin Tae-yong yang juga merupakan legenda sepak bola Korea Selatan, Cha Bum-kun marah dengan konflik internal yang terjadi di tubuh tim nasional negaranya.
Mantan pemain Eintracht Frankfurt dan Bayer Leverkusen itu menilai para pelaku sepak bola Korea Selatan gagal mengajarkan sikap dan semangat yang benar kepada para pemain muda.
Para pemain muda, khususnya yang berkarier di luar negeri atau abroad di Eropa seperti Lee Kang-in di Paris Saint-Germain (PSG), disebut butuh menjalankan nilai-nilai masyarakat Korea Selatan dan adat ketimuran.
Baca juga: Bek Timnas Indonesia U-23 Jadi Sorotan, Cuma Nonton saat Timnya Kebobolan
Baca Juga: Tiba di Indonesia, Shin Tae-yong Bertemu Penerus Bima Sakti, Apa yang Dibahas?
"Termasuk saya sebagai senior di sepak bola, kami yang gagal mengajari Lee Kang-in tentang keunikan budaya, atmosfer, dan sentimen tim sepak bola nasional Korea harus dihukum," kata Cha Bum-kun dikutip dari YonHap, Jumat (1/3/2024).
Lee Kang-in dan para pemain muda Timnas Korea Selatan diketahui berselisih dengan kapten Son Heung-min jelang semifinal Piala Asia 2023 kontra Yordania.
Kang-in disebut tidak mau makan malam bersama dengan seluruh skuad. Mereka memilih makan lebih dulu untuk kemudian bermain tenis meja.
Para pemain muda disebut sangat berisik dalam bermain tenis meja di saat skuad Korea Selatan tengah menyantap makan malam.
Alhasil, Son Heung-min coba menegur tetapi berakhir dengan keributan hingga kontak fisik di mana jari sang kapten terluka.
Baca Juga: Kian Tajam di Klubnya, Stefano Lilipaly Diprediksi Comeback ke Timnas Indonesia
Dampak insiden itu terlihat di lapangan di mana dua jari son dililit perban, dan Korea Selatan secara mengejutkan disingkirkan Yordania.
Menurut Cha Bum-kun, insiden di Piala Asia 2023 harus menjadi pelajaran bagi sepak bola Korea Selatan dalam mencari solusi dari perbedaan kultur dan pengalaman antara generasi pemain.
Para pemain yang sejak muda berkarier di Eropa disebut Cha Bum-kun harus diingatkan dengan nilai-nilai orang Korea Selatan yang dia anggap bagaikan senjata berguna untuk mengarungi karier di sepak bola.
“Saya merasa bangga melihat banyak pemain maju ke Eropa tetapi juga khawatir tentang penyelesaian konflik antar generasi yang berbeda budaya," kata Bum-kun.
"Generasi muda mungkin menganggap kerendahan hati dan pengorbanan yang ditekankan di Timur sudah ketinggalan zaman dan tidak berguna."
"Namun, kualitas ini adalah senjata dan aset yang diwarisi oleh orang Korea. Tidak baik jika anak kecil kehilangan senjata berharga tersebut."
"Jika mereka tidak sengaja membuangnya, orang dewasa di sekitar harus mengambilnya dan meletakkannya kembali di tangan anak itu."
"Pemain mungkin tidak tahu bahwa situasi yang dianggap sepele di Spanyol atau Prancis bisa membuat marah fans kami sampai sejauh ini."
Menurut Bum-kun, Timnas Korea Selatan saat ini masih beruntung karena memiliki sosok kapten hebat dalam diri Son Heung-min yang meski punya karier impresif di Eropa tetapi menjunjung tinggi nilai-nilai negaranya.
"Sungguh beruntung tim nasional kita memiliki kapten seperti Son Heung-min. Kini saatnya para orang tua mendidik para pemain untuk secara serius mempertimbangkan seperti apa kesuksesan yang bermartabat, kesuksesan sejati, bagi anak-anak kita," tegasnya.