Suara.com - Program naturalisasi pemain kembali menjadi perbincangan hangat setelah PSSI gencar mendatangkan pemain keturunan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra, memicu perdebatan mengenai dikotomi atau pembagian persepsi terkait pemain naturalisasi dan pemain lokal.
PSSI mulai gencar melakukan program naturalisasi pada 2010. Ketika itu Cristian Gonzales menjadi pemain asing yang diubah kewarganegaraannya.
Setelah sempat terhenti, program ini mulai dilakukan kembali sejak Shin Tae-yong duduk di kursi pelatih Skuad Garuda pada akhir 2020 silam. Bedanya, pemain yang dinaturalisasi memiliki darah Indonesia.
Baca Juga: Menpora: Naturalisasi Diaspora Bukan untuk Matikan Pemain Lokal Timnas Indonesia
Nama-nama seperti Sandy Walsh, Jordy Amat, Shayne Pattynama, Rafael Struick, Ivar Jenner, hingga Justin Hubner termasuk dalam daftar pemain keturunan yang telah resmi menjadi WNI.
Sementara Jay Idzes, Nathan Tjoe-A-On, hingga ragnar Oratmangoen masih dalam proses mendapatkan paspor hijau.
Namun rajinnya PSSI menaturalisasi pemain keturunan menimbulkan pro dan kontra. Ada yang mendukung, tapi tak sedikit yang menolak.
Dalam acara diskusi bertajuk "Turun Minum " dengan tema 'Naturalisasi Pemain, Mereduksi atau Memotivasi', empat narasumber hadir untuk membahas hal tersebut.
Mereka adalah Arya Sinulingga (Exco PSSI), Hamdan Hamedan (Tenaga Ahli Kemenpora RI bidang Diaspora dan Kepemudaan), Tommy Welly (Pengamat), dan Richard Achmad (Sekjen PNSSI) sebagai pembicara berlangsung di Media Center Kemenpora, Jakarta Pusat, Kamis (21/12).
Baca Juga: Kalem Tak Dipanggil Shin Tae-yong ke Timnas Indonesia, Nadeo Argawinata Bagikan Kata-kata Bijak
Empat narasumber bertukar pikiran membahas polemik ini dalam acara yang didukung oleh BRI, Kemenpora, PT Liga Indonesia Baru (LIB), PSSI, TEAK Coffee dan SSB Soejasch.
Hamdan Hamedan, menekankan pentingnya menghentikan penyebutan pemain naturalisasi setelah mereka resmi menjadi WNI.
"Naturalisasi ini kata benda, yaitu proses hukum yang dilakukan oleh seseorang untuk mengubah status kewarganegaraannya dari WNA menjadi WNI. Jadi frasa pemain naturalisasi itu sebetulnya tidak tepat karena belum eligible, masih proses," kata Hamdan Hamedan.
"Tetapi ketika seseorang itu sudah berhasil dinaturalisasi, disumpah dan menandatangani sumpah, maka dia sudah menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) dan mempunyai kesamaan dalam hukum dan pemerintahan."
Hamdan Hamedan juga menolak anggapan miring sejumlah pihak terkait motif pemain keturunan mau dinaturalisasi. Banyak yang menilai hal itu dianggap karena mereka tak mampu bersaing untuk memperkuat timnas negara asalnya.
"Ada pemain grade A yang bermain di salah satu klub terbaik di dunia, dia ingin membela Indonesia. Dia mengatakan, saya ingin sekali membela Indonesia," tambahnya.
Sementara itu, Arya Sinulingga sependapat dengan Hamdan. Ia menyatakan bahwa dikotomi pemain naturalisasi dan lokal harus dihentikan.
"Dikotomi ini harus diselesaikan sekarang, istilah local pride, atau anti-naturalisasi harus dihentikan. Naturalisasi hanya proses, tapi sepanjang dia punya darah (Indonesia), maka dia berhak mewakili bangsa kita," kata Arya Sinulingga.
Namun pengamat sepak bola, Tommy Welly alias Bung Towel, memiliki pandangan berbeda. Ia mempertanyakan arah pengembangan sepakbola Indonesia di tengah gencarnya program naturalisasi.
Pria yang akrab disapa Towel itu sadar program naturalisasi bukanlah sebuah tindakan ilegal. Namun ia menyoroti keseriusan PSSI dalam memajukan sepakbola Indonesia.
"PSSI bertanggung jawab membangun sepakbola Indonesia termasuk membentuk Timnas yang kuat. Apakah diaspora layak atau tidak membela timnas ya ukurannya kualitas saja," kata Tommy Welly.
"Jadi naturalisasi itu kita sudah gak debat layak atau tidak karena koridor hukumnya sudah jelas. Tapi kita mempertanyakan arah pengembangan sepakbola kita."
"Kalau PSSI yang sekarang memutuskan semua naturalisasi bisa saja. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah dimana positioning kompetisi kita," sambungnya.
Polemik terkait dikotomi ini juga menjadi isu hangat di kalangan suporter. Richard Achmad selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Presidium Nasional Suporter Sepakbola Indonesia (PNSSI) mengutarakan pandangannya.
"Kalau bicara soal naturalisasi timnas, praktik ini tidak baru sekarang dilakukan tapi dari era Nurdin Halid. Akan tetapi naturalisasi itu harus dipandang secara utuh," kata Richard.
"Apa yang disodorkan (pemain-pemain untuk dinaturalisasi) oleh Exco dan Menpora itu memang diaspora mayoritasnya. Nah, fans akan dukung apapun dan gimanapun timnas berlaga, enggak pernah ributkan naturalisasi dan pemainnya produk siapa-siapa."