Suara.com - Bagi sebagian pencinta sepak bola Indonesia, nama Simon Tahamata barangkali masih cukup asing. Namun, siapa sangka legenda Timnas Belanda ini memiliki darah keturunan Indonesia.
Lelaki kelahiran Vught, Belanda, ini memang punya nama yang cukup mentereng. Sebab, dia pernah menjadi andalan Timnas Belanda pada medio 1979 hingga 1996. Kiprahnya di level klub juga istimewa.
Sebab, Simon Tahamata pernah bermain untuk sejumlah klub raksasa dan elite di Negeri Kincir Angin. Beberapa di antaranya ialah Ajax Amsterdam (1976-1980) dan Feyenoord Rotterdam (1984-1987).
Bersama Ajax, perannya cukup krusial. Sebab, dia sempat merasakan sejumlah gelar juara, termasuk tiga trofi Eredivisie pada musim 1976-1977, 1978-1979, dan 1979-1980.
Baca Juga: Ten Hag Anggap Bruno Fernandes Bukan Pemain No.10 Biasa untuk Manchester United, Apa Alasannya?
Setelah memutuskan gantung sepatu, Simon Tahamata kemudian melanjutkan kariernya di dunia kepelatihan. Menariknya, saat memutuskan jadi pelatih, dia cukup identik dengan dunia pembinaan usia dini.
Tercatat, Simon Tahamata sempat mengasuh akademi Standard Liege (1996-2000), Germinal Beerschot (2000-2004), Ajax Amsterdam (2004-2009), Al Ahli (2009-2014), dan kembali menjadi pelatih akademi Ajax Amsterdam dari 2014 sampai sekarang.
Pada periode 2009 sampai 2014, lelaki kelahiran 26 Mei 1956 ini menjadi pelatih teknik untuk kelompok usia U-10 hingga U-15.
Sejak September 2014, dia juga mulai melahirkan Simon Tahamata Soccer Academy di samping fokus meneruskan pekerjaannya bersama Akademi Ajax Amsterdam.
Keturunan Indonesia, Berdarah Maluku
Baca Juga: Manchester United Gagal Menang di Markas Tottenham, Legenda Klub Ikut Kritik Substitusi Erik ten Hag
Sebagai informasi, Simon Tahamata memang memiliki darah kelahiran Indonesia. Leluhurnya berasal dari Maluku. Bahkan, dia sempat mengunjungi tanah kelahiran leluhurnya itu pada medio 2010.
Ketika itu, Simon Tahamata merasa prihatin dengan kondisi pembinaan usia dini di Ambon. Apalagi, Persatuan Sepak Bola Ambon (PSA) sudah tidak aktif.
“Beta prihatin karena pastinya pembinaan kepada pemain junior kurang optimal dengan dampak pesepak bola Ambon tidak bisa mengikuti kompetisi Liga Indonesia sebagaimana jadwal PSSI,” kata Simon dikutip dari Antara.
Saat itu, kedatangan Simon Tahamata difasilitasi oleh Mobilae Maluku Fondatuion, Belanda, serta LSM Cergas, dan Ambon Manise Institute. Ia diminta untuk memberikan pelatihan kepada para pemain berusia 10 hingga 15 tahun.
[Muh Faiz Alfarizie]