Suara.com - Apakah Indonesia akan lolos dari sanksi FIFA karena gagal jadi tuan rumah Piala Dunia U-20? Ini pertanyaan semua pihak, termasuk Presiden Jokowi yang ingin Ketua Umum PSSI Erick Thohir berusaha bawa Indonesia lolos dari banned FIFA.
Sejumlah pihak mulai melontarkan keberatan, khususnya ketika Israel yang tahun lalu lolos kualifikasi Piala Dunia U-20 untuk pertama kalinya. Ini menjadi titik awal ancaman.
Seruan penolakan Israel makin menyeruak mendekati tanggal penyelenggaraan, yakni 20 Mei-11 Juni 2023.
Semula FIFA tetap yakin Indonesia dapat mengatasi segala persoalan yang ada.
Bahkan FIFA tetap dalam keputusan untuk menggelar Piala Dunia U-20 di Tanah Air, meski terjadi Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menghilangkan 135 nyawa.
Namun penolakan dari beberapa pejabat tinggi di daerah membuat FIFA pada Minggu (26/3) mengumumkan untuk menunda dan akhirnya membatalkan drawing atau pengundian grup di Bali yang seharusnya terlaksana Jumat (31/3).
Pembatalan tiba-tiba dari acara pengundian grup memicu kekhawatiran Indonesia kehilangan status tuan rumah.
Benar saja, FIFA akhirnya resmi mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Meski faktanya, FIFA tidak merinci alasan konkret keputusan tersebut, mereka hanya menyatakan "karena keadaan saat ini".
Kini Indonesia dihantui sanksi dari FIFA. Bayang-bayang itu yang saat ini dirasakan. Bahkan potensi sanksi lebih berat itu ada, sebagaimana diungkapkan Wakil Ketua Umum PSSI Zainudin Amali.
Baca Juga: Ronaldo Kirim Karangan Bunga ke PSSI usai Piala Dunia U-20 2023 Batal di Indonesia
"Tinggal yang ditunggu tindakan susulan, tentu saya berharap jangan sampai kita terkena sanksi berat," kata Amali, sembari mengingat sejarah kelam pada 2015.
Berbagai spekulasi terkait sanksi bermunculan. Dari beragam potensi hukuman, paling pahit dan mengerikan adalah pembekuan PSSI oleh FIFA.
Jika ini terjadi, hukuman dapat merembet ke yang lain hingga berdampak buruk pada persepakbolaan di Tanah Air.
Sanksi lain yang membayangi adalah penolakan FIFA untuk PSSI berpartisipasi pada semua ajang kalender FIFA.
Ada juga potensi sanksi yang membuat Indonesia sulit untuk kembali mendapat kesempatan menjadi tuan rumah ajang internasional, termasuk tuan rumah Piala Dunia 2034.
Pada sisi lain, kepercayaan dunia terhadap Indonesia berpotensi hilang. Tak hanya dalam urusan sepak bola, melainkan olahraga lainnya.
Padahal selama ini, Pemerintah melalui Kemenpora terus berupaya membawa ajang internasional ke Indonesia dengan misi besar menjadi tuan rumah Olimpiade 2036.
Jika terkena sanksi sesuai dengan pernyataan FIFA, harapannya tidak terlalu berat.
Sebelum mengeluarkan hukuman, FIFA juga pastinya sudah memperhitungkan segala aspek, termasuk kecintaan masyarakat Indonesia terhadap sepak bola. Dengan penduduk lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia memiliki potensi pasar yang besar. Itu yang menjadi landasan FIFA berpotensi tidak memberikan sanksi keras.
Contoh konkret ketika Tragedi Kanjuruhan. Indonesia bisa terlepas dari sanksi FIFA setelah Pemerintah Indonesia melakukan langkah cepat untuk melakukan pendekatan kepada FIFA.
Namun tetap saja semua keputusan ada di FIFA. Harapan besar tentu saja Indonesia tak terkena sanksi. Pun bila ada, jangan sampai memberatkan.
Terpenting lagi seperti yang diungkapkan Jokowi, jadikan hal ini sebagai pembelajaran berharga bagi kita semua, bagi persepakbolaan Indonesia.
Pembenahan harus tetap dilakukan agar situasi seperti saat ini tak terulang. Kalimat penutup yang kurang lebih sama untuk naskah Tragedi Kanjuruhan.
(Antara)