Jengah Dihujani Kritik dan Isu Pemecatan, Graham Potter: Dua Bulan Lalu Saya Dianggap Pelatih Top

Rully Fauzi Suara.Com
Kamis, 12 Januari 2023 | 19:54 WIB
Jengah Dihujani Kritik dan Isu Pemecatan, Graham Potter: Dua Bulan Lalu Saya Dianggap Pelatih Top
Manajer Chelsea, Graham Potter. [GLYN KIRK / AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pelatih Chelsea, Graham Potter nampaknya mulai jengah setelah belakangan dihujani kritik bahkan isu pemecatan. Potter menyebut dua bulan lalu publik menganggapnya sebagai 'pelatih top'.

Potter memang tengah disorot tajam buntut jebloknya performa Chelsea yang kini masih terdampar di posisi ke-10 klasemen Liga Inggris 2022/2023.

The Blues cuma meraup enam poin dari delapan laga terakhirnya. Jika dirata-ratakan, klub asal London Barat itu cuma mendapat dua kemenangan dengan tujuh laga lainnya kalah.

Sementara di dua ajang lainnya, yakni Piala Liga Inggris dan Piala FA, Chelsea bahkan sudah tersingkir sedari putaran ketiga. Bisa dibilang, Chelsea kini tinggal punya kans menutup musim dengan trofi di ajang Liga Champions.

Baca Juga: Fulham vs Chelsea: Graham Potter Kasih Lampu Hijau, Joao Felix Bisa Langsung Debut

Jelang laga lanjutan Liga Inggris kontra tuan rumah Fulham yang akan dihelat di Craven Cottage, Jumat (13/1/2023) dini hari WIB nanti, Potter menanggapi kritik yang ramai datang kepadanya dengan santai.

Potter mencontohkan Jurgen Klopp, Mikel Arteta dan Pep Guardiola yang sempat melalui periode buruk sebelum sukses seperti sekarang.

Hal itu sama dengan yang dialaminya saat ini, di mana ia juga awalnya dianggap sebagai pelatih top, namun kini diprediksi bakal dipecat jika performa Chelsea tak kunjung membaik.

“Anda harus paham kalau kritik adalah bagian dari pekerjaan kami (pelatih). Anda tinggal lihat kolega saya saat dalam posisi seperti ini,” ujar Potter seperti dimuat Sky Sports, Kamis (12/1/2023).

"Pep dikritik habis di musim pertamanya. Arteta juga melalui periode tersebut. Klopp mendapat kritik di awal. Mereka adalah manajer fantastis. Sepak bola itu emosional. Ketika Anda kalah, Anda tidak bisa berpikir," lanjut pelatih berusia 47 tahun itu.

Baca Juga: Manchester United Jadi Satu-satunya Tim Besar di Semifinal Piala Liga, Kebangetan kalau Nggak Akhiri Puasa Gelar

"Anda merasakan penderitaan, rasa sakit, ketidaknyamanan. Kadang sulit dimengerti alasannya. Memang lebih mudah menyalahkan satu orang. Tapi, memang rumit. Dua bulan lalu saya masih dianggap pelatih top," pungkasnya santai.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI