Suara.com - Kekalahan Argentina dari Arab Saudi adalah salah satu kejutan terbesar yang pernah terjadi di Piala Dunia.
Semua perbincangan pra-pertandingan selama ini berkisar soal bagaimana Piala Dunia 2022 bakal menjadi tahunnya Lionel Messi, bagaimana Argentina dinobatkan sebagai juara dunia untuk pertama kalinya sejak 1986, juga bagaimana Arab Saudi tidak memiliki peluang.
Tapi pertandingan selama 90 menit itu mengubah segalanya.
Timnas Saudi merayakan kemenangan 2-1 yang menakjubkan bersama penggemar mereka di Stadion Lusail yang memekakkan telinga.
Baca Juga: Rafathar Lemas Argentina Kalah Melawan Arab Saudi, Raffi Ahmad: Jangan Sedih Ya
Sementara pemain Argentina yang tidak percaya dengan hasil itu menyelinap keluar, dengan para pendukungnya yang tampak terkejut hingga nyaris terdiam.
Tidak ada tanda-tanda akan adanya kekalahan di babak pertama.
Messi telah menempatkan Argentina unggul dari titik pinalti, tiga upaya lainnya dianulir karena offside.
Namun demikian, dua gol yang dilesakkan tim Arab Saudi pada enam menit yang 'gila' di awal babak kedua membalikkan keadaan, dan meskipun banyak tekanan dari Messi dan rekan-rekannya, tim underdog atau yang tak diunggulkan ini dengan gagah mempertahankan hasil yang tak akan pernah dilupakan oleh ribuan penonton.
Raja Arab Saudi, Mohammed bin Salman, mengumumkan libur nasional pada Rabu (23/11) atas kemenangan tersebut.
Baca Juga: Arab Saudi Tekuk Argentina di Piala Dunia 2022, Raja Salman Umumkan Libur Nasional
Sementara pesta kemenangan tumpah ruah di jalan-jalan di Lusail.
Tapi seberapa besar dampak kemenangan ini dan guncangan apa yang ditimbulkan pada apa yang disebut sebagai tahun terakhir kejayaan Messi di Piala Dunia?
'Momen terbaik sepak bola kami'
Peringkat ke-51 di dunia, Arab Saudi sebelumnya pernah memenangkan tiga pertandingan Piala Dunia, dengan satu-satunya momen mereka lolos ke babak 16 besar di tahun 1994.
Argentina, di sisi lain, berada di peringkat ketiga dunia, masuk ke turnamen tersebut dengan catatan 36 pertandingan tak terkalahkan dan diperkirakan bakal membawa pulang trofi.
Kemenangan 1-0 Irlandia Utara melawan Spanyol pada 1982, kekalahan Inggris atas Amerika Serikat pada 1950, Korea Selatan menumbangkan Italia pada 2002, dan Argentina menelan kekalahan dari Kamerun pada pertandingan pembuka tahun 1990 adalah beberapa kejutan yang diingat banyak orang.
Namun hasil ini akan selamanya menancap di memori pecinta sepak bola. Seorang fans timnas Arab Saudi menggambarkan kemenangan tersebut sebagai "momen sepak bola terbaik negara kami sejauh ini". Presenter BBC Radio 5 Live, Mark Chapman, menyebutnya sebagai "seismik" atau guncangan.
Pakar sepak bola Spanyol, Guillem Balague, yang menulis biografi Messi, berkata kepada BBC Sport: "Inilah yang terjadi kalau Anda menggabungkan kekompakan dan fisik yang tangguh di Piala Dunia pertengahan musim, di mana semua orang berada di puncak permainan mereka.
"Selalu lebih mudah untuk bertahan ketimbang menyerang; setiap orang bisa berlari selama berjam-jam. Tidak ada waktu untuk melakukan serangan secara kolektif - hal yang paling rumit dalam sepak bola - tetapi sudah cukup untuk memiliki pertahanan terorganisir yang ketat."
"Kami menyaksikan salah satu gangguan terbesar di Piala Dunia, tapi saya rasa, untuk alasan yang saya sebutkan di atas, bukan lah yang terakhir. Inilah yang membuat hasil dan performa Inggris semakin impresif."
Mantan bek Manchester City, Nedum Onuoha, mengatakan: "Kami melihat Argentina terus mendorong tapi Arab Saudi terlihat nyaman dengan cara mereka bertahan."
"Kadang-kadang kami mengira sepak bola bisa diprediksi, dan hal-hal seperti itu terjadi. Anda lalu teringat soal mengapa kami mencintai sepak bola."
"Selama Anda berkomitmen dan mengambil peluang yang dimiliki, segalanya mungkin terjadi."
Mantan gelandang timnas Inggris, Joe Cole, berkata di jaringan televisi ITV: "Gol kemenangan akan menginspirasi sebuah generasi. Ini adalah hasil yang luar biasa."
Perayaan kemenangan menggema nyaris di seluruh ibu kota Saudi, Riyadh, setelah peluit berakhirnya pertandingan ditiup. Fans membentuk lingkaran dan menari secara dadakan sembari mengibarkan bendera nasional dari dalam jendela mobil.
Kepala Otoritas Umum untuk Hiburan, Penasihat Royal Court Arab Saudi, Turki Al-Sheikh, mengumumkan di Twitter bahwa pihaknya akan menggratiskan ongkos masuk ke taman hiburan dan pusat hiburan di Riyadh.
Jurnalis New York Times, Tariq Panja, menggambarkan bagaimana kemenangan itu akan tercatat dalam sejarah Arab Saudi.
Dia berkata kepada BBC Radio 5 Live: "Saya baru saja bicara kepada salah satu pemain dan bertanya apa arti kemenangan ini bagi mereka. Kata dia, 'Mereka akan mendapatkan segalanya'."
"Mereka memiliki budaya sepak bola yang sangat besar - saya rasa kita tidak menyadarinya di Eropa. Fandom pasti ada dan termasuk di Arab Saudi. Anda bisa saksikan hari ini. Mereka benar-benar menenggelamkan para fans Argentina."
Perjalanan masih panjang
Fans Argentina datang dalam jumlah yang banyak di Qatar, mengenakan kaos corak warna biru dan putih, mereka terlihat dimana-mana termasuk di Doha. Kaos bertuliskan 'Messi 10' di bagian belakang dipakai oleh sebagian besar fans itu.
Penampakan seperti ini sama sebelum pertandingan di Lusail dengan lagu-lagu Amerika Selatan menggema kencang. Mereka sangat percaya diri ketika ditanya tentang harapan di tahun ini.
Sekarang mereka menghadapi perjuangan yang berat, bahkan terancam keluar dari babak penyisihan grup dengan pertandingan Meksiko melawan Polandia yang bakal menjadi penentu jika mereka ingin bangkit dari kekecewaan.
Pakar sepak bola Spanyol, Guillem Balague, berkata: "Tim seperti Argentina membutuhkan setidaknya beberapa solusi individu. Dan mereka tidak menemukannya."
"Lini tengah mereka tidak mendapat cukup bola untuk dioper ke Messi. Ditambah setiap kali ada yang mencoba menggulirkan bola untuk mengalahkan bek --Angel di Maria, Julian Alvarez-- mereka ditahan oleh pemain belakang yang selalu menempel."
"Tidak ada cukup keleluasaan untuk Messi bergerak, tidak cukup ruang yang tercipta. Dia selalu dikelilingi oleh tim lawan. Semuanya terlalu lambat, terlalu bisa diprediksi bagi Argentina."
Mantan bek kanan timnas Argentina, Pablo Zabaleta, berkata kepada BBC One: "Karena banyak orang memfavoritkan Argentina memenangkan Piala Dunia karena dari 36 pertandingan tak terkalahkan. Terlalu banyak ekspektasi."
"Itulah kenapa saya benci orang-orang berkata seperti itu - karena ini adalah Piala Dunia, Anda tidak bisa meremehkan tim lain, ini adalah kompetisi terbesar di sepak bola."
"Apakah kami masih bisa menang? Tentu saja. Kami pernah kalah di gim pertama tahun 1990 saat melawan Kamerun dan kemudian kami mencapai final. Jadi perjalanan masih panjang."
Terakhir kali Argentina gagal lolos ke babak kedua di Piala Dunia adalah tahun 2002, dan pakar sepak bola dari Amerika Selatan, Tim Vickery, belum melupakannya.
Kepada BBC Radio 5 Live, dia berkata: "Argentina memiliki beberapa pengelompokkan ulang hari ini, tapi saya belum memperhitungkannya."
"Apa yang mereka lakukan selanjutnya? Mereka harus menggali lebih dalam."
Peringkat terbesar di Piala Dunia
Ada banyak kejutan di Piala Dunia selama bertahun-tahun, tapi menurut analisis Gracenote Nielsen, kemenangan Arab Saudi atas Argentina menempati peringkat terbesar.
Peringkat Sepak Bola Gracenote mengukur kekuatan tim untuk memperkirakan kemungkinan menang atau seri untuk setiap tim dalam kompetisi.
Pertandingan yang dimenangkan dalam waktu normal oleh tim underdog atau yang tak diunggulkan dengan presentase peluang menangnya kecil, menurut perkiraan ini diidentifikasi sebagai kejutan besar.
Biggest World Cup shocks according to analysis by Nielsen Gracenote | ||
---|---|---|
Result | Year | Chance of victory for winning team |
Saudi Arabia 2-1 Argentina | 2022 | 8.7% |
USA 1-0 England | 1950 | 9.5% |
Switzerland 1-0 Spain | 2010 | 10.3% |
Algeria 2-1 West Germany | 1982 | 13.2% |
Ghana 2-0 Czech Republic | 2006 | 13.9% |