Piala Dunia: Timnas Iran Disorot di Tengah Gejolak Protes Antipemerintah

SiswantoBBC Suara.Com
Jum'at, 18 November 2022 | 16:03 WIB
Piala Dunia: Timnas Iran Disorot di Tengah Gejolak Protes Antipemerintah
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pada September lalu, Iran memainkan pertandingan persahabatan melawan juara Afrika, Senegal, di Wina, Austria. Ketika wasit meniup peluit akhir dengan hasil imbang 1-1, suasananya jauh dari perayaan.

Para pemain tidak tampak senang, begitu pula staf pelatih. Suporter Iran di luar lapangan jelas-jelas tidak gembira.

Meski dilarang memasuki stadion oleh petugas keamanan lokal yang direkrut oleh otoritas Iran, suara mereka masih terdengar melalui megafon dan pelantang suara yang mereka pasang di luar. Bahkan mereka begitu keras sampai televisi pemerintah Iran menyiarkan pertandingan itu tanpa suara.

Kehidupan di Iran sejak pertengahan September didominasi oleh gelombang protes anti-pemerintah besar-besaran yang telah berkembang menjadi tantangan paling signifikan bagi negara republik Islam itu dalam lebih dari satu dekade.

Baca Juga: 7 Pemain Liverpool Akan Main di Piala Dunia Qatar 2022, Salah Satunya Idola Kalian?

Baca juga:

Gelombang protes dipicu oleh kematian seorang perempuan berusia 22 tahun yang ditahan oleh polisi moral Iran karena diduga melanggar aturan jilbab yang ketat.

Di luar stadion, para demonstran meneriakkan: "Sebut namanya: Mahsa Amini."

Pemerintah Iran tidak mau orang-orang mendengarnya, terutama di Piala Dunia. Belum jelas bagaimana penggemar atau pemain akan bertindak pada pertandingan pembukaan melawan Inggris pada hari Senin (14/11) di Qatar tetapi semua orang akan menonton.

Mahsa Amini adalah seorang perempuan muda etnis Kurdi dari kota Saqqez, Iran barat laut. Ia meninggal di sebuah rumah sakit di Teheran pada tanggal 16 September, setelah tiga hari dalam keadaan koma.

Baca Juga: Dimulai Hitungan Hari Lagi, Berikut Prediksi Piala Dunia 2022, Negara Mana yang Berpotensi Juara?

Ia sedang berkunjung ke ibu kota bersama keluarganya ketika ditangkap oleh polisi moral Iran, yang menuduhnya melanggar hukum yang mengharuskan perempuan untuk menutupi rambut dengan jilbab dan lengan serta kaki dengan pakaian longgar.

Ada banyak laporan bahwa petugas polisi moral memukul kepala Amini dengan tongkat dan membenturkan kepalanya ke salah satu kendaraan mereka. Pihak berwenang membantah Amini telah dianiaya dan mengatakan perempuan itu menderita "gagal jantung mendadak". Keluarganya mengatakan ia bugar dan sehat.

Kematian Amini memicu kemarahan publik. Saat upacara pemakamannya di Saqqez, sejumlah perempuan melepas jilbab mereka dan meneriakkan yel-yel menentang pemerintah. Video peristiwa itu beredar di media sosial dan reaksi menyebar dengan cepat ke seluruh negeri. Olahraga telah menyediakan panggung bagi protes.

Pada bulan Oktober, Elnaz Rekabi, seorang pendaki perempuan, ikut serta dalam Kejuaraan Asia di Korea Selatan tanpa mengenakan jilbab. Ribuan orang menemuinya di bandara ketika ia kembali untuk menyambutnya.

Sebelum penerbangan pulang, ia mengunggah pesan Instagram yang mengatakan ia berkompetisi tanpa kerudung "tanpa sengaja". Bagi banyak orang, bahasa yang digunakan dalam pesan itu membuatnya terkesan ditulis di bawah tekanan.

Namun sepak bola menyediakan panggung terbesar bagi mereka yang ingin menunjukkan dukungan pada aksi protes di Iran, sebagai olahraga terpopuler di negara itu. Dan sejumlah pesohor telah ikut serta.

Ali Karimi, mantan pemain sepak bola internasional Iran yang menghabiskan dua musim di Bayern Muenchen dari 2005-2007, telah menjadi tokoh gerakan oposisi. Ali Daei, pencetak gol terbanyak Iran dan sosok legendaris di negara tersebut, juga menunjukkan dukungannya.

Menjelang pertandingan melawan Senegal pada 27 September, beberapa pemain Iran mengunggah pesan di media sosial yang mendukung para demonstran, meskipun telah diminta untuk tidak melakukannya.

Sardar Azmoun, striker Bayer Leverkusen berusia 27 tahun dan mungkin pemain bintang timnas Iran, terus mengunggah dukungannya di Instagram - satu dari sedikit jejaring media sosial yang diizinkan beroperasi di Iran.

Dalam beberapa bulan terakhir para pemain menolak untuk merayakan gol yang dicetak di liga Iran.

Setelah bola melewati garis pembatas, si pencetak gol biasanya menurunkan tangannya, sebagai pesan yang barangkali dimaksudkan untuk mengingatkan para penonton tentang apa yang sedang terjadi di Iran.

Human Rights Activists News Agency, asosiasi pers pembela HAM di Iran, memperkirakan 15.800 demonstran telah ditahan dan 341 tewas dalam unjuk rasa. Mereka juga melaporkan kematian 39 petugas keamanan.

Siaran televisi negara tidak memperlihatkan tim yang mencetak gol. Alih-alih, mereka menunjukkan para pemain dari tim yang baru saja kebobolan.

Para pemain Esteghlal FC, satu dari dua klub yang paling banyak pendukungnya di Iran, memutuskan untuk tidak melakukan perayaan ketika mereka memenangkan Piala Super dua pekan lalu.

Mereka berkata kepada panitia bahwa mereka hanya akan ikut serta dalam upacara pasca-pertandingan jika tidak ada kembang api dan tidak ada musik. TV pemerintah juga memotong gambar-gambar itu.

Semua pertandingan liga Iran telah dimainkan secara tertutup sejak protes dimulai. Banyak yang berpikir alasannya adalah pihak berwenang Iran percaya bahwa para suporter berpotensi menjadi ancaman keamanan.

Di Piala Sepak Bola Pantai Antarbenua di Dubai pada awal November, Saeed Piramoon dari Iran menirukan gerakan memotong rambut setelah mencetak gol gestur yang telah menjadi referensi simbolis untuk demonstrasi yang di dalamnya beberapa perempuan memotong rambut mereka di depan umum. Ia dan timnya mengalahkan Brasil di babak final dan sekali lagi tidak ada selebrasi.

Tim bola basket, sepak bola pantai, bola voli, dan polo air Iran semuanya memilih untuk tidak menyanyikan lagu kebangsaan pada pertandingan akhir-akhir ini.

Tapi tim nasional sepak bola pria tidak diragukan lagi akan menjadi yang paling banyak diperhatikan. Dalam pertandingan terakhir mereka sebelum Piala Dunia - pertandingan persahabatan melawan Nikaragua yang dimainkan di Teheran secara tertutup - banyak pemain juga menolak menyanyikan lagu kebangsaan, dengan pengecualian dua orang yang sebelumnya secara terbuka mendukung rezim tersebut.

Semua ini membuat persiapan Piala Dunia menjadi hal yang menegangkan bagi Iran dan penggemar sepak bolanya. Apa yang akan terjadi jika para pemain Iran kembali menolak menyanyikan lagu kebangsaan, atau melakukan semacam protes lain di depan kamera di Qatar? Apa yang akan mereka lakukan jika mereka mencetak gol?

Hasil undiannya sendiri juga cukup luar biasa.

Di tengah semua gejolak di dalam negeri, Iran akan menghadapi Amerika Serikat, Inggris dan Wales negara-negara yang dianggap pemerintah Iran termasuk musuh bebuyutannya.

Pertemuan dengan Amerika Serikat khususnya akan membangkitkan kenangan akan kebanggaan nasional yang dirasakan di seluruh Iran setelah kemenangan 2-1 mereka di babak grup Piala Dunia 1998 di Prancis kemenangan pertama mereka di turnamen tersebut.

Bagaimana reaksi penggemar Iran terhadap hasil serupa di Qatar? Banyak yang merasa terbelah. Mereka tidak yakin apakah mendukung timnas mereka dapat berarti mengkhianati para pengunjuk rasa yang mempertaruhkan nyawa di kampung halaman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI