Kesombongan Johan Cruyff, Kehancuran Barcelona dan Rekor AC Milan yang Belum Terpatahkan di Final Champions League

Syaiful Rachman Suara.Com
Rabu, 02 November 2022 | 08:30 WIB
Kesombongan Johan Cruyff, Kehancuran Barcelona dan Rekor AC Milan yang Belum Terpatahkan di Final Champions League
Pemain AC Milan rayakan kemenangan 4-0 atas Barcelona di final Champions League yang digelar di Stadion Olimpiade Athena, 18 Mei 1994. [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kata-kata Cruyff dalam jumpa pers ketika itu tidak terlupakan hingga kini karena kesombongan legenda asal Belanda tersebut.

Karena pada akhirnya, AC Milan yang ia remehkan menang telak dengan skor 4-0 dalam partai final yang digelar di Stadion Olimpiade, Athena, 18 Mei 1994.

Empat gol AC Milan dalam laga tersebut dicetal oleh Daniele Massaro (22', 45+2'), Dejan Savicevic di menit 47 dan Marcel Desailly di menit 58.

Pemain AC Milan Paolo Maldini merebut bola dari pemain Barcelona Miguel Angel Nadal di final Champions League yang digelar di Stadion Olimpiade Athena, 18 Mei 1994. [AFP]
Pemain AC Milan Paolo Maldini merebut bola dari pemain Barcelona Miguel Angel Nadal di final Champions League yang digelar di Stadion Olimpiade Athena, 18 Mei 1994. [AFP]

Pendekatan 'Catenaccio' Fabio Capello yang Mengubah Paradigma

Pada tahun 1994, 'serangan lebih unggul daripada pertahanan' adalah kebijaksanaan yang berlaku. Namun seperempat abad kemudian, para ahli taktik yang mengutamakan pertahanan – mereka yang memprioritaskan pragmatisme dan serangan balik – masih mengotori permainan.

Semua itu dimulai di Athena lewat pendekatan Fabio Capello yang pada akhirnya menghidupkan kembali pemikiran Catenaccio- sistem taktis yang menitikberatkan kekuatan pada pertahanan.

Kemenangan mengejutkan 4-0 AC Milan atas Barcelona bukan hanya tentang 'membunuh' the dream team saat itu, tapi juga menjadi hari kelahiran kembali taktik reaktif.

“Kalian lebih baik dari mereka, kamu akan menang,” demikian pesan yang dibagikan Cruyff kepada para pemainnya jelang final. Pesan yang justru menjadi bumerang bagi Barcelona.

Dengan bermain bertahan, Capello ternyata mampu mengeksploitasi kelemahan Barcelona. Pelatih asal Italia itu mengatur timnya untuk menekan hanya di setengah lapangan mereka sendiri, mencekik lini tengah Barca dengan blokade sempit sebelum melancarkan serangan balik cepat lewat sayap.

Baca Juga: Profil Shin Jae-won, Anak Shin Tae-yong yang Berlatih Bersama Timnas Indonesia U-19

Usai kekalahan di final Champions League 1994, era keemasan Barcelona bersama Cruyff berakhir. Barcelona tidak lagi memenangi gelar hingga sang legenda dari Negeri Kincir Angin itu dipecat pada 1996.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI