Kronologi Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Batalkan Autopsi: Didatangi Polisi, Merasa Terancam

Arief Apriadi Suara.Com
Kamis, 20 Oktober 2022 | 08:38 WIB
Kronologi Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Batalkan Autopsi: Didatangi Polisi, Merasa Terancam
Devi Athok menunjuk foto kedua putrinya yang terpajang di ruang tamu rumahnya. Keduanya meninggal dunia saat Tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan 133 nyawa melayang dalam peristiwa paling mengerikan dalam dunia sepakbola Indonesia. [Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Devi Athok (43), ayah dari salah satu korban Tragedi Kanjuruhan secara mengejutkan membatalkan kesediaan autopsi terhadap dua almarhum anaknya. Bagaimana kronologinya?

Melansir TIMES Indonesia via SuaraMalang.Id--jaringan Suara.com, Kamis (20/10/2022), Devi Athok pada awalnya setuju agar dua anaknya yang jadi korban tewas Tragedi Kanjuruhan diautopsi.

Dia mengaku emosi setelah mendengar penjelasan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo yang menyebut kematian korban Tragedi Kanjurhan bukan disebabkan gas air mata, melainkan karena kekurangan oksigen dan tersinjak-injak.

"Polisi bilang kematian bukan gas air mata, tapi karena terinjak-injak. Sopo seng gak pegel (siapa yang nggak marah). Kok segampang itu buat pembodohan masyarakat. Aku pegel (kesal) dan melawan dari situ," kata Devi Athok, Rabu (19/10/2022).

Baca Juga: Momen Iwan Bule Main Bola Bareng Presiden FIFA, Warganet: Nggak Ada Empati?

Devi pun membeberkan sejumlah fakta yang didapatinya sendiri saat menyaksikan kedua putrinya sudah terbujur kaku. Ia menyimpulkan kematiannya terjadi karena sesuatu hal yang tak wajar.

"Anak saya yang Natasya itu dari dada sampai ke atas (wajah) itu biru sampai hitam, keluar darah. Terus yang Nayla adiknya itu dari tenggorokan sampai ke atas (wajah) menghitam. Tidak ada luka sama sekali di badan, si Nayla di hidungnya keluar busa," ungkapnya.

Aparat keamanan menembakkan gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).  (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.)
Aparat keamanan menembakkan gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.)

Bahkan saat memandikan jenazah putrinya untuk kali terakhir, ia memastikan jika tidak ditemukan luka lecet di jasad anaknya.

"Waktu saya mandikan jenazah terakhir kalinya, tidak ada sama sekali dari bawah sampai atas gak ada luka lecet atau apapun dan memang dari itu keluar di sini (mulut dan hidung) seperti racun," katanya.

Namun saat memeluk dan mencium anaknya untuk kali terakhir, Devi merasakan sakit dan perih seperti terkena gas air mata.

Baca Juga: Dari Stadion hingga Nasib Piala Dunia U-20, Rangkuman Hasil Pertemuan Presiden FIFA dengan Jokowi

"Di bajunya itu baunya nggak enak, menyengat. Sampai tujuh hari gatal-gatal muka saya, karena mencium dan memeluk mereka (kedua putrinya)," tuturnya.

Menemukan fakta tersebut, Devi pun bertekad untuk mengupas tuntas persoalan yang hingga kini masih menjadi misteri. Pun ia meminta agar anaknya bisa diautopsi.

"Mungkin kalau autopsi kemarin itu ingin mengetahui secara pasti kematian anak saya, karena di rumah sakit cuma di data dan langsung saya bawa pulang. Saya saja itu pingsan, dan kaget anak saya sudah dikuburkan di Wajak. Kematiannya ini kan nggak wajar. Statemen dari pihak kepolisian waktu itu katanya bukan gas air mata, makanya saya ingin tahu," katanya.

Akhirnya pada 10 Oktober 2022, Devi resmi mengajukan autopsi yang rencananya akan dilakukan secara kolektif.

"Saat itu kan ditanya, ya sudah saya mengajukan autopsi. Itu kan bilangnya awal masih kolektif, saya mau," tegasnya.

Tekad Devi untuk mengetahui kebenaran yang terjadi, lambat laun pupus. Sepekan berlalu, Devi merasa tidak mendapat dukungan untuk perjuangannya. Padahal, ia menyatakan, dorongan untuk mengetahui kebenaran penyebab anaknya meninggal bukan hanya untuk kepentingannya saja.

"Kemana yang lainnya? Kenapa tim dari KNPI dan teman-teman Aremania kok tidak ada yang membuat pengajuan autopsi? Kemana ratusan korban lain? Kenapa cuma saya sendiri? Itulah yang saya sesalkan sampai sekarang ini," ungkapnya.

Pun kemudian Devi didatangi oleh aparat kepolisian mulai dari Polres Malang, Polda Jatim hingga Mabes Polri. Saat itu, Devi menyesalkan tidak ada satu pihak yang mendampingi Devi.

Bahkan di saat Devi mengajukan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), tidak direspons. Lantaran itu, ia pun memutuskan untuk mundur dari keinginan autopsi per tanggal 17 Oktober 2022.

"Nggak usah lah, daripada nanti banyak kepentingan. Nanti saya malah jadi kelinci percobaan. Sudah jadi korban, kuburan digali, nggak ada kejelasan. Coba kalau korban lain ikut tergugah, kita berjuang bersama. Mohon keikhlasannya, jangan cuma saya. Kalau memang mau autopsi, saya juga ikut ada yang saya tunjuk juga dokternya siapa. Kalau cuma polisi, gak usah wes," katanya.

Lebih lanjut, Devi menyayangkan sikap pasif para korban dan masyarakat Malang termasuk Aremania.

"Kalau usut tuntas, kalau kalian berkorban hanya omongan saja, ya percuma. Ini lawannya negara. Saya mundur saja, kalau sendiri," katanya.

Sebelumnya, Kapolda Jatim Irjen Pol Toni Harmanto menepis tudingan telah mengintimidasi keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang membatalkan permintaan autopsi. Dijelaskannya, pihak keluarga urungkan niat autopsi karena kemauan sendiri.

"Keluarga sementara belum menghendaki untuk dilakukan autopsi," ujarnya, Rabu (19/10/2022).

"Bagaimanapun untuk pelaksanaan autopsi meminta persetujuan keluarga," katanya.

Irjen Toni menegaskan, tidak ada intimidasi dari polisi sehingga autopsi urung digelar yang rencananya dijadwalkan pada Kamis 20 Oktober.

"Tidak benar ya, sekali lagi tidak benar," tegasnya.

"Silahkan di konfirmasi ke yang bersangkutan soal itu,"

Diberitakan sebelumnya, Federasi KontraS Andy Irfan mengungkapkan bahwa aparat kepolisian terus mendatangi rumah keluarga korban yang mengajukan permohonan autopsi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI