Suara.com - Ketua Umum (Ketum) PSSI, Mochamad Iriawan alias Iwan Bule lagi-lagi menghindari para awak media. Iwan Bule kembali menghindari wartawan usai mengunjungi Komnas HAM untuk dimintai keterangan terkait Tragedi Kanjuruhan.
Saat tiba di gedung Komnas HAM, Jakarta, Kamis (13/10/2022), Iriawan nampak berlalu mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan wartawan.
Begitupun setelah selesai pertemuan, Iwan Bule cuek melewati para awak media.
Pernyataan terkait pemanggilan Komnas HAM malah disampaikan oleh Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Sonhadji. Menurut Sonhadji, Iriawan tidak bisa menyampaikan pernyataan karena sedang ada urusan lain.
Baca Juga: Bocor ke Publik, Liga 1 Kembali Restart Akhir November?
"Saya diutus oleh Ketum PSSI untuk sampaikan hasil pertemuan dengan Komnas HAM yang baru saja dilaksanakan. Rekan-rekan sekalian, untuk kesekian kalinya PSSI sampaikan duka mendalam atas insiden Stadion Kanjuruhan," kata Sonhadji.
"Pertama, ketua umum mohon maaf tidak bisa ketemu langsung karena harus langsung ke hotel bertemu FIFA dan AFC berkaitan task force yang tadi dibentuk," sambungnya.
Sonhadji menyampaikan beberapa hal yang ditanyai oleh Komnas HAM kepada PSSI kaitannya dengan Insiden Kanjuruhan. Salah satunya mengenai mengapa bisa sampai ada penembakan gas air mata yang dilakukan aparat keamanan.
"Komnas HAM pertanyakan bagaimana hubungan PSSI dengan PT LIB, Panpel (Arema FC), bagaimana mekanisme penjatuhan hukuman dan lain-lain, sampai dengan masalah adanya penembakan gas air mata," terang Sonhadji.
"Tapi dari hasil pertemuan itu, catatan yang menjadi atensi dari Komnas HAM untuk perbaikan PSSI tentunya kami rangkum, terlebih kesekjenan akan tindaklanjuti termasuk atensi Komnas HAM tentang adanya trauma healing," ungkapnya.
Baca Juga: PUPR Akan Jadikan Semua Stadion Liga 1, Liga 2 dan Liga 3 Nyaman dan Aman untuk Gelar Pertandingan
Dalam beberapa waktu terakhir Mochamad Iriawan seperti menghindari awak media ketika ia kini didesak mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI.
Adapun Iriawan diminta mundur oleh pecinta sepak bola Indonesia sebagai bentuk tanggung jawab moral insiden Kanjuruhan.