Suara.com - Wakil Ketua Umum PSSI, Iwan Budianto menyebut mustahil sebelum tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, seluruh aturan FIFA diterapkan di Indonesia. Selepas insiden mengerikan itu seluruh pihak kini saling bergandengan mencari solusi agar kejadian serupa tidak kembali terulang.
Seperti diketahui, ratusan orang meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan pasca laga antara tuan rumah Arema FC vs Persebaya Surabaya beberapa waktu lalu. Ada beberapa hal yang diduga sebagai penyebab jatuhnya banyak korban.
Salah satunya adalah gas air mata yang ditembakkan petugas keamanan ke tribune penonton. Dalam statuta FIFA, penggunaan gas air mata dilarang.
Kini, PSSI bersama pemerintah dan sejumlah pihak terkait akan duduk bersama menyelaraskan aturan yang tepat. Nantinya, aturan akan dibuat khusus mengacu pada FIFA sebagai induk sepak bola dunia.
Baca Juga: Daftar 11 Sasaran Tembak Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan, ke Mana Saja?
Lalu, ada dugaan kelalaian yang dilakukan panitia pertandingan terkait kehadiran penonton melebihi jumlah kapastias. Selain itu juga alur keluar masuk penonton yang tidak tepat.
Iwan Budianto menyebut Tragedi Kanjuruhan telah membuka ruang untuk makin menyelaraskan peraturan FIFA dengan peraturan sepak bola di negara ini. Sebab, sulit bagi FIFA menerapkan beberapa aturan karena berbagai persoalan.
"Kami bersyukur pemerintah memfasilitasi kami. PSSI adalah organisasi yg menginduk kepada FIFA dan kami terikat aturan FIFA," kata Iwan Budianto di Gedung Kemenpora, Kamis (6/10/2022).
"Sebelum ada kejadian ini, adalah hal mustahil menyamakan aturan FIFA dengan aturan negara ini," ia menambahkan.
Ada beberapa hal yang membuat aturan FIFA sulit diterapkan sepenuhnya. Seperti keterbatasan klub dalam memiliki fasilitas pertandingan dan personel keamanan mandiri
Baca Juga: PSSI: FIFA Tidak Bahas Sanksi, Bahkan Siap Mendukung Secara Tim dan Finansial
"Apa yang diatur oleh FIFA, itu kan susah kita laksanakan 100 persen di sini. Seperti contoh paling sederhan stadion. Di Eropa itu, semua klub mempunyai stadionnya masing-masing sementara klub di sini meminjam," ucap Iwan.
"Eropa keamanan di sana itu pegawai dari klub tersebut, yang digaji setiap bulan yang tugasnya memang untuk mengamankan sebuah pertandingan."
"Tetapi di Indonesia karena keterbatasan kepemilikan tadi, sekaligus keterbatasan personelnya, maka panitia pelaksana pertandingan 18 klub Liga 1 itu meminta kekuatan dan keamanan dari kepolisian."
"Itu yang membedakan, sehingga masing-masing mempunyai peraturannya sendiri-sendiri," ungkapnya.
Ke depan akan ada diskusi antara PSSI dan Polri mengenai aturan pengamanan yang tepat di dalam stadion.
"Insya Allah ini jadi perbaikan sepak bola Indonesia ke depan karena ada banyak yang dibuat sekarang yang diakomodir dari FIFA," pungkasnya.