Korban Tragedi Kanjuruhan Nur Saguwanto Patah Kaki, Muka Melepuh, Orangtua Cari Utang Uang untuk Pengobatan

Kamis, 06 Oktober 2022 | 13:03 WIB
Korban Tragedi Kanjuruhan Nur Saguwanto Patah Kaki, Muka Melepuh, Orangtua Cari Utang Uang untuk Pengobatan
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Nasih buruk juga menimpa Nur Saguwanto (19), korban tragedi Kanjuruhan. Nur Saguwant patah kaki, hingga muka pelepuh karena kejadian itu. Dia salah satu orang yang diserang gas air mata polisi setelah pertandingan Arema vs Persebaya selesai pada Sabtu malam, (1/10/2022).

Kini kondisinya masih lemas di rumah. Rumahnya di Jalan Karsidi RT 2 RW 3, Desa Tegalsari, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Kakinya patah di pergelangan.

Selain Wajah melepuh, kelopak mata Nur juga bengkak. Bahkan masih ada sisa gas air mata yang menempel di wajahnya.

Dikutip dari BeritaJatim, Saguwanto bercerita, waktu kejadian dia ada di tribun 11.

Baca Juga: Sudah Dimaafkan Keluarga Korban, Anggota TNI Pelaku Tendangan Kungfu di Kanjuruhan Tetap Diproses Hukum

Saat itu, dia melihat ada sejumlah suporter yang turun ke lapangan beberapa saat setelah pertandingan Arema vs Persebaya selesai pada Sabtu malam, (1/10/2022).

“Tiba tiba ada tembakan gas air mata di tempat saya duduk. Setelah itu saya nggak ingat lagi,” kenang Saguwanto, remaja yang baru saja lulus dari salah satu SMK swasta di Gondanglegi, Kamis (6/10/2022).

Saguwanto mengaku datang ke Stadion Kanjuruhan untuk menyaksikan pertandingan Arema lawan Persebaya bersama kawannya.

Sang kawan selamat dalam tragedi tersebut, sementara Saguwanto pingsan.

“Saya baru sadar ketika hari Minggu (2/10/2022) pagi. Tahu-tahu saya sudah ada di RSUD Kanjuruhan, Kepanjen. Saya sempat nelpon keluarga, tapi nggak bisa melihat HP karena pandangan mata kabur. Pusing,” tuturnya.

Baca Juga: Istri Presiden Arema FC Bakal Bangun Monumen untuk Mengenang Korban Tragedi Kanjuruhan

Sendirian tergeletak di rumah sakit, Saguwanto hanya bisa menangis. Ketika itu, rumah sakit penuh korban luka.

“Saya cuma menangis saja, baru berhenti menangis ketika bertemu keluarga,” ucap Saguwanto.

Sementara itu, ibunda Saguwanto, Dewi Fitri (38), berkisah tentang kepanikan keluarganya mengetahui sang anak jadi korban Tragedi Kanjuruhan. Apalagi, dia sempat kehilangan jejak Saguwanto.

“Kami semua panik, karena anak saya dicari ke semua rumah sakit tidak ada. Baru Minggu pagi anak saya ketemu,” kata Dewi Fitri (38), ibu kandung Saguwanto.

Cari utang uang

Kondisi Saguwanto cukup parah. Setelah mendapatkan perawatan, pemuda tanggung itu diizinkan pulang oleh pihak rumah sakit.

Seharusnya, Saguwanto tetap dirawat di rumah sakit. Tetapi karena ruang perawatan penuh, pihak rumah sakit membolehkan dia dirawat di rumah.

“Akhirnya anak saya dipulangkan. Saya bawa ke rumah, manggil bidan desa untuk membantu memasangkan infus dan merawat langsung,” beber Dewi.

Lantaran dirawat di rumah, Dewi harus mengeluarkan biaya pribadi. Dia sampai mencari pinjaman uang untuk perawatan Saguwanto.

“Kalau biaya waktu perawatan di rumah sakit gratis. Karena dipulangkan, ya mau nggak mau saya cari utangan sendiri. Sudah habis Rp750 ribu hari ini. Ayahnya juga masih mencari utangan lagi,” papar Dewi.

Keluarga Saguwanto adalah keluarga pra-sejahtera. Punya kartu berobat KIS.

Sebagai buruh tani, ayah Saguwanto, Mahfud berharap anaknya bisa kembali sembuh usai jadi korban Tragedi Kanjuruhan. Dia pun mengaku, hingga saat ini tidak mendapat bantuan.

“Kalau bantuan sampai hari ini belum dapat bantuan. Kita rawat anak kami semampunya di rumah, waktu pertama kejadian kondisinya mengenaskan mas, matanya bengkak merah, lebah dan melepuh,” ucap Mahfud.

Nur Saguwanto berharap bisa kembali sehat. Saguwanto mengaku trauma atas kejadian yang menimpanya. Tak menyangka, niatnya menyaksikan Singo Edan berlaga berujung petaka.

“Suasana malam itu mencekam. Gas air mata membuat saya sulit bernafas dan pingsan,” pungkas Saguwanto.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI