Aremania kemudian membuat ulah di Stasiun Gubeng pasca kekalahan Arema. Kapolda Jatim kala itu membawa mereka dalam 6 gerbong kereta api guna menghindari kericuhan dengan Bonek.
Insiden itu rupanya memicu emosi Bonek yang ada di Surabaya. Dengan cepat, mereka mencegat dan menyerang rombongan Aremania pada akhir 1993. Tepatnya saat akan berkunjung ke Gresik.
Tak mau kalah, Aremania kembali membalas perbuatan Bonek dengan mendatangi Stadion Tambaksari pada laga tahun 1996. Namun, pertandingan itu dikawal ketat oleh Komandan Komando Distrik Militer atau biasa disebut DANDIM.
Hal tersebut membuat Bonek hanya bisa berdiam diri dan menahan emosi untuk tidak melakukan aksi nekat yang menyebabkan kerusuhan. Mereka saat itu hanya menghina Aremania melalui kata-kata.
Rivalitas antar supporter dua klub ini kian memanas hingga membuat mereka harus menandatangi kesepakatan bahwa masing-masing tidak akan hadir ke kandang lawan dalam laga apapun yang mempertemukan Arema dan Persebaya.
Surat kesepakatan itu ditandatangani oleh Kapolda Jatim bersama masing-masing ketua supporter di Kantor Kepolisian Daerah Jawa Timur pada tahun 1999.
Sejak saat itu, kedua supporter ini tidak pernah saling ribut dalam pertandingan yang mempertemukan Arema dan Persebaya. Namun, kesepakatan yang ditandatangani tidak berlangsung lama.
Saat pertandingan antara tuan rumah Gelora Putra Delta (GPD) Sidoarjo melawan Arema Malang di Stadion Delta Sidoarjo dalam lanjutan Liga Indonesia VII tahun 2001, Bonek datang karena jaraknya dekat.
Laga itu berakhir dibatalkan karena rusuh. Aremania dan Bonek saling lempar batu hingga para aparat yang berjaga kewalahan. Aremania pun dievakuasi keluar stadion menggunakan truk.
Baca Juga: Keluarga Besar Persebaya Belasungkawa Atas Jatuhnya Korban Aremania
Kontributor : Xandra Junia Indriasti