Suara.com - Kekalahan memalukan yang dialami Bali United saat berjumpa klub Liga Kamboja, Visakha FC, pada lanjutan Grup G Piala AFC 2022 jelas meninggalkan tanda tanya besar di kalangan publik.
Pada pertandingan yang digelar di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Senin (27/6/2022) itu, Bali United yang berstatus sebagai tuan rumah justru digulung Visakha FC dengan skor 2-5
Lima gol Visakha FC pada laga tersebut disumbangkan oleh Paulo Victor (17’ dan 63’), Ouk Sovann (45’ dan 88’), serta Lee Jae-gun (55’). Sementara itu, dua gol balasan dari Bali United dicatatkan oleh Irfan Jaya (9’) dan Privat Mbarga (85’).
Hasil pertandingan ini tentu menghebohkan. Sebab, secara kualitas, sepak bola Indonesia selama ini berada di level yang lebih tinggi ketimbang Kamboja
Baca Juga: Profil Visakha FC, Klub Kamboja yang Baru Berusia 6 Tahun
Namun, kekalahan yang dialami Bali United jelas membuat semua pihak harus membuka mata. Apakah sepak bola Kamboja sudah mulai berkembang ke arah yang lebih baik sedangkan Indonesia masih saja jalan di tempat?
Apabila dirunut, Kamboja memang tengah mencoba untuk memperbaiki kualitas dunia kulit bundarnya. Setidaknya, ada sejumlah gebrakan, utamanya membenahi sistem kompetisi Liga Kamboja.
Profil Liga Kamboja
Sistem kompetisi sepak bola profesional di Kamboja terdiri dari dua kasta, yaitu Cambodian Premier League sebagai kasta pertama dan Cambodian Second League sebagai kasta kedua.
Semua kompetisi sepak bola profesional di Liga Kamboja ini diputar oleh Cambodian Football League Company (CFLC) sebagai operator resmi.
Baca Juga: Piala AFC 2022: Teco Evaluasi Fisik Pemain Bali United Jelang Lawan Kaya FC Iloilo
Sebetulnya, apabila menilik kembali sejarah, usia sepak bola modern di Kamboja masih terhitung muda. Bahkan, sangat jauh jika dibandingkan dengan Indonesia.
Pasalnya, kejuaraan sepak bola nasional di Negeri Khmer itu baru dibentuk pada 1982 pada saat negara itu masih bernama People’s Republic of Kampuchea.
Awalnya, model kompetisinya berkiblat pada sistem yang digunakan di Uni Soviet. Sebab, klub-klub yang bertanding ialah kesebelasan yang dibentuk oleh Kementerian, Kepolisian, Militer, hingga BUMN.
Baru pada tahun 2000, kompetisinya dimodernisasi menjadi Cambodian League atau C-League. Ini menjadi titik mulai penerapan sistem modern di sana.
Sebab, klub harus memenuhi standar profesionalisme karena semua kontestan sudah harus mencari pendanaan dari sponsor dan berbentuk perusahaan.
Mulai tahun 2018, klub Liga Kamboja harus memiliki stadion sendiri untuk menghadapi musim 2019. Gebrakan besar kemudian dilakukan setelah pihak federasi menunjuk Satoshi Saito untuk menjadi CEO CFLC pada Oktober 2021.
Sebagai informasi, Satoshi Saito merupakan mantan manajer pemasaran FC Barcelona dan Wakil Direktur Misi Khusus di Federasi Sepak Bola Jepang (JFA). Ia juga pernah bekerja di AFC dan FIFA.
Sampai saat ini, Phnom Penh Crown masih menjadi klub tersukses karena sudah berhasil meraih tujuh gelar juara (2002, 2008, 2010, 2011, 2014, 2015, dan 2021).
Sementara itu, klub tersukses selanjutnya ialah Boeung Ket (4 gelar juara pada 2012, 2016, 2017, 2020), dan Naga World dengan tiga gelar juara (2007, 2009, dan 2018).
[Muh Adif Setyawan]