Suara.com - Enam bulan lalu, tepatnya pada 29 September 2021, Yuriy Vernydub merayakan kemenangan timnya di kandang Real Madrid, Santiago Bernabeu pada babak penyisihan Grup D Liga Champions.
Tim yang dilatihnya, Sheriff Tiraspol secara luar biasa membungkam Real Madrid 2-1 dan menjadikannya salah satu kejutan terbesar di Liga Champions.
Hasil itu adalah salah satu tinta emas bagi juara Liga Moldova, yang merupakan klub dari Transnistria, sebuah republik yang memisahkan diri dari pengaruh Rusia.
Enam bulan berselang pasca momen menakjubkan di Santiago Bernabeu, Yuriy Vernydub masih memimpin Sheriff Tiraspol untuk bermain di playoff Liga Europa.
Baca Juga: Klub Lain Kutuk Perang, Real Madrid Kok Masih Kerjasama dengan Perusahaan Rusia?
Setelah menang 2-0 atas Braga di kandang, Vernydub dari Ukraina dan para pemainnya telah tiba di Portugal pada 23 Februari lalu. Mereka pun tidur nyenyak sebelum bersiap mempertahankan keunggulan di leg pertama.
Namun, pada leg kedua Kamis (24/2/2022), Sheriff kalah adu penalti 2-3 dari Braga yang dalam laga itu berhasil menang 2-0 untuk menyamakan agregat 2-2.
Kekalahan Sheriff memang menyedihkan, tetapi apa yang selanjutnya dihadapi Yuriy Vernydub sungguh mengerikan. Dia mendapat telepon dari anaknya di Ukraina bahwa Rusia melakukan serangan militer.
Mendengar kabar buruk itu, dia buru-buru pulang menggunakan pesawat. Dia tiba di Lasi, Romania untuk kemudian menaiki bus ke Tiraspol, Transnistria, bersama seluruh tim Sheriff pada Jumat (25/2/2022) malam untuk kemudian berangkat ke Ukraina pada Sabtu pagi.
"Aku tidak ingin berbohong padamu. Ketika saya kembali ke rumah, saya melihat banyak orang kuat meninggalkan negara itu. Jika mereka kembali, saya akan senang," kata Yuriy Vernydub dikutip dari BBC Sports, Jumat (4/3/2022).
Baca Juga: Real Madrid Menang Tipis atas Rayo Vallecano, Carlo Ancelotti Puas
Vernydub mengaku tak bisa mengikuti keputusan koleganya yang memilih mengungsi saat Ukraina diserang Rusia. Dia tak bisa bohong kepada diri sendiri. Dia bertekad untuk membantu negaranya dalam peperangan.
"Orang-orang yang dekat dengan saya mencoba menghentikan saya. Istri saya, anak-anak saya, cucu-cucu saya. Saya berdiri kuat dan saya berterima kasih kepada istri saya karena mendukung saya. Dia tahu karakter saya. Jika saya membuat keputusan, saya tidak akan mengubahnya," kata Vernydub.
"Kami bisa pergi ke Moldova dan opsi ini masih terbuka untuk anak-anak saya, untuk istri mereka, untuk cucu-cucu saya. Tapi saya dan istri saya - kami pasti akan tinggal di sini."
Saat membagikan kisahnya kepada BBC, Vernydub mengaku tengah berada di lokasi yang cukup dekat dengan medan perang, kurang lebih sekitar 120 km dari lokasi baku tembak.
Vernydub mengaku cukup percaya diri untuk turun ke medan perang membantu negaranya karena semasa muda sempat menyicipi pengalaman menjadi tentara.
"Saya berada di ketentaraan ketika saya masih muda - wajib untuk melakukannya selama dua tahun. Tapi itu di unit untuk olahragawan. Selama dua bulan, kami diinstruksikan secara teori dan setelah itu kami belajar cara menangani senjata," ujar Vernydub.
"Tapi itu sudah lama sekali. Saya tidak bisa mengatakan bahwa saya memiliki masalah dalam menggunakan senjata api, saya tahu cara menggunakannya."
Vernydub berjuang di medan konflik tidak sendiri. Dia bergabung dengan kelompok masyarakat yang juga bersedia mengorbankan jiwa dan raganya untuk Ukraina.
"Kolektif di sekitar saya gila. Dengan cara yang baik tentunya. Sangat keren bahwa saya adalah bagian dari tim seperti itu. Ada karakter yang berbeda di sini, jelas Vernydub.
"Tapi mereka bersatu, bersahabat dan sangat termotivasi. Semuanya dibagi di antara kita. Dari sudut pandang ini, semuanya baik-baik saja. Senang juga banyak yang ingin berfoto dengan saya."
Kendati siap mempertaruhkan nyawa membela Ukraina, Vernydub tidak menampik bahwa dia tetap merindukan sepak bola sepanjang waktu. Dia pun berharap perang ini akan segera berakhir di mana Ukraina jadi pemenangnya.
"Sepak bola adalah hidupku. Sejak kecil saya mulai memainkannya, saya adalah pemain profesional, kemudian saya menjadi pelatih. Saya yakin saya akan terus menjadi manajer dan saya akan memenangkan trofi," beber Vernydub.
"Ketika kami mengalahkan Real Madrid, saya tidak bisa membayangkan ini [konflik Rusia-Ukraina," tambahnya.
Pelatih berusia 56 tahun itu pun mengatakan bahwa kekhawatirannya terhadap konflik Rusia-Ukraina sudah dimulai sejak 14 Februari. Saat itu, mulai banyak isu yang menyebut Presiden Rusia, Vladimir Putin akan memerintahkan militernya untuk menyerang Ukraina.
"Pada 14 Februari saya mulai khawatir. Para pemain terus bertanya kepada saya mengapa saya begitu sedih sepanjang waktu. Apakah sesuatu terjadi padaku? Saya terus mengatakan tidak ada yang salah, tetapi segera sesuatu akan terjadi. Mereka terus mengatakan tidak akan, tapi aku merasakan sesuatu," kenang Vernydub.
"Beberapa pemain Sheriff telah menelepon saya dan saya telah menerima pesan suara. Mereka bertanya bagaimana keadaan keluarga saya, bagaimana keadaan anak-anak saya."
"Pada 1 Maret, Sheriff bermain di liga melawan rival dan mereka menang. Saya menghargai itu. Beberapa pelatih juga mengirimi saya kata-kata penyemangat."
"Memikirkan sepak bola memotivasi saya. Sepak bola adalah hidupku. Semoga perang ini tidak berlangsung lama. Kami akan menang dan saya akan kembali ke pekerjaan tercinta saya," pungkasnya.