Suara.com - Melihat kembali 5 pernyataan kontroversial Haruna Soemitro, anggota Exco PSSI yang mengundang reaksi beragam dari penikmat sepak bola Tanah Air.
Nama Haruna Soemitro kembali menjadi perbincangan pecinta sepak bola Tanah Air menyusul pernyataan kontroversinya, salah satunya terkait pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong.
Pernyataan kontroversial tersebut dilontarkannya saat menjadi Narasumber dalam acara bincang-bincang bersama media JPNN di kanal YouTube mereka.
Dalam acara bincang-bincang itu pula, Haruna Soemitro membahas banyak hal seperti Match Fixing hingga pandangannya terhadap pemain naturalisasi.
Baca Juga: Direktur FK Senica Lempar Kode Bakal Ada Rekrutan Baru, Witan Sulaeman?
Berikut 5 pernyataan kontroversial Haruna Soemitro dalam bincang-bincang itu yang memantik reaksi negatif para penikmat sepak bola Tanah Air.
1. Kritisi Pencapaian Timnas Indonesia hingga Membuat Shin Tae-yong Tersinggung
Pernyataan paling kontroversial yang keluar dari mulut Haruna Soemitro pada acara bincang-bincang tersebut adalah kritiknya terhadap pencapaian Timnas Indonesia sehingga membuat Shin Tae-yong tersinggung.
Haruna Soemitro menyebut pencapaian Timnas Indonesia menjadi runner up Piala AFF 2020 tak ada bedanya dengan kiprah pelatih-pelatih lama skuat Garuda.
“Saya tadi sampaikan dalam rapat evaluasi, kalau hanya runner up, tidak perlu Shin Tae-yong. Karena kita sudah beberapa kali jadi runner up,” bunyi pernyataan Haruna Soemitro.
Baca Juga: Dikritik Haruna Soemitro, Shin Tae-yong Justru Berpeluang Dapat Perpanjangan Kontrak dari PSSI
Kritik itu membuat Shin Tae-yong selaku pelatih tersinggung. Haruna Soemitro menyebut pelatih asal Korea Selatan ini tak boleh tersinggung karena kritiknya berasal dari Exco PSSI.
“Shin Tae-yong tersinggung. Jadi seolah-olah kita merecoki dia. Saya bilang, bagaimana Anda bisa tersinggung dengan kritik. Saya ini adalah Exco yang membawa aspirasi dari sekian banyak klub, sekian banyak stakeholders terhadap ekspektasi.”
2. Menganggap Match Fixing Tak Mesti Diberantas
Match fixing atau pengaturan skor menjadi masalah pelik di sepak bola Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, sehingga banyak yang menuntut PSSI untuk memberantas match fixing.
Namun, Haruna Soemitro berpandangan lain. Ia malah berharap agar PSSI tak terbawa arus atau isu dan tak perlu memberantas match fixing.
“Saya justru berharap agar PSSI dalam hal ini (match fixing) jangan hanya terbawa arus pada soal pemberantasan match fixing. Karena riil match fixing bukan sesuatu yang harus diberantas,” tutur Haruna Soemitro.
3. Shin Tae-yong Disebut Tak Menguntungkan Klub Liga 1
Komentar terhadap Shin Tae-yong tak terhenti di soal Piala AFF 2020 saja. Haruna Soemitro menyebut bahwa juru taktik berusia 51 tahun itu tak memberi manfaat ke klub-klub Liga 1 dalam segi permainan.
“Saya ini banyak mendapat masukan dari pelatih Liga 1. Banyak yang menelepon saya, diskusi sama saya begini: ‘Coaching point apa yang kita dapatkan dari Shin Tae-yong selama melatih tim nasional?’”.
Bahkan Haruna Soemitro menyindir permainan dan Game Plan yang diterapkan Shin Tae-yong cenderung Direct Ball atau memainkan bola dari belakang ke depan secara langsung, berbeda dengan klub-klub Liga 1.
“Mayoritas klub Liga 1 melakukan proses dari kaki ke kaki. Proses build up dari bawah. Tapi, proses latihan dan Game Plan Shin Tae-yong justru direct ball. Wajar jika Shin Tae-yong menerima pemain yang tidak siap,” ucapnya.
4. Menyebut Hasil Lebih Penting dari Proses
Haruna Soemitro juga menyebut bahwa baginya apa yang dilihat baik di PSSI dan di level klub itu yang terpenting adalah hasil, bukan proses.
Pernyataan ini juga mengarah kepada hasil yang diterima Timnas Indonesia di Piala AFF 2020 bersama Shin Tae-yong.
“Apa pun d sepak bola, tanpa prestasi itu Nothing. Jadi, mau PSSI mau di klub yang paling pertama orang lihat adalah prestasi. Proses tidak dilihat.”
“Meskipun proses bagus. Tadi kita diskusi dengan Shin Tae-yong. Mengapa proses kita seperti ini. kenapa kita sampai kalah 0-4 dari Thailand padahal kita tidak pernah kalah sebesar itu."
“Di Sea Games terbaru saja kita bisa menang 2-0. Kenapa kemarin kita kalah? Dia bilang Anda tidak tahu prosesnya. Ya memang begitu sepak bola. Orang tidak mau melihat proses, yang mau dilihat hasil,” kata Haruna Soemitro.
5. Tak Setuju Pemain Naturalisasi
Haruna Soemitro pun membeberkan ketidaksukaannya terhadap program naturalisasi pemain keturunan. Ia pun menjelaskan alasan rasa tidak setujunya tersebut.
“Saya termasuk rezim yang tidak setuju dengan naturalisasi. Saya memang berbeda dengan (Ketua PSSI). Saya selalu berdebat urusan naturalisasi.”
“Sekarang ambil contoh apa yang kita hasilkan dari pemain naturalisasi ini? Kritik saya begini. Ketika kita mau menaturalisasi, kita harus apple to apple dengan pemain lokal kita. Apakah pemain lokal kita tidak ada yang sebagus itu?”
“Contoh, sorry ya, contoh Sandy Walsh umpamanya, pemain belakang posisi bek kanan atau apa, sekarang pertanyaannya bagus mana Sandy Walsh dengan Asnawi Mangkualam?”
“Kalau kemudian kedatangan dia menghilangkan kesempatan bagi anak bangsa kita, itu menjadi masalah besar kan begitu,” tukas Haruna Soemitro.
Kontributor: Zulfikar Pamungkas