Kota Limbe Tetap Gelar Pertandingan Piala Afrika 2021 Meski Terjadi Perang Sipil

Syaiful Rachman Suara.Com
Rabu, 12 Januari 2022 | 21:41 WIB
Kota Limbe Tetap Gelar Pertandingan Piala Afrika 2021 Meski Terjadi Perang Sipil
Penonon menyaksikan pertandingan Piala Afrika antara Tunisia vs Mali di Limbe, Kamerun, 12 Januari 2022. [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kota Limbe di Afrika menjadi salah satu lokasi tuan rumah Piala Afrika. Tapi tahukah Anda bahwa situasi di kota Limbe tidak kondusif. Pemicunya adalah perang sipil.

Sejarah Terjadinya Perang Sipil di Limbe

Setiap penyelenggaraan Piala Afrika, masalah keamanan kerap menjadi sorotan. Pasalnya, banyak gerakan perlawanan yang masih aktif di Afrika, termasuk di Kamerun, dan Limbe yang masuk di dalam kawasan tersebut.

Limbe, seperti narasi di atas, berada dalam situasi perang sipil. Kondisi ini sudah berlangsung selama 50 tahun lamanya.

Baca Juga: Semifinal Piala Super Spanyol, Carlo Ancelotti Waspadai Pemain Muda Barcelona

Pemicunya cukup pelik. Limbe merupakan satu-satunya kawasan yang penduduknya menggunakan bahasa Inggris dalam komunikasi sehari-hari. Di satu sisi, kawasan lainnya, masyarakat Afrika menggunakan bahasa Perancis.

Merujuk sejarah, Kamerun adalah negara bekas jajahan Inggris dan Perancis. Warisan kolonial kelam itu ternyata masih meninggalkan perpecahan diantara suku-suku di Limbe.

Selama beberapa dekade setelah kemerdekaan Kamerun, Anglophones (penutur berbahasa Inggris) mengeluh karena merasa terpinggirkan.

Mereka bersikap demikian karena kekuatan politik dan ekonomi terkonsentrasi di tangan warga mayoritas berbahasa Prancis (Francophones).

Pada 2016 pengacara dan guru dari kelompok Anglophones memimpin gerakan demonstrasi. Banyak yang ditangkap dan dalam beberapa bulan setelah insiden tersebut, pecah perang di wilayah tersebut.

Baca Juga: Prediksi Susunan Pemain Barcelona Vs Real Madrid, Ansu Fati Masuk Line Up

Tidak ada yang tahu persis berapa banyak orang yang tewas, meski kelompok separatis dan tentara sama-sama dituduh melakukan kekejaman dan pelanggaran HAM. Dalam narasi dari kuping ke kuping, lebih dari satu juta orang dipaksa meninggalkan rumah mereka, mengungsi ke negara-negara tetangga.

Sejak kejadian itu, Limbe berubah menjadi apa yang dikenal sebagai kota hantu. Pasalnya, ancaman kelompok separatis untuk menyerang siapa saja yang pergi bekerja atau bersekolah, yang mereka anggap sebagai simbol pemerintah pusat.

Dalam suatu kesempatan, sebuah kelompok yang mengatasnamakan Ambazonia mengancam akan menyerang stadion di hari pertandingan. Dalam orasi yang disampaikan, mereka telah memasang sejumlah bahan peledak (IED) di Limbe Omnisport Stadium jika pertandingan Piala Afrika tetap digelar di daerah itu.

Guna mengantisipasinya gejolak, pemerintah pusat mengerahkan ribuan personel militer dan polisi untuk mengamankan Limbe dan stadion sepak bola berkapasitas 20.000 penonton yang dibangun pada 2012 dan diresmikan pada 26 Januari 2016.

Kejadian itu adalah salah satu dari sedikit stadion di dunia yang dibangun di atas bukit dan memiliki pemandangan laut yang menakjubkan.

Pada November 2016, stadion ini menjadi tuan rumah pertandingan sepak bola wanita sebagai bagian dari turnamen internasional pertamanya.

Kembali ke masa sekarang, Limbe akan menyelenggarakan pertandingan Grup F yang dihuni Mali, Tunisia, Mauritania, dan Gambia, serta satu pertandingan Grup E antara Sierra Leone dengan Guinea Khatulistiwa.

Limbe juga akan menyelenggarakan dua pertandingan babak 16 besar Piala Afrika.

"Kami sangat senang bagi warga Kamerun. Kami akan senang menyambut orang-orang dari negara lain untuk turnamen hebat ini," kata Erik, salah satu penjaga gawang di klub lokal Limbe, dikutip dari laman BBC Sport.

Erik sejatinya juga menantikan event Piala Afrika. Sebab, pemain-pemain bintang Liga Premier seperti Mohamed Salah dari Mesir dan Sadio Mane dari Senegal akan unjuk aksi di ajang ini.

Namun apa boleh buat, kemungkinan dia hanya bisa menonton bintang-bintang tersebut dari layar televisi.

"Mungkin saya bisa berbicara dengan mereka, menyapa mereka. Saya akan sangat senang," ucap Erik.

[Penulis: Kusuma Alan]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI