Suara.com - Kehadiran Egy Maulana Vikri di Singapura pada 22 Desember 2021 menjadi angin segar bagi Timnas Indonesia yang tengah berjuang di semifinal Piala AFF 2020.
Egy Maulana Vikri, pesepak bola yang merumput di Liga Slovakia bersama klub FK Senica, dinilai bisa memberikan kreativitas tambahan di lini serang skuad "Garuda".
Anggapan tersebut didasarkan pada performa Egy yang memang baik di Liga Polandia. Di sana, pemain berusia 21 tahun itu bermain 13 kali, membuat dua gol dan memberikan satu umpan gol (assist).
Laki-laki asal Medan, Sumatra Utara, itu juga mencicipi dua penampilan di Piala Slovakia dan berhasil mengirimkan tiga assist.
Baca Juga: Piala AFF Harus Gunakan VAR, Ini Alasannya
Di Singapura, Egy sudah berlatih penuh bersama rekan-rekannya dan siap diturunkan pada laga leg kedua semifinal Piala AFF 2020 kontra Singapura di Stadion Nasional, Sabtu (25/12/2021), mulai pukul 19.30 WIB atau 20.30 waktu setempat.
Timnas Indonesia membutuhkan kemenangan dari pertandingan itu untuk menembus final setelah leg pertama berakhir imbang 1-1.
Namun, yang jadi pertanyaan saat ini adalah, apakah Egy dapat memperlihatkan kemampuan terbaiknya dalam laga penting tersebut?
Jawabannya tentu saja bisa, dengan syarat Egy dapat mengalahkan salah satu musuh utamanya saat ini yaitu "jet lag".
"Jet lag", menurut Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris, adalah gangguan tidur akibat penerbangan jauh ke wilayah dengan zona waktu berbeda.
Baca Juga: Live Streaming Timnas Indonesia vs Singapura, Laga Hidup Mati di Piala AFF 2020 Malam Ini
Untuk sampai ke Singapura, Egy menempuh lebih dari 18 jam penerbangan dari Slovakia. Dua negara berjarak sekitar 9.400 kilometer ini berbeda waktu tujuh jam.
Perlu diingat pula, saat ini, Slovakia tengah menikmati musim dingin yang bersalju, sementara Singapura memiliki iklim tropis yang hangat.
Egy pun praktis hanya memiliki waktu penuh dua hari untuk membiasakan dirinya dengan situasi Singapura, sebelum berlaga pada Sabtu (25/12/2021).
Dalam tulisan "Pengaruh Jet Lag dan Cara Mengatasi -- Tinjauan Fisiologi" (2005), dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta Tri Prabowo menjelaskan bahwa tidak ada ukuran baku berapa lama seorang atlet bisa mengatasi kendala tidur pascapenerbangan panjang.
Namun, jika diperkirakan, pemulihan akan berlangsung 92 menit per hari jika penerbangan dilakukan ke arah barat, sementara kalau ke timur, pemulihan berjalan 57 menit per hari.
"Untuk mengasi jet lag ini dibutuhkan beberapa hal mulai dari pre-adaptasi, pemilihan menu makanan, fototerapi (terapi cahaya-red) dan pemberian obat-obat-obatan. Walaupun begitu, motivasi atlet juga berperan untuk meringankan gejala dan kecepatan adaptasi," tulis Tri.
Dampak dari jet lag ini sendiri sangat serius bagi seorang atlet. Di samping sulit tidur, mereka akan sering diselimuti kelelahan, kurang konsentrasi, sulit mewaspadai situasi, gangguan pencernaan yang berujung pada turunnya performa baik dalam latihan maupun pertandingan.
Jika tetap beraktivitas dalam kondisi jet lag belum tertangani sempurna, sang pemain sangat rawan cedera.
Sello Motaung, personel tim medis FIFA (FIFA Medical Officer) dan dosen paruh waktu di Universitas Witwatersrand - Centre for Exercise Science and Sports Medicine, menyebut bahwa kerja sama antarpihak dalam tim sangat menentukan keberhasilan pengembalian kondisi pesepak bola yang tengah jet lag dengan segera.
Dalam "Travelling With Football Teams" (2010), Motaung menekankan bahwa pemberian nutrisi, cairan yang disesuaikan dengan intensitas latihan, program pemulihan, hari pertandingan dan cuaca harus diperhatikan oleh staf medis tim. Dan, yang tak kalah pentingnya yaitu mengatur waktu sang pemain untuk keluar ruangan dan mendapatkan sinar matahari.
Untuk kasus Egy, yang terbang ke arah timur dengan beda waktu tujuh jam, Motaung menyarankan saat terbaik untuk mendapatkan cahaya surya adalah pada pukul 11.00-17.00 waktu setempat.
"Paparan dari sinar matahari dapat mengaktifkan 'zeitgeber', semacam 'agen' yang menyelaraskan ritme jam tubuh. Akan tetapi, kesuksesan dari paparan sinar matahari ini bergantung pada ke arah mana perjalanan itu dan zona waktu yang dituju," kata dokter tim nasional Afrika Selatan pada tahun 2002-2007 itu.
Di Piala AFF 2020, kondisi sejenis sempat dialami oleh bek timnas Malaysia, Dion Cools. Cools, pemain klub FC Midtjylland di Liga Denmark, tiba di Singapura dari Denmark pada Kamis (16/12) malam dan tampil sebagai "starter" saat melawan Indonesia pada Minggu (19/12) atau tiga hari kemudian.
Artinya, pesepak bola berumur 25 tahun yang sudah tampil di Liga Eropa dan Kualifikasi Liga Champions 2021-2022 itu hanya mempunyai dua hari penuh untuk beristirahat sebelum berlaga, sama seperti Egy.
Jarak dari Denmark ke Singapura sekitar 10.000 kilometer, perbedaan waktu tujuh jam dan penerbangan memakan waktu belasan jam. Juga mirip dengan perjalanan Egy ke Singapura.
Dion Cools, dibantu ofisial timnas Malaysia, tentu saja sudah melakukan banyak cara untuk mengalahkan jet lag. Namun, Cools tidak dapat menunjukkan penampilan maksimal di lini belakang skuad "Harimau Malaya". Malaysia akhirnya kalah dengan skor telak 1-4. [Antara]