Suara.com - Gembar-gembor Ralf Rangnick akan segera diresmikan sebagai pelatih interim Manchester United semakin gencar. Sang juru taktik dikabarkan telah setuju dengan tawaran yang diberikan Setan Merah.
Di luar isu kehadiran Ralf Rangnick sebagai manajer interim Manchester United, lelaki 63 tahun tersebut nyatanya punya jalan hidup yang cukup menarik semasa aktif bermain.
Jauh sebelum dikait-kaitkan sebagai pengganti sementara Ole Gunnar Solskajer di Manchester United, Inggris bukanlah negara yang asing untuk Ralf Rangnick.
Tanah Britania merupakan titik awal dalam perjalanan Rangnick mengasah skill sepak bola. Meski demikian, Inggris juga sempat menghadirkan mimpi buruk baginya.
Baca Juga: Ralf Rangnick Setuju Jadi Pelatih Interim Manchester United
Saat itu, Rangnick berlabuh ke Inggris guna melanjutkan studi di Sussex, Brighton. Usianya kala itu masih 21 tahun.
Sepak bola menjadi daya tarik tersendiri bagi Rangnick sembari menimba ilmu di kampusnya. Dia kemudian bergabung dengan klub kampus, Southwick FC.
Mengisi pos gelandang tengah, debut Rangnick untuk Southwick FC tak berjalan mulus. Dia hanya tampil 15 menit saat menghadapi Steyning Town di tahun 1979.
Alih-alih terus menunjukan bakatnya, Rangnick harus menerima fakta bahwa dirinya mendapat cedera parah saat memainkan laga kedua bersama Southwick FC.
Mimpi buruk Rangnick datang setelah terkena tekel horor. Lebih parah, tekel itu dilakukan lawan dari arah belakang Rangnick.
Baca Juga: Intip Kiprah Ronaldo di Liga Premier, Messi: Manchester United Tak Sebagus yang Kita Pikir
Pelanggaran keras itu membuat Rangnick terkapar. Dia bahkan terancam kehilangan nyawa jika karena tulang rusuknya yang patah menembus paru-paru.
"Saya memiliki pengalaman ditekel dari belakang. Karena kejadian tersebut, sebanyak 3 tulang rusuk saya patah dan salah satunya menusuk paru-paru saya," ucap Ralf Rangnick seperti dikutip dari The Sun.
Sudah jatuh tertimpa tangga, begitulah yang dirasakan Rangnick usai mendapat tekel dari lawan. saat itu, tak satu pun pemain atau staf tim membantunya.
Kala itu Inggris meyakini jika yang berhak menyentuh atau membantu pemain yang cedera hanyalah dokter. Pemikiran itu membuat Rangnick sempat bingung.
"Saya sangat heran kenapa tidak ada yang membantu. Kala itu, ketika ada pemain yang cedera, tidak ada satu pun yang boleh menyentuhnya," ujar Rangnick.
"Di Inggris, yang memiliki kewenangan itu hanyalah dokter. Saya sungguh tak habis pikir dengan hal tersebut." imbuhnya.
Meskipun demikian, Rangnick pada akhirnya segera dilarikan ke rumah sakit terdekat di Chichester dan mendapat perawatan selama tiga pekan.
Saat itu, dia benar-benar harus melupakan pesepak bola untuk sementara waktu, karena waktu pemulihannya yang mencapai empat bulan.
Kontributor: Eko Isdiyanto.