Suara.com - Presiden Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA), Gianni Infantino, menegaskan bahwa semua orang diperbolehkan untuk menyaksikan langsung Piala Dunia 2022 di Qatar.
Pernyataan itu disampaikan Infantino manakala jam hitung mundur digital dipajang di Doha, Qatar, untuk mengingatkan satu tahun sebelum kickoff Piala Dunia 2022.
Piala Dunia 2022 telah diselubungi isu kontroversial khususnya terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan Qatar selaku tuan rumah.
Qatar dituding telah berbuat curang dan melakukan praktik suap untuk menang bidding. Di sisi lain, kasus kematian dan perlakuan yang diterima pekerja migran dalam membangun stadion juga jadi sorotan.
Baca Juga: 5 Hits Bola: Daftar Negara yang Lolos ke Piala Dunia 2022, Belanda Terbaru
"Kita tak boleh beranggapan seandainya kita diam di rumah saja dan hanya mengkritik, maka segalanya bakal berubah. Segalanya sudah membaik. Segalanya akan terus membaik," kata Infantino seperti dikutip Reuters, Senin (22/11/2021).
Dalam acara yang dilangsungkan Minggu malam waktu setempat, bintang-bintang sepak bola seperti David Beckham dan Samuel Eto'o menyaksikan pertunjukan drone dari dermaga di West Bay Doha saat penyelenggara menjanjikan sebuah turnamen yang spektakuler.
Namun di sela-sela acara para pejabat bersikap defensif dalam isu-isu penting yang telah mengganggu turnamen ini selama bertahun-tahun seperti undang-undang anti-LGBTQ yang ditetapkan Qatar, kesejahteraan pekerja migran dan tudingan korupsi.
Nasser Al Khater, CEO Piala Dunia 2022, membela catatan negaranya di meja bundar virtual dengan wartawan Sabtu (20/11/2021) malam.
"Qatar sudah diperlakukan dan diadili secara tidak adil, diperlakukan tidak adil bertahun-tahun," kata Al Khater.
Baca Juga: Sudah Lolos, Timnas Inggris Kini Diminta Mundur dari Piala Dunia 2022
Dia membantah tuduhan Departemen Kehakiman AS bahwa suap telah dibayarkan untuk mengamankan suara ketika Qatar dianugerahi hak menjadi tuan rumah Piala Dunai ini pada 2010.
Dia juga membela kemajuan negara ini dalam hak asasi manusia dengan menunjuk reformasi tenaga kerja yang baru-baru ini dilakukan, tetapi mengingatkan bahwa masih banyak tugas yang harus dikerjakan.
Amnesty International baru-baru ini mengatakan bahwa reformasi perburuhan di negara ini belum memperbaiki kehidupan pekerja dan bahwa praktik-praktik seperti menyandera gaji dan meminta pekerja berganti pekerjaan masih menjadi hal yang biasa dilakukan. Pemerintah Qatar menolak temuan Amnesty International ini.
Pada Jumat, Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengatakan Qatar tidak cukup menyelidiki dan melaporkan para pekerja yang meninggal dunia di negara itu, demikian dilansir dari Antara.