Suara.com - Mengangkat legenda klub menjadi pelatih tengah menjadi tren di dunia sepak bola saat ini. Alih-alih sukses, beberapa legenda justru gagal bersama klubnya.
Tren mengangkat legenda klub menjadi pelatih sejatinya sudah awam di dunia sepak bola. Namun tren ini meningkat drastis sejak Pep Guardiola dan Zinedine Zidane sukses bersama klub-klubnya.
Guardiola yang merupakan legenda Barcelona, ditunjuk jadi pelatih tim utama kendati hanya punya modal melatih di tim akademi.
Meski begitu, ia sukses membawa Blaugrana menjadi tim tersukses di eranya dengan sekali raihan Sextuple dan permainan Tiki-Taka yang menghibur.
Baca Juga: Nasib Sial 5 Pesepakbola, Kalah di Final Liga Champions dan Piala Dunia di Tahun yang Sama
Setali tiga uang, Zidane juga ditunjuk sebagai pelatih seiring pemecatan yang diterima Carlo Ancelotti. Ia yang berstatus asisten pun lantas naik pangkat menduduki kursi kepelatihan Real Madrid.
Tak disangka, Real Madrid mampu menjuarai Liga Champions sebanyak tiga kali secara beruntun atau Three Peat sejak 2015/16 hingga 2017/18.
Berkaca dari pencapaian keduanya, banyak klub pun mulai menunjuk legendanya menjadi pelatih tim utama. Namun yang terjadi, malah lebih banyak yang gagal ketimbang sukses.
Siapa saja legenda tersebut?
Baca Juga: "No Komen" Soal Ketertarikan Barcelona, Xavi Fokus di Al Sadd
Frank Lampard ditunjuk sebagai pelatih Chelsea pada musim panas 2019 setelah Maurizio Sarri ditebus oleh Juventus. Saat itu, gelandang legendaris itu baru punya pengalaman menukangi tim kasta kedua, Derby County.
Di awal kariernya sebagai pelatih Chelsea, Lampard mampu membawa Chelsea ke final Piala FA 2019/20 dan menembus zona Liga Champions. Sayangnya, 6 bulan berikutnya The Blues melempem hingga akhirnya ia dipecat pada Januari 2021 dan digantikan Thomas Tuchel.
2. Andrea Pirlo
Sama seperti Lampard, Andrea Pirlo dikenal sebagai salah satu gelandang legendaris. Pasca dipecatnya Maurizio Sarri pada 2020, ia diangkat oleh Juventus sebagai pelatih tim utama.
Di bawah arahan Pirlo, Juventus tampil di bawah standar dan kehilangan Scudetto 2020/21. Bahkan, Bianconeri hampir saja tak lolos Liga Champions. Meski begitu, ia berhasil membawa Si Nyonya Tua menjuarai Supercoppa Italia.
Teranyar ada Ronald Koeman yang harus dipecat Barcelona seiring hasil minor yang didapatkan Blaugrana. Ia mendapat pemecatan meski berstatus legenda klub asal Catalan tersebut.
Berbeda dengan Pirlo dan Lampard, Koeman punya lebih banyak pengalaman karena pernah menukangi Everton dan Timnas Belanda. Tapi, pengalaman itu tak cukup membuat Barcelona bangkit dari keterpurukan.
Clarence Seedorf dikenal sebagai gelandang enerjik dan memiliki teknik apik semasa bermain. Tapi visi permainan apiknya tak mampu ia terapkan saat menjadi pelatih.
Kala menjadi pelatih AC Milan, Seedorf cenderung gagal karena hanya mampu mengumpulkan 35 dari 57 poin yang ada. Hingga akhirnya ia dipecat dan digantikan Massimiliano Allegri.
5. Alan Shearer
Alan Shearer merupakan bomber tertajam sepanjang sejarah Premier League. Raihan itu ia buat kala berseragam Newcastle United.
Status legenda pun membuatnya sempat mendapat jabatan sebagai pelatih The Magpies. Tapi yang terjadi, Shearer malah membawa Newcastle United degradasi karena hanya mampu meraih satu kemenangan dari delapan laga yang ia pimpin.
Pelatih Timnas Inggris, Gareth Southgate, bisa dikatakan merupakan pelatih gagal kala menukangi tim yang pernah dibelanya, Middlesbrough.
Di tangannya, Middlesbrough mengalami penurunan performa dan akhirnya terdegradasi dari Premier League pada 2009.
Sama seperti Shearer, Marco van Basten dikenal sebagai penyerang tajam di era 80 dan 90 an awal. Pasca melatih Belanda di Euro 2008, ia ditunjuk sebagai pelatih mantan timnya, Ajax Amsterdam.
Namun, kariernya di Ajax tak berlangsung lama. Pada 2009, ia memutuskan mundur karena perginya Klaas-Jan Huntelaar yang berimbas pada buruknya performa tim jelang akhir musim.
Thierry Henry merupakan penyerang yang lengkap. Selain jago bikin gol, ia juga punya skill di atas rata-rata yang membuat lawan bisa mati kutu.
Tapi saat menjadi pelatih AS Monaco, magisnya tak berlanjut. Di tangannya, Les Rouges et Blanc hanya menang 2 dari 20 laga yang ia tukangi.
Kontributor: Zulfikar Pamungkas