Simak Sederet Fakta Terkait Rencana FIFA Ubah Piala Dunia Jadi Dua Tahun Sekali

Arief Apriadi Suara.Com
Jum'at, 10 September 2021 | 10:00 WIB
Simak Sederet Fakta Terkait Rencana FIFA Ubah Piala Dunia Jadi Dua Tahun Sekali
Logo FIFA.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan Sepak Bola Dunia (FIFA), berencana untuk mengubah format Piala Dunia menjadi ajang dua tahunan dari yang sebelumnya digelar setiap empat tahun sekali.

Wacana FIFA itu menuai reaksi kontra dari Badan Sepak Bola Eropa (UEFA) hingga sejumlah liga-liga domestik populer.

Berikut sederet fakta tentang wacana FIFA mengubah Piala Dunia jadi dua tahun sekali sebagaimana dilansir dari Antara, Jumat (10/9/2021):

Apa yang dilakukan FIFA?

Baca Juga: Piala Dunia Rencananya Digelar Dua Tahun Sekali, Presiden UEFA Ancam Boikot

Dalam kongres FIFA pada Mei lalu mayoritas anggota menyetujui dilakukannya studi kelaikan tentang kemungkinan menggelar Piala Dunia dua tahunan ketimbang empat tahunan.

Federasi sepak bola Arab Saudi (SAFF) secara formal menjadi pihak pengaju proposal tersebut, tetapi Presiden FIFA Gianni Infantino tak menyembunyikan dukungannya sembari menyebutnya sebagai "proposal yang fasih dan rinci".

Sebanyak 166 federasi anggota FIFA menyetujui studi kelaikan dilakukan dan hanya 22 federasi yang menolak.

Studi dilakukan sebagai bagian dari tinjauan menyeluruh atas kalender pertandingan internasional, yang mengatur kapan ada jendela untuk pertandingan kualifikasi maupun turnamen-turnamen besar.

Namun, studi itu segera berubah menjadi uji konsultasi seputar gagasan, yang awalnya diajukan oleh Kepala Pengembangan Sepak Bola Global FIFA Arsene Wenger, untuk merumus ulang kalender agar ada celah menyelenggarakan dua Piala Dunia setiap empat tahun.

Apa yang sebetulnya diajukan Wenger?

Baca Juga: Alasan Timnas Brasil Identik dengan Jersey Warna Kuning

Mantan manajer Arsenal itu menyarankan dihentikannya sistem jeda internasional yang berlaku saat ini untuk laga-laga tim nasional pada September, Oktober, November dan Maret.

Sebagai gantinya, Wenger mengajukan satu kali jeda berdurasi empat hingga lima pekan pada Oktober agar semua pertandingan kualifikasi internasional bisa dilangsungkan. Ini akan memberi kesempatan kompetisi domestik tak terganggu lagi hingga pengujung musim.

Setiap musim kompetisi nantinya akan ditutup dengan sebuah turnamen akbar pada Juni. Misalnya pada 2028 digelar Piala Dunia, kemudian pada 2029 Euro (maupun turnamen tingkat benua setaranya) dilangsungkan dan dilanjutkan kembali ada Piala Dunia berikutnya pada 2030.

Apa alasan rasional dibalik wacana ini?

Wenger mengatakan status quo saat ini telah menciptakan terlalu banyak gangguan dan memaksa pemain melakukan perjalanan jauh dari ujung ke ujung dunia hanya sekadar untuk pertandingan kualifikasi internasional dan laga persahabatan.

Ia meyakini sistem yang diajukannya akan melancarkan arus tersebut sembari tetap menjaga titik keseimbangan 80 persen kompetisi tingkat klub dan 20 tingkat tim nasional.

Ia juga berargumen bahwa para pemain maupun suporter lebih menyukai pertandingan yang bermakna serta akan menikmati keikutsertaan dalam Piala Dunia ketimbang memainkan laga-laga persahabatan musim panas.

Wenger juga menegaskan bahwa wacananya menyertakan jeda istirahat wajib berdurasi 25 hari setelah turnamen internasional bagi para pemain.

Apa kata mereka yang menolak?

Presiden UEFA Aleksander Ceferin menolak cara FIFA memproses wacana, maupun konsep dari wacana itu sendiri.

"Bermain setiap musim panas dalam turnamen satu bulan, bagi pemain adalah pembunuhan. Bila digelar tiap dua tahun, itu akan bertabrakan dengan Piala Dunia Putri serta Olimpiade," katanya.

"Turnamen ini bernilai justru karena hanya digelar empat tahunan, Anda harus menantikannya, sama seperti Olimpiade, mereka menjadi ajang akbar. Saya tidak bisa melihat kemungkinan federasi anggota kami mendukung itu," ujarnya menambahkan.

Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach belum memberi pernyataan tegas akan posisinya terhadap wacana tersebut, tetapi pada Rabu (8/9) mengatakan: "Konsekuensi maupun kemungkinan dampaknya semakin jelas dari hari ke hari berkat diskusi internal FIFA serta kontribusi pemikiran asosiasi tingkat benua."

Forum Liga Dunia (WLF), yang mewadahi kompetisi-kompetisi domestik termasuk liga top Eropa, juga menyatakan menolak wacana tersebut.

Apa kata para pemain?

Kapten Wales, Gareth Bale, mengatakan: "Saya tidak suka itu digelar tiap dua tahun, rasanya itu menghilangkan sedikit aspek historis. Fakta bahwa itu digelar tiap empat tahun, dan ada waktu lama untuk edisi berikutnya, membuatnya jadi lebih prestisius."

FIFA memilih pendekatan awal dengan mengundang jajaran 80 mantan pemain dan pelatih ke Doha pekan ini untuk membicarakan wacana tersebut bersama Wenger langsung.

Mantan penyerang Brazil, Ronaldo, mengungkapkan dukungannya di hadapan umum sedangkan eks kiper Denmark Peter Schmeichel mengatakan di antara yang hadir tidak ada yang menolak wacana Piala Dunia dua tahunan.

Apa langkah berikutnya?

Infantino menyatakan FIFA menargetkan ada keputusan langkah berikutnya pada akhir tahun ini, meningkatkan prospek bahwa isu ini bakal diajukan dalam jajak pendapat kongres FIFA 2022 ketika semua 211 asosiasi anggota seluruh dunia mengambil putusan.

Ceferin mewanti-wanti negara-negara Eropa bisa memboikot Piala Dunia bila Infantino memaksakan kehendaknya. Keduanya memang punya rekam jejak konflik tentang pengelolaan sepak bola.

Secara formal, Wenger akan melanjutkan proses konsultasinya tetapi kalangan kritikus menyebut hal itu tidak lain sebagai cara pedagang menjajakan komoditasnya, sebab ia sudah jelas-jelas memperlihatkan posisinya.

Seberapa besar peluang perubahan ini terjadi?

Infantino pernah mengajukan beberapa ide-ide besar dan gagal. Ia ingin beberapa negara lain juga berbagi peran sebagai tuan Piala Dunia 2022 Qatar dan wacananya mengembangkan Piala Dunia Antarklub juga tertunda.

Pun demikian, ia mengusung upaya memuluskan wacana kali ini dengan determinasi dan keyakinan bahwa ia bakal mendapat dukungan dari Afrika, Asia dan Amerika, yang bakal cukup untuk suara mayoritas.

Namun, bila UEFA betul-betul melakukan boikot, tentu absennya Piala Dunia tanpa negara Eropa bakal terasa jadi permulaan hambar.

Semuanya tergantung bisa tidaknya Infantino mendapat cukup suara dukungan serta, bila itu terjadi, apakah Eropa bakal melunasi ultimatum boikot mereka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI