Arsenal vs Chelsea: Mikel Arteta Langsung Under Pressure di Awal Musim

Rully Fauzi Suara.Com
Minggu, 22 Agustus 2021 | 18:10 WIB
Arsenal vs Chelsea: Mikel Arteta Langsung Under Pressure di Awal Musim
Manajer Arsenal, Mikel Arteta. [Twitter ESPN FC]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kalau saja Arsenal tidak kalah melawan Brentford yang baru promosi Liga Inggris musim ini, mungkin tekanan terhadap pelatih Mikel Arteta tidak seberat seperti sekarang.

Apalagi setelah dijamu Brentford pekan lalu itu, Arsenal bakal menghadapi dua tim juara.

Pertama, juara Liga Champions Chelsea yang lagi on fire setelah menyabet Piala Super Eropa usai membungkam Villareal yang disusul dengan menaklukkan Crystal Palace pada laga pembuka musim.

Sepekan setelah melawan Chelsea yang berlangsung Minggu malam nanti, Arsenal akan dijamu juara liga Manchester City yang baru saja bangkit menggebuk 5-0 Norwich City setelah ditundukkan Tottenham Hotspur pada laga pembuka.

Betapa besarnya tekanan itu tergambar dari pembelian panik tak lama setelah ditumbangkan Brentford.

Yakni mempermanenkan gelandang Real Madrid Martin Odegaard dan membeli penjaga gawang Sheffield United Aaron Ramsdale yang membuat Arsenal mengeluarkan Rp2,5 triliun sebelum jendela musim panas ditutup akhir bulan ini.

Menjalani musim pertama dalam 25 tahun terakhir tanpa masuk kompetisi Eropa, Arsenal menjadi salah satu tim yang nyata dihantam dampak buruk pandemi.

Ironisnya, mereka pula yang berbelanja dalam nominal lebih besar dibandingkan klub-klub Liga Inggris lainnya sejauh ini dalam jendela transfer musim panas ini.

Tapi itu membuat Mikel Arteta makin tertekan saja.

Dalam dua musim pertamanya menukangi The Gunners, Arsenal finis urutan kedelapan yang merupakan pencapaian terburuk klub ini sejak 1995.

Klub yang antara 1998 sampai 2016 selalu tampil di Liga Champios selama 19 musim dibimbing Arsene Wenger itu kini jatuh gengsi tak lagi masuk barisan klub terkaya Eropa selama lima tahun terakhir.

Dan laga pembuka musim ini malah menambah suram gambaran itu.

Usai menyerah 0-2 kepada Brentford, Arteta mengungkapkan kekesalan karena menurutnya laga ini semestinya ditunda mengingat empat pemain terpapar virus corona sehingga dia tak bisa menurunkan dua striker andalan Pierre-Emerick Aubameyang dan Alexandre Lacazette.

Arteta kemudian tak mau kecewa berkepanjangan karena dia harus memiliki energi bangkit mengingat Chelsea dan Man City bisa makin mengoyak Arsenal kalau terus digulung emosi yang bisa membuat tim tidak waspada.

Tak Kunjung Membaik

"Mari kita terima saja hasil itu dan memberikan sebaik-baiknya yang kita bisa setiap hari dalam rangka menciptakan suasana terbaik di sekitar tempat ini," kata Arteta seperti dikutip AFP.

Harus begitu memang, karena tanpa energi positif akan sulit memetik poin dari dua pertandingan berat yang juga ujian terberat tersebut.

Arteta tak boleh membiarkan Arsenal tanpa poin menjelang jeda internasional September mendatang.

Kalah lagi akan membuat Arteta yang memiliki DNA Arsenal sehingga dianggap mengetahui luar dalam The Gunners, bisa bernasib sama dengan Frank Lampard yang dipecat Chelsea musim lalu.

Arsenal sendiri kabarnya bakal mengevaluasi posisi asisten Pep Guardiola di Manchester City itu, Desember mendatang.

Kenyataannya, tugas memimpin Arsenal sungguh pekerjaan yang sulit karena dalam 15 tahun terakhir klub ini sudah mengalami kemunduran hebat.

Setelah berinvestasi besar-besaran untuk stadion baru, Arsenal dihadapkan kepada dunia yang ternyata sudah berubah, bahwa era ini tingkat keuangan klub tak terlalu tergantung kepada skala stadion atau kapasitas perusahaan dalam menghasilkan pendapatan, melainkan kepada sokongan oligarki atau negara.

Alih-alih Arsenal dijual kepada pemilik yang memprioritaskan berbagi dividen ketimbang memenangkan trofi.

Pada saat bersamaan, Arsenal membiarkan diri terlalu lama dipimpin seorang manajer yang menua (Arsene Wenger) sehingga terjerembab dalam kemunduran struktural dan mentalitas.

Segala upaya menerapkan metodologi modern tak menuai hasil meyakinkan. Dan ini bukan hanya menyangkut seberapa banyak uang yang dibelanjakan, melainkan juga apa yang dibelanjakan.

Pemain-pemain besar berharga mahal seperti Pierre-Emerick Aubameyang, Alexandre Lacazette, Mesut Ozil dan Nicolas Pepe, sampai kini tak menunjukkan diri mereka pantas berharga mahal.

Wajar jika muncul pertanyaan, seberapa lebih baik Arsenal setelah mengeluarkan Rp2,5 triliun selama jendela transfer musim panas ini.

Ben White yang dibeli seharga Rp981 miliar musim panas ini memang bek tangguh, tapi dia berkembang karena formasi tiga bek yang dianut klub lamanya Brighton.

Namun saat dipasang sebagai dua palang pintu kembar oleh Arsenal ketika melawan Brentford itu, manakala catatan keberhasilannya dalam memenangkan bola atas tidak semeyakinkan bek-bek tengah seperti Harry Maguire di Manchester United yang memiliki efektivitas 72 persen ketika White hanya 51 persen, sungguh pilihan yang ceroboh.

Lebih Rendah dari Emery

Direktur olahraga Edu lalu berbicara bahwa Arsenal kini tak mau memberikan kontrak besar kepada pemain-pemain usia 30-an dan lebih memprioritaskan pemain-pemain usia di bawah 23 tahun yang daya jual kembalinya yang tinggi.

Namun fokus kepada pemain muda itu tidak disertai dengan strategi yang koheren, apalagi fakta menunjukkan persentase kemenangan Arteta masih lebih rendah dibandingkan dengan Unai Emery yang dipecat untuk kemudian digantikan Arteta.

Suasana Stadion Emirates yang bakal dipenuhi penonton setelah 17 bulan terlarang dihadiri penonton gara-gara pandemi, ketika melawan Chelsea malam nanti itu, akan mengungkapkan apakah belanja musim panas ini sudah meredakan penggemar yang cemas yang sempat memprotes Stan Kroenke si pemilik klub atas keterlibatannya dalam proyek Liga Super Eropa.

Seperti pemilik Man United yang juga orang Amerika, Kroenke baru mau merogoh saku setelah suporter mengeluhkan investasi yang dia benamkan untuk klub.

Dalam kasus United, suporter ternyata tak menunjukkan tanda-tanda masih marah kepada keluarga Glazer sang pemilik klub, tak seperti saat mereka memaksa laga melawan Liverpool tiga bulan lalu dihentikan dengan menyerbu masuk lapangan. Apalagi mereka melihat timnya menang besar 5-1 atas Leeds United.

Namun berbeda dengan sambutan pendukung MU yang puas terhadap keputusan klub membeli Raphael Varane dan Jadon Sancho, tanggapan suporter Arsenal terhadap pemain-pemain barunya tidak sepositif itu.

Itu karena pemain-pemain baru tersebut bermain tidak meyakinkan sampai kalah dalam laga pembuka.

Saat melawan Brentford itu, Ben White keteteran dalam duel udara dengan pemain depan Brentford. Pun demikian dengan Nuno Tavares dan Albert Sambi Lokonga yang walau membuat skuad Arteta memiliki kedalaman, tetap saja bukan kaliber yang bisa melontarkan Arsenal kembali ke empat besar.

Arteta dikritik habis-habisan karena membeli Ramsdale yang justru membuat Bournemouth dan Sheffield United terlempar dari divisi utama.

Arteta menangkis kritik dengan berdalih semua itu demi kepentingan jangka panjang Arsenal mengingat kelima pemain baru itu masih berusia antara 21 sampai 23 tahun.

"Saya tak tertarik menanggapinya, kami punya banyak hal positif, energi dan fokus saya adalah kepada menemukan cara mengalahkan Chelsea," sergah Arteta seperti dikutip AFP.

Pertanyaannya, berapa lama Arteta diberi waktu mengelola proyek jangka panjang tersebut, jika ternyata pada pekan-pekan mendatang tak ada tanda-tanda kemajuan.

Dan laga melawan Chelsea nanti malam itu bakal menjadi jawaban petunjuk awal.

Menang akan perlahan memupus pertanyaan itu. Sebaliknya, kalah lagi, pertanyaan itu bakal melebar kepada spekulasi soal nasib Arteta di Arsenal.

[Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI