Suara.com - Brentford berhasil mengejutkan Liga Inggris di kesertaan pertamanya kala mengalahkan Arsenal di pekan perdana (14/8/21). Keberhasilan The Bees sendiri tak lepas dari peran sang pemilik, Matthew Benham.
Brentford yang untuk pertama kalinya tampil di kasta teratas sepak bola Inggris sejak 74 tahun silam, berhasil mengalahkan anggota The Big Six, Arsenal dengan skor 2-0.
Gol-gol Brentford dicetak masing-masing di babak pertama dan babak kedua lewat Sergi Canos di menit ke-22 dan Christian Norgaard di menit ke-73.
Kemenangan ini disambut suka cita para pendukung Brentford, tak terkecuali sang pemilik penuh saham klub, Matthew Benham.
Baca Juga: Diam-diam, Jack Grealish Ada di Aplikasi Kencan Khusus Selebritas
Matthew Benham adalah pemilik sekaligus pendukung Brentford sedari muda. Ia berhasil mengakuisisi klub kecintaannya tersebut secara penuh pada 2012.
Dalam perjalanannya, Benham sejatinya mengakuisisi klub ini berawal uang senilai 700 ribu dolar saja atau setara Rp6,8 miliar pada tahun tersebut yang ia pinjamkan kepada fans Brentford.
Sebagai catatan, Brentford kala itu tengah terpuruk secara finansial. Benham pun meminjamkan uang 700 ribu dolar kepada fans klub tersebut dengan catatan jika para pendukung tersebut tak membayarnya, maka ia bisa menguasai saham mayoritas klub.
Dan pada 2012, para pendukung Brentford mengambil opsi untuk tak mengembalikan uangnya. Alhasil, Benham menguasai saham mayoritas The Bees dan menguasainya secara penuh.
Tak disangka, berkat uang 700 ribu dolar dan tangan dinginnya, kini Brentford menjadi klub yang memiliki nilai hingga 300 juta dolar di 2021 atau Rp4,3 triliun.
Baca Juga: Diincar Arsenal, Lautaro Martinez Setia Inter Milan
Kehebatan Matthew Benham membuat Brentford yang hampir bangkrut hingga menjadi tim kejutan saat ini tak lepas dari pengalamannya kala menjadi pejudi profesional.
Matthew Benham: Judi dan Moneyball Pengubah Nasib Brentford
Matthew Benham sendiri merupakan lulusan University of Oxford pada 1989 dan sempat bekerja di dunia keuangan selama 12 tahun di Bank of America.
Setelah 12 tahun berkarier di dunia keuangan, pada 2001 Benham mengambil langkah bergabung perusahaan judi di mana ia bekerja dan belajar di bawah arahan salah satu pejudi tersukses di dunia, Tony Bloom.
Singkat cerita, Benham dan Bloom pun berpisah. Ia akhirnya memilih menjadi pejudi profesional pada tahun 2003 dan membangun sindikat judinya pada 2004 yakni Smartodds dan Matchbooks beberapa tahun kemudian.
Dalam kariernya sebagai pemilik klub Brentford, Benham memakai konsep yang unik yakni Moneyball yang pertama kali dipakai oleh tim Bisbol Amerika Serikat, Oakland Athletic.
Konsep ini diterapkan oleh Billy Beane yang kala itu menjabat General Manager Oakland Athletic. Kisahnya sendiri pernah diangkat dalam sebuah film layar lebar dengan judul ‘Moneyball’ yang diperankan Brad Pitt.
Singkatnya, Moneyball bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal kecil. Jika di olahraga maka Moneyball adalah cara mengevaluasi nilai pemain berdasarkan data, statistik dan hitung-hitungan matematis.
Konsep ini cocok dengan Benham yang memiliki rekam jejak di dunia statistik dan judi profesional. Sehingga ia pun menerapkan konsep ini di Brentford.
Benham mendeskripsikan konsep Moneyball seperti perumpamaan di bawah ini, seperti dilansir dari BBC.
“Katakan saja Anda saat ini tengah memantau 2 striker. Salah satu di antaranya dalam 4 laga mendapat 3 peluang dan mencetak 3 gol, sedangkan pemain satunya lagi bermain dengan jumlah laga yang sama mendapat 10 peluang tapi tidak mencetak gol. Manakah yang akan Anda pilih?”
“Semua orang akan mengatakan untuk mengambil pemain yang pertama karena lebih efektif. Sedangkan kami akan mengambil yang kedua karena untuk striker kami tak melihat seberapa efektif dia mencetak gol, namun seberapa konsisten ia menempatkan diri sehingga mendapat banyak peluang dengan kemungkinan mencetak gol lebih tinggi.”
Perumpamaan ini seperti halnya para penikmat sepak bola memahami statistik seperti Expected Goals (xG) dan Expected Assist (xA). Benham menggunakan statistik seperti itu.
Hanya saja, Benham memainkan konsep Moneyball ini dengan menyasar liga-liga kecil dan jarang mengambil pemain-pemain Inggris.
Sebagai contoh ada nama Said Benrahma yang diboyong hanya dengan 2,7 juta poundsterling dari klub kasta kedua Prancis dan berhasil dijual ke West Ham United dengan 26 juta poundsterling.
Tujuan Benham memainkan konsep Moneyball sendiri untuk menstabilkan keuangan klub serta mendapatkan pemain dengan talenta luar biasa yang bisa memberi dampak baik di lapangan maupun di luar lapangan (profit).
Perombakan paling penting yang pernah dilakukan Benham adalah menghapus akademi Brentford dan membuat tim Brentford B yang berisikan pemain muda.
Nyatanya sebelum menerapkan Moneyball di Brentford, Benham sendiri telah menerapkannya di FC Midtjylland, tim asal Denmark yang ia akuisisi dan ia kelola bersama koleganya, Rasmus Ankersen.
Keberhasilan Moneyball di FC Midtjylland hingga menjadi tim papan atas Denmark pun diterapkan di Brentford dan tahun 2021 ini menjadi buktinya.
Brentford mampu mendobrak kasta teratas Liga Inggris yang diikutinya pertama kali dengan kemenangan. Menarik dinantikan bagaimana kiprah The Bees di sisa musim ini.
Akankah Brentford bisa bertahan dengan konsep Moneyball yang diterapkan Matthew Benham dalam ketatnya persaingan di Liga Inggris 2021/22?