Suara.com - Jika melihat koleksi trofi domestik, Paris Saint Germain (PSG) yang sembilan kali juara Ligue 1 bukanlah klub tersukses di Prancis. Olympique Marseille dan Saint-Etienne yang masing-masing 10 kali juara Liga Prancis justru lebih sukses.
Marseille malah jadi satu-satunya klub Prancis yang pernah juara Liga Champions, tepat pada musim pertama kompetisi elite tersebut berubah nama dari tadinya Piala Champions pada 1992/1993 silam.
PSG bahkan pernah harus berjuang melawan degradasi dari 1998 sampai 2011. Namun, sejak diakuisisi Qatar Sports Investments (QSI) pada 2011, PSG menjelma jadi tim raksasa.
PSG bukan hanya jadi klub terkaya di Prancis, bahkan juga menjadi salah satu yang terkaya di dunia. Nasser Al-Khelaifi yang mengetuai CSI sejak awal bersumpah menyulap PSG menjadi tim juara Liga Champions yang diisi pemain-pemain terbaik di dunia.
Baca Juga: Lionel Messi Resmi Gabung PSG, Newell's Old Boys Patah Hati
Maka dibelilah pemain-pemain kelas atas macam Zlatan Ibrahimovic, Thiago Silva, Edinson Cavani, Angel Di Maria, serta Neymar dan Kylian Mbappe yang menjadi dua pemain termahal di dunia saat ini.
PSG juga kemudian dibanjiri trofi, mulai dari tujuh gelar juara liga, enam Piala Prancis, enam Piala Liga Prancis sampai delapan Piala Super Prancis, bahkan langganan fase gugur Liga Champions.
Akan tetapi meski mencetak sejarah setelah untuk pertama kali masuk final Liga Champions pada 2020 untuk dikalahkan Liverpool, janji Al-Khelaifi mengantarkan PSG merengkuh trofi Si Kuping Besar belum terwujud, sekalipun sudah mempunyai Neymar dan Mbappe.
Mereka pun belanja lagi di musim panas ini, meski kebanyakan dengan status free transfer alias gratis, termasuk bek tengah andal Sergio Ramos dan kiper tangguh dari Italia, Gianluigi Donnarumma.
Tetapi yang membuka lebar-lebar gerbang optimisme mereka bisa lebih sukses lagi adalah sosok Lionel Messi.
Baca Juga: Kualifikasi Liga Champions: Rangers-nya Steven Gerrard Disingkirkan Malmo
Menurut The Athletic, PSG memang sudah sejak lama mendambakan Messi, bahkan sejak CSI membeli 70 persen saham klub pada 2011.
Sejak membeli PSG, Al-Khelaifi dan Jorge Messi yang adalah ayahanda sekaligus agen Messi, terus menjalin kontak.
Al-Khelaifi nyaris mendapatkan Messi di bursa transfer musim panas 2020 lalu ketika sang megabintang mengungkapkan ingin meninggalkan Barcelona.
Sempat terhenti oleh kabar disepakatinya kontrak lima tahun dengan gaji dipangkas 50 persen antara Barcelona dan Messi, PSG akhirnya mendapatkan 'jalan tol' manakala Presiden Barca, Joan Laporta mengumumkan terpaksa melepas Messi musim panas ini karena tak bisa berkompromi dengan La Liga yang ketat memberlakukan aturan financial fair play.
Bersama Juventus dan Real Madrid, Barcelona adalah tiga klub yang tak pernah menghapus ide Liga Super Eropa.
Keinginan mengeruk keuntungan lebih besar adalah faktor terbesar di balik ide Liga Super Eropa ini setelah pandemi COVID-19 meruntuhkan arsitektur laba mereka.
Dan kasus Messi membuka lebar-lebar bahwa masalah keuangan Barcelona ternyata jauh lebih parah dari perkiraan semula.
Kesalahan yang Disesali
Tapi sikap mereka menyangkut Liga Super Eropa, membuat otoritas Liga Spanyol dan juga UEFA, geram. Oleh karena itu, tak mengherankan jika kali ini La Liga tak mau mentoleransi Barcelona agar melonggarkan aturan demi bertahannya Messi di Spanyol.
Padahal kepergian Messi tak saja merugikan Barcelona, tetapi juga La Liga.
Messi ditaksir berpendapatan bersih 70 juta euro (sekira Rp 1,1 triliun) per tahun. Memang besar sekali, namun nilai komersial Messi dua kali lebih besar dari pendapatannya itu. 10 kostum yang terjual, delapan di antaranya adalah kostum Messi.
"Ini pukulan yang besar sekali," kata Placido Rodriguez Guerrero, profesor ekonomi pada Universitas Oviedo dan direktur Sports Economics Observatory (FOED) di Spanyol.
"Ada jersey yang tak bisa lagi dijual, ada gol yang tak bisa lagi dicetak, dan ada dampak terhadap sponsor."
Pariwisata Spanyol pun terpengaruh, kata Jimmy Burns, pengarang buku 'Barca, A People's Passion;.
"Orang Inggris datang ke Barcelona untuk melihat (basilika) Sagrada Familia dan Messi," kata Burns.
Setelah ditinggalkan Cristiano Ronaldo dan kemudian Sergio Ramos serta menghilangnya sejumlah ikon seperti Andres Iniesta dan Xavi, daya tarik Liga Spanyol memang tak sebesar dulu. Apalagi kini tanpa Messi.
"Messi adalah pemain simbolis terakhir yang tersisa di La Liga, dan jika dia juga pergi maka Liga Spanyol menjadi kurang atraktif," kata Marc Ciria, salah satu pemodal terkemuka di Barcelona.
Hari-hari ketika ratusan juta orang memantengi layar televisi guna menonton El Clasico antara Barcelona vs Real Madrid, bakal menjadi sejarah yang sejak Ronaldo pindah ke Juventus pun sudah berkurang daya tariknya.
Klub-klub kecil Spanyol seperti Getafe bahkan menilai La Liga tak akan mampu menanggung akibat dari kehilangan Messi.
"Kami telah membuat kesalahan yang bakal kami sesali," kata Presiden Getafe, Angel Torres.
Situasi itu berbalik 180 derajat dengan Prancis yang bahkan sebelum Messi resmi bergabung dengan status free transfer alias gratis dan meneken kontrak dua tahun bersama PSG hari ini, negeri mode itu sudah diguncang efek Messi.
Saham sejumlah perusahaan terkait dengan Liga Prancis, serempak naik, gara-gara kedatangan penyerang berusia 34 tahun berjuluk La Pulga itu ke Parc des Princes --markas PSG.
Bisa Lebih Maut
Saham klub rival PSG, Olympique Lyon naik 0,9 persen, demikian pula dua perusahaan penguasa hak siar Ligue 1 Prancis, TF1 dan Canal Plus, yang masing-masing naik 1,3 dan 0,2 persen.
Bagi PSG tentu lebih dari itu. Messi membuat impian Al-Khelaifi menjadikan PSG klub paling ditakuti lawan bakal segera terwujud.
Membentuk tim impian pun bukan lagi khayalan. Kalau dulu Barcelona memiliki trio MSN --Messi, (Luis) Suarez, Neymar, maka PSG kini memiliki tridente yang tak kalah maut; Messi, Kylian Mbappe, Neymar.
Tak banyak klub yang memiliki kemewahan bisa membeli siapa pun yang terbaik di dunia. PSG sudah membeli Neymar seharga 222 juta euro (sekira Rp 3,7 triliun) dan Mbappe 180 juta euro (sekira Rp 3,03 triliun). Dan kini Messi juga sudah jatuh ke tangan mereka.
PSG bisa membuka babak baru menjadi salah satu tim terbaik sepanjang masa di mana trisula mematikan Messi, Neymar dan Mbappe bakal menebar teror di mana-mana.
PSG juga sudah memboyong pemain-pemain langganan juara dan sarat pengalaman bertanding di level atas sepakbola Eropa macam Donnarumma, Achraf Hakimi, Georginio Wijnaldum dan Ramos.
Pelatih PSG, Mauricio Pochettino mungkin akan kebingungan dalam meracik tim di kampanye 2021/2022 ini, sementara Al-Khelaifi terpaksa melepas sejumlah aset pentingnya yang disebut-sebut bakal mencakup 10 pemain, agar bisa menutup dana yang dihabiskan untuk kontrak serta gaji Messi.
Tetapi tak bisa dipungkiri, Pochettino menjadi kaya opsi dalam membentuk tim agar tetap garang dari satu laga ke laga lain di semua kompetisi.
Pelatih asal Argentina itu bisa memasang formasi 4-3-3 di mana Messi mengisi sayap kanan serangan, sedangkan sahabat baiknya, Neymar, menempati sayap kiri. Keduanya mengapit Mbappe di tengah.
Pochettino juga bisa memakai patron 4-2-3-1 di mana Messi menjadi striker kedua di belakang Mbappe, sedangkan Angel Di Maria dan Neymar mengapit pada kedua sisi sayap serangan.
Kendati bakal membuat duo pivot; Marco Verratti dan Georginio Wijnaldum rawan dikoyak serangan balik lawan, tapi kuartet serang itu bisa membuat lawan lebih sibuk menangkis serangan.
Terakhir Pochettino bisa memasang 3-5-2, di mana Messi dan Mbappe menjadi ujung tombak kembar yang disangga Neymar di belakang mereka, sedangkan Verratti dan Wijnaldum anteng mendikte lapangan tengah.
Tetapi sistem ini membuat Di Maria yang menjadi pemain terbaik PSG musim lalu bersama Mbappe dan kiper Keylor Navas, menjadi tak terpakai.
Tetapi apa pun itu, berbekal komposisi lengkap seperti ini, kalau bukan yang terbaik di dunia, paling tidak PSG bisa menjadi salah satu tim terbaik di jagat raya.
Dan tentu saja juara Liga Champions pun bukan lagi asa yang tak bisa diwujudkan.