Suara.com - Di dunia sepak bola putri, Nadia Nadim menjadi salah satu sosok pemain yang terhitung fenomenal.
Pesepak bola berdarah Afghanistan ini memiliki sederet prestasi mentereng, baik saat bermain di level klub maupun di tim nasional.
Meskipun tercatat sebagai pemain kelahiran Afghanistan, Dania Nadim saat ini berstatus sebagai penggawa timnas Denmark.
Sejak bermain untuk Denmark pada 2009, tak kurang dari 98 penampilan yang sukses dia catatkan bersama total 38 gol di segala kejuaraan.
Baca Juga: Perjalanan Hidup Nasser Al-Khelaifi Sebelum Jadi Bos PSG
Selain itu, catatan terbaiknya bersama timnas putri Denmark ialah melaju hingga partai final UEFA Women’s Euro 2017.
Sayangnya, kiprah Nadia Nadim bersama timnas putri Denmark gagal berakhir manis. Sebab, mereka tumbang 2-4 dari Belanda yang berstatus sebagai tuan rumah.
Sementara di level klub, pencapaian terbarunya ialah mengantarkan tim putri Paris Saint-Germain menjuarai Division 1 Feminine 2020-2021.
Jika ditilik jauh ke belakang, prestasi tersebut harus diraih dengan kisah-kisah yang kelam, mengerikan, dan menyentuh hati.
“Itu benar-benar horor dan kacau. Anda mendengar cerita tentang kedatangan mereka. Mereka ingin membuat ketakutan di antara penduduk,” ujar Nadia dikutip dari Sportsbible.
Baca Juga: Belum Juga Dibeli, Fans PSG Ramai-ramai Tolak Kedatangan Paul Pogba
“Hal-hal yang mereka lakukan gila. Saya tidak melihat semuanya karena kami tidak diizinkan keluar. Ibu saya berusaha melindungi kami, tetapi Anda bisa mendengar apa yang sedang terjadi.”
Melarikan Diri dari Afghanistan
Nadia Nadim menghabiskan masa kecilnya di tengah situasi perang yang terjadi di Afghanistan. Hidupnya penuh ketakutan.
Ia menjadi saksi kematian dan pembantaian terhadap warga sipil akibat konflik yang terjadi antara Tentara Nasional Afghanistan dengan para pemberontak Taliban.
Nadia lahir pada 2 Januari 1998 di Herat, Afghanistan. Perang di wilayah itu berkecamuk. Nadia tak bisa melarikan diri.
Bahkan, dia harus menanggung rasa pedih ketika kehilangan ayahnya yang dieksekusi Taliban secara kejam. Padahal, saat itu usianya baru 11 tahun.
Akhirnya, ibu Nadia menjual barang-barang berharga. Uang hasil penjualan ini digunakan untuk mengurus paspor dan visa palsu kepada seorang penyelendup.
Awalnya, mereka berencana melarikan diri ke Inggris. Namun, setelah perjalanan berhari-hari yang melelahkan, mereka secara tak sengaja tiba di Sandholm, Denmark.
Peristiwa ini menjadi momen titik balik bagi kehidupan Nadia dan keluarganya. Sejak memulai hidup barunya di Denmark, dia mulai mengasah kemampuan sepak bolanya.
Saat itu, Nadia memulai karier profesional bersama klub B52 Aalborg. Kemudian, ia sempat memperkuat IK Kovbakken dan Fortuna Bjorring sebelum pindah ke Amerika.
Selanjutnya, sejumlah klub-klub di Amerika seperti Sky Blue FC dan Portland Thorns FC pernah menggunakan jasanya.
Bintang Sepak Bola, Dokter, dan Aktivis Kemanusiaan
Setelah menjalani masa-masa sulit ketika masih berusia belia, cara pandang Nadim melihat dunia menjadi sangat menarik.
Penyerang yang tajam dengan segudang gol ini tak hanya piawai mengolah kulit bundar, tetapi juga bekerja di sektor-sektor kemanusian.
Selain sukses di atas lapangan, Nadia Nadim juga aktif mengadvokasi kesetaraan gender dan membantu pengungsi dari seluruh dunia.
Kontributor: Muh Adif