Suara.com - Timnas Inggris menanggung malu dihadapan publiknya sendiri. Gembar-gembor akan berakhirnya penantian 55 tahun sirna, setelah mereka kalah adu penalti dari Italia di final Euro 2020.
Inggris kalah adu penalti dengan skor 2-3 setelah bermain imbang 1-1 selama 120 menit. Kekalahan ini mengubur mimpi The Three Lions untuk melepas dahaga sejak kali terakhir meraih gelar mayor pada Piala Dunia 1966.
Setiap kegagalan akan selalu ada yang disalahkan, dan fans Inggris melangkahi logika dengan merundung tiga penendang yang gagal mengeksekusi penalti yakni Marcus Rashford, Jadon Sancho, dan Bukayo Saka.
Namun tak banyak yang mengkritisi bahwa ketiga pemain itu menendang penalti berkat instruksi sang pelatih Gareth Southgate.
Baca Juga: Bencana Penalti Inggris, Keane Heran Southgate Pilih Saka Ketimbang Sterling
Pelatih 50 tahun itu secara berani memberi beban besar kepada Rashford, Sancho, dan Saka yang secara usia dan pengalaman masih jauh dari kata matang.
Rashford yang kini membela Manchester United baru berusia 23 tahun. Sancho yang akan segera bergabung dengan timnya Rashford masih 21 tahun.
Bahkan Saka, yang diplot Southgate sebagai penendang kelima, alias penendang penentu dalam laga ini, belum genap 20 tahun.
Rashford dan Sancho bisa dibilang minim kontribusi bagi Inggris selama gelaran Euro 2020 berlangsung. Keduanya pun baru diturunkan Southgate saat laga final tinggal tersisa dua menit, tepatnya pada menit ke-119.
Lantas, para pandit sepakbola hingga pelatih tim lain, ramai-ramai menghakimi keputusan Gareth Southgate.
Baca Juga: Nasib Malang Eder Sang Pembawa Piala di Final Euro 2020, Dulu Pahlawan Kini Dibuang
Mayoritas mempertanyakan apa yang ada dipikiran sang pelatih hingga berani menurunkan para pemain muda, yang dua diantaranya minim kontribusi, sebagai penendang penalti di final Euro 2020.
Jose Mourinho yang musim depan menukangi AS Roma menganggap tak tepat jika menaruh beban sebegitu berat di pundak para pemain muda, khususnya Bukayo Saka.
"Bagi Saka memikulkan nasib seisi negara di pundaknya, saya kira terlalu berat untuk seorang anak menyerahkan semuanya ke atas pundaknya," kata Jose Mourinho kepada TalkSPORT dikutip dari Antara.
"Tapi saya tak tahu apakah saya harus menanyakan pertanyaan itu kepada (pelatih) Gareth (Southgate) atau tidak."
"Karena seringkali yang terjadi adalah pemain yang semestinya ada, malah tidak ada. Pemain yang seharusnya di sana, malah melarikan diri dari tanggung jawab."
Hal senada diungkapkan legenda Manchester United, Roy Keane. Dia tak habis pikir mengapa Southgate berani memberikan kepercayaan begitu besar kepada Saka yang dia anggap masih seorang anak kecil.
"Jika Anda (Raheem) Sterling atau (Jack) Grealish, Anda tak bisa diam di sana dan membiarkan anak kecil (Saka) maju untuk menendang penalti," kata Roy Keane kepada ITV seperti dikutip dari Antara.
“Mereka lebih berpengalaman, Sterling sudah memenangkan trofi, mereka yang harusnya maju ketimbang anak muda itu," tambah mantan pemain timnas Irlandia itu.
Di sisi lain, mantan pemain Manchester United lainnya yang kini menjadi pandit sepakbola di Sky Sport, Gary Nevile, membela keputusan Southgate yang diklaimnya sudah berdasarkan data.
"Mereka akan berlatih selama beberapa pekan terakhir di kamp, melakukan sesi di sana, melihat siapa yang paling banyak mencetak gol dan mendapatkan rekor terbaik," kata dia. "Itu ilmiah, itu dipandu oleh data."