Suara.com - Penyerang Timnas Jepang dan Washington Spirit, Kumi Yokoyama telah mengakui bahwa dirinya adalah transgender.
Pemain berusia 27 tahun yang bermain untuk Timnas Jepang di Piala Dunia Wanita 2019 mengaku termotivasi aksi pesepakbola transgender lainnya untuk mengungkapkan jati diri.
Dia menyebut gelandang Timnas Kanada dan OL Reignn, Quinn, yang mengumumkan perubahan jenis kelamin pada 2020 lalu, sebagai inspirasinya.
Yokoyama menjalani operasi untuk mengangkat jaringan payudara tujuh tahun lalu tanpa perawatan hormonal karena akan membuatnya gagal tes doping.
Baca Juga: Timnas Inggris, Tim Puncak Klasemen Grup Paling Tidak Produktif di Euro 2020
Kini, dia berencana untuk menjalani lebih banyak prosedur perawatan hormon demi menegaskan gendernya sebagai laki-laki pasca pensiun sebagai pemain.
"Saya telah berkencan dengan beberapa wanita selama bertahun-tahun tetapi saya harus tetap tertutup di Jepang," kata Yokoyama dalam sebuah wawancara dengan saluran YouTube mantan rekan setimnya Yuki Nagasato, yang diterjemahkan oleh Japan Times.
“Di Jepang saya selalu ditanya apakah saya punya pacar [laki-laki), tapi di sini (di Amerika) saya ditanya apakah saya punya pacar [laki-laki] atau pacar [perempuan]," tambahnya.
Yokoyama mengaku butuh keberanian untuk mengungkapkan jati dirinya sebagai transgender. Di sisi lain, dia merasa akan sulit jika terus menutupi kebenaran.
"Mengakui [diri sebagai transgender] bukanlah hal yang membuat saya antusias, tetapi jika saya berpikir tentang hidup saya ke depan, akan lebih sulit untuk hidup tertutup sehingga saya menemukan keberanian untuk keluar," beber Yokoyama.
Baca Juga: Giroud Belum Berencana Pensiun dari Timnas Prancis
Sebuah tweet dari Spirit mengatakan Yokoyama akan menggunakan kata ganti netral gender "they" dan "them" ke depannya.
"(Quinn) mengenakan (sweatshirt) yang bertuliskan 'Lindungi Trans Kids' sebelum pertandingan, dan saya menyadari seperti itulah mengambil tindakan," kata Yokoyama.
"Akhir-akhir ini kata 'LGBTQ' menjadi lebih dikenal di Jepang dan diliput oleh media, tetapi orang-orang di posisi saya tidak dapat mengangkat suara kami dan membicarakannya."
"Jika kita semua berbicara bersama-sama maka kita dapat membantu meningkatkan kesadaran."