Suara.com - Dunia sepakbola dirundung duka. Legenda sepakbola Argentina, Diego Maradona tutup usia pada Rabu (25/11/2020) malam WIB. The Golden Boy meninggal dunia di usia 60 tahun akibat serangan jantung.
Selama kariernya sebagai pemain, Maradona pernah memperkuat klub-klub top Eropa macam Barcelona, Napoli, hingga Seviila.
Di Napoli sendiri, Maradona bahkan dianggap sebagai 'dewa', lebih-lebih dari legenda, usai membawa klub asal Kota Naples itu menggondol Scudetto musim 1986/1987 serta 1989/1990.
Bahkan, kini muncul wacana jika kubu Partenopei --julukan Napoli-- akan mengganti nama stadion mereka, Stadio San Saolo dengan nama Maradona.
Baca Juga: Ironi Diego Maradona: Fenomenal sebagai Pemain, Memble sebagai Pelatih
Sekadar kilas balik, mendiang Maradona dibesarkan dalam kemiskinan akut. Sang legenda pun selalu berpihak kepada mereka yang tertindas, yang membuat Napoli dicemooh oleh klub-klub kaya raya di Italia utara.
Namun bagi The Golden Boy --julukan Diego Maradona, Napoli adalah tim yang sempurna.
Ya, cuma sedikit pemain yang pengaruhnya benar-benar luar biasa terhadap sebuah klub seperti yang dilakukan Maradona selama tujuh tahun terhadap Napoli.
Selain dua titel Liga Italia Serie A, klub ini juga memenangi gelar Eropa yang saat itu bernama Piala UEFA ketika Maradona berada di sana. Namun, ada lebih banyak lagi prestasi ketimbang sederet torehan mentereng itu.
Sepakbola adalah olahraga yang sangat berbeda masa itu dan Serie A, khususnya adalah lingkungan yang tidak bersahabat buat superstar macam Maradona.
Baca Juga: Captain Marvel Manchester United: Maradona yang Terbaik di Generasi Saya
Taktik pertahanan gerendel dan berbuat apa pun supaya menang adalah hukum sepakbola saat itu, khususnya di tanah Italia, dan pemain-pemain seperti Maradona menjadi sasaran perlakuan kejam para bek yang dibolehkan menjegal dia bahkan disertai impunitas.
Dalam keadaan seperti inilah Maradona sukses mencetak 115 gol untuk Napoli, termasuk banyak gol kelas wahid yang pernah terjadi di Serie A, serta mencetak rekor klub yang baru belakangan ini dipecahkan.
Pemain-pemain lain seperti Francesco Totti yang menghabiskan seluruh 25 tahun kariernya di AS Roma, dan Lionel Messi yang hanya bermain untuk Barcelona, juga memiliki hubungan yang luar biasa dengan klub mereka masing-masing, tapi tidak ada yang bisa menandingi hubungan Maradona dengan Napoli.
Kota yang menderita karena pengangguran, sanitasi yang buruk, kemiskinan, serta kejahatan terorganisir, dan Maradona dengan pembawaannya sendiri yang keras langsung saling mengidentifikasi satu sama lain.
Ketika mantan ikon Timnas Argentina itu diterbangkan dengan helikopter untuk diperkenalkan resmi, 75.000 orang memadati Stadio San Paolo untuk menyaksikan sang megabintang dia.
Sebuah surat kabar pun mengklaim bahwa tidak ada masalah yang membuat Kota Naples bermasalah "karena kami punya Maradona."
Kota Gila
"Naples adalah kota yang gila, mereka sama gilanya dengan saya, sepakbola adalah kehidupan itu sendiri," kata Maradona yang bergabung dengan Napoli dari Barcelona pada 1984, suatu ketika.
"Banyak hal yang mengingatkan saya kepada asal-usul saya. Ada mogok makan dan orang-orang mengikatkan diri ke pagar Stadio San Paolo, memohon saya agar datang. Bagaimana bisa saya mengecewakan mereka?"
Bersama-sama, Maradona dan Napoli menaklukkan tim-tim utara seperti Juventus, AC Milan dan Inter Milan, yang dipandang sebagai kelompok kemapanan aristokrasi sepakbola Italia. Maradona seketika mengubah wajah Serie A.
Perayaan setelah kemenangan gelar Serie A mereka pada 1987 membuat kota itu macet total.
"Saya tahu semua masalah yang mereka hadapi. Orang-orang ini berkorban demi membeli tiket. Mereka selalu di sana, selalu di sana. Itu membuat saya mengenali mereka sejak hari pertama," tutur Maradona.
"Mereka percaya kepada saya, mereka memberi saya segalanya tanpa mengenal saya dan itu tidak bisa dilupakan."
Ketika Timnas Argentina yang diperkuat Maradona bertemu Italia di Naples pada Piala Dunia 1990, beberapa pendukung tuan rumah melakukan hal yang tidak terpikirkan dengan justru bersorak mendukung negara Amerika Selatan itu.
Para politisi lokal jatuh hati untuk berfoto dengannya dan bahkan sampai hari ini, lukisan Maradona masih menghiasi dinding-dinding di seantero kota itu.
Namun, tidak semuanya menyenangkan. Sebuah film dokumenter produksi 2019 mengisahkan tahun-tahun liarnya di Naples ketika sang megabintang menjadi kecanduan kokain dan pesta.
Maradona memiliki seorang putra yang baru dia kenal setelah pengadilan Italia memerintahkannya membayar perawatan, dan The Golden Boy dikejar oleh otoritas pajak setempat atas tunggakan yang belum dibayar selama bertahun-tahun setelah kepergiannya.
Tetapi, itu bukanlah bagaimana Maradona akan diingat di Naples.
"Maradona adalah dewa bagi rakyat Naples. Maradona telah mengubah sejarah," kata kapten Timnas Italia yang sukses menjuarai Piala Dunia 2006, Fabio Cannavaro.
"Dalam 80 tahun, kami (Napoli) selalu menderita, berjuang melawan degradasi. Namun, dalam tujuh musim bersamanya kami memenangkan dua gelar liga, Piala UEFA. Saya juga penggemarnya dan menjalani tahun-tahun itu bersama Maradona sungguh luar biasa," tukas bek legendaris yang mengawali kariernya sebagai pemain bersama Napoli pada 1992-1995 itu.