Suara.com - Kebijakan PSSI yang membolehkan klub membayarkan gaji pemain 25 persen dari nilai kontrak tertera mendapat sorotan dari Asosiasi Pesepakbola Profesional Dunia (FIFPro). Menurutnya, PSSI tidak peduli dengan nasib pemain.
PSSI membolehkan klub memotong gaji pemain hingga 75 persen selama masa darurat COVID-19. Hal ini dikarenakan PSSI melihat klub tidak memiliki pemasukan selama pandemi karena kompetisi ditangguhkan.
Terkait hal ini, Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) telah memprotes kebijakan PSSI tersebut. APPI sebagai perwakilan pemain merasa tidak dilibatkan dalam memutuskan putusan pemotongan gaji.
Hal ini pun langsung direspons oleh FIFPro. Direktur Hukum FIFPro Roy Vermeer menilai PSSI telah mengabaikan hak-hak pesepak bola sebagai pekerja.
Baca Juga: Aritz Aduriz Umumkan Gantung Sepatu
"Selama pandemi virus corona, kami telah melihat bahwa sejumlah federasi melakukan pengelolan yang tidak semestinya. Mereka mengabaikan nasib pemain dalam membuat regulasi," kata Roy Vermeer dikutip dari laman resmi FIFPro, Kamis (21/5/2020).
Roy menilai sikap yang dibuat PSSI sebagai bentuk intervensi. Padahal, masalah gaji harusnya jadi pembahasan klub dan pemain sebagai yang terlibat langsung di kontrak.
Hal hasil, sebagian besar klub mengikuti aturan yang dibuat oleh PSSI. Bahkan, ditemukan FIFPro ada tim yang memotong gaji pemainnya hingga 90 persen.
Gaji pesepakbola tidak selalu besar. Dengan adanya pemotongan tersebut bukan tak mungkin ada pemain yang mendapat gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR).
"Fakta bahwa ukuran pemotongan ini terus berlanjut. Itu membuktikan bahwa PSSI tidak peduli dengan standar internasional dan bahkan dengan nasib pemain di Indonesia," ungkapnya.
Baca Juga: Tira-Persikabo Minta Pengganti Cucu Somantri Bukan dari PSSI