Suara.com - Dua jurnalis yang mendapat intimidasi dan pemukulan saat meliput laga Derby Mataram antara tuan rumah PSIM Yogyakarta vs Persis Solo pada Senin (23/10/2019) kemarin akhirnya melapor ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Seperti diketahui, laga Liga 2 2019 yang dihelat di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta itu memang berujung dengan kericuhan.
Dua jurnalis yang sedang meliput Derby Mataram ini pun mendapat perlakuan kurang menyenangkan.
Guntur Aga Putra yang merupakan pewarta foto Harian Radar Jogja, mendapat pukulan dari oknum suporter yang memintanya untuk menghapus foto-foto saat massa menerobos masuk ke dalam lapangan.
Baca Juga: 2 Jurnalis Diintimidasi di Derby Mataram, PSSI Pers dan AJI Ambil Sikap
Selain itu, pemain PSIM Yogyakarta, Achmad Hisyam Tolle melakukan intimidasi terhadap Budi Cahyono yang merupakan wartawan dari Goal Indonesia.
Sang pemain memaksa agar Budi menghapus foto-foto bentrokan antara para pemain PSIM dengan Persis yang ada di kameranya.
Kepala Bidang Humas Polda DIY, AKBP Yulianto menjelaskan, laporan atas intimidasi terhadap jurnalis foto Radar Jogja dan Goal Indonesia sudah diterima di SPKT Polda DIY.
Ia pun berharap bisa ada petunjuk lanjutan agar pengungkapan lekas selesai. Setelah dilaporkan, maka prosedur selanjutnya adalah penyusunan BAP dan pemeriksaan.
"Diupayakan untuk cari petunjuk yang lain secepatnya," kata Yulianto di Mapolda DIY, Rabu (23/10/2019).
Baca Juga: Derby Mataram Ricuh, Asisten Pelatih Persis Solo Dapat 3 Jahitan
Yulianto menjelaskan, apabila dalam tahapan BAP ada nama yang disebutkan, maka nama tersebut akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
Sementara itu, jurnalis Goal Indonesia, Budi Cahyono mengungkapkan jika ada hal yang tidak pada tempatnya dilakukan oleh seorang pemain sepakbola profesional. Tentunya komentar ini menyasar pada Achmad Hisyam Tolle.
"Saya merekam waktu dia menganiaya salah satu pemain, waktu dia masuk ruang media saya lihat dia ditenangkan oleh pemain PSIM yang lain. Ketika saya motret, dia lihat, lalu minta saya menghapusnya," ungkap Budi.
Budi tak bergeming, walau akhirnya ia menghapusnya karena alasan kondisi.
"Mungkin sekitar 10 frame (dihapus). Tidak ada ancaman, hanya kalimat emosional pemain minta hapus," bebernya.
Sementara itu, jurnalis foto Radar Jogja,Guntur Aga Putra mengungkapkan, di saat pertandingan mulai rusuh, ia melihat anggota pemadam kebakaran dan kepolisian sedang mengevakuasi penonton anak-anak kecil yang ada di tribun barat stadion.
"Saya ambil foto pemadam kebakaran selamatkan anak-anak. Saya didatangi oknum suporter, dia melarang saya memotret, minta menghapus foto saya juga," terang Guntur.
Serupa dengan Budi, Guntur menolak permintaan itu dan tiba-tiba ia dicekik dan dipukul dari belakang oleh sejumlah orang.
"Reflek memeluk kamera, tetap berontak dan akhirnya bisa meloloskan diri," jelasnya.
Sementara itu, perwakilan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DIY, Janu Riyanto berharap laporan tersebut akan diproses.
Esensi yang ingin dimunculkan adalah menunjukkan bahwa kebebasan pers sebagai wartawan untuk melaksanakan fungsi jurnalistik, tidak bisa mulus lantaran masih ada kejadian intimidasi oleh pemain.
Menurut Janu, hal itu memprihatinkan. Ia menyayangkan pemain yang diikat nilai fairplay dan sportivitas bisa melakukan tindakan tercela seperti itu.
"Yang dilaporkan adalah satu pemain yang mengintimidasi sampai minta hapus file. Kalau (yang menyerang) Budi jelas salah satu pemain. Kalau Guntur, itu oknum suporter yang melakukan," kata Janu.
Kontributor : Uli Febriarni