Sepotong Cerita Penabuh Genderang Laskar Mataram

Sabtu, 31 Agustus 2019 | 07:15 WIB
Sepotong Cerita Penabuh Genderang Laskar Mataram
[Suara.com/Ikbal]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Bertemu kembali di stadion lawan, emosi dan adrenalin kedua tim masih sama ketika 2010 bertemu. Panas dan saling berbalas yel-yel. Aan menabuh dengan semangat, tak ada kata lain selain memukul untuk menyemangati pemain Laskar Mataram.

“Saat itu saya seperti tersihir untuk terus menabuh. Memang lelah, tapi tak ingin berhenti memukul. Saya membayangkan sedang memukul orang-orang itu (suporter PSS Sleman),” ungkapnya.

“Dari awal laga memang sudah ada suporter yang ricuh. Namun reda dan pertandingan kembali di lanjutkan. Tapi setelah laga usai, kembali terjadi bentrok. Karena personel kami sedikit, alat musik langsung kami lepas dan diangkut ke mobil. Kami mengamankan terlebih dahulu alat drum yang kami bawa,” katanya.

Rusak tidaknya alat musik saat terjadi kericuhan sudah menjadi risiko yang tak bisa dihindari. Jika drum rusak hanya perlu memperbaiki bagian yang rusak.

Baca Juga: Dilepas PSIM Yogyakarta, Raphael Maitimo Resmi Gabung Klub Liga 1 2019

“Kami memiliki tempat untuk memperbaiki alat musik ini. Untuk beli baru memang jarang karena sudah membeli barang yang kualitasnya baik. Hanya perlu mengganti bagian lain jika memang rusak,” jelas Prasojo.

Pemain di Balik Layar

Tak hanya soal ricuh yang menghiasi perjalanan Pras dan kawan-kawan. CMB juga pernah menolak menabuh saat Gonzales dan kawan-kawan diasuh Vladimir Vujovic. PSIM bermain di kasta kedua Liga Indonesia 2019.

Vlado sapaan akrab Vladimir Vujovic resmi menukangi PSIM pada Maret 2019. Hengkang dari Bogor FC, pelatih asal Montenegro itu menyambut tantangan baru di Yogyakarta.

Namun sayang tak ada setahun melatih, Vlado resmi lengser. Hal itu dia akui karena permainan anak asuhnya tak sesuai dengan keinginannya dan menyudahi mengasuh Laskar Mataram.

Baca Juga: Tumbang oleh Mitra Kukar, Begini Komentar Pelatih PSIM

Di samping itu, suporter PSIM juga menuntun sang pelatih segera mundur karena kekecewaan setelah kalah beruntun di dua laga menghadapi Mitra Kukar dan Persik.

“Saat PSIM melawan Mitra kukar kami bermain tandang. PSIM kalah 0-1. Nah permainan melawan Persik kami berharap menang karena bermain di kandang. Saat itu kami masih menggunakan Stadion Sultan Agung, Bantul karena Mandala Krida masih ditutup,” kata Pras.

“Berharap banyak dengan Vlado, permainan penggawa PSIM tak menunjukkan pola dan taktik yang baik. Mereka lebih sering mengumpan bola jauh. Kami kecewa, awalnya kami lantang meneriakkan chant-chant untuk pemain. Namun pola permainannya tak baik, beberapa ofisial di babak kedua memilih masuk ke ruang ganti,” jelas dia.

“Akhirnya kami tak semangat dan enggan menabuh drum di kandang kami sendiri. Umpatan suporter untuk melengserkan Vlado, juga lebih banyak diteriakkan daripada semangat untuk membalikkan keadaan. PSIM waktu itu kalah 1-2,” kata Pras dengan nada kecewa.

Vlado hanya menukangi Laskar Mataram selama lima bulan. Pada 9 Juli 2019 lalu, PSIM resmi melepas eks pemain Persib Bandung itu dari jabatan kepala pelatih.

Hingga akhirnya mantan pelatih Persela Lamongan, Aji Santoso hadir menggantikan Vlado. Mendatangkan pelatih dari klub Liga 1 seakan menjadi angin segar bagi PSIM fans. Mengingat target utama klub untuk saat ini adalah menuju kasta tertinggi sepak bola Indonesia 2020.

“Kehadiran Aji ini sangat baik. Lima pertandingan yang dia kawal empat diantaranya berbuah manis. Hanya satu kekalahan saat dijamu Madura FC,” ungkap Prasojo.

“Tiap pertandingan di kandang (Sultan Agung) ada rasa semangat yang berbeda dari pemain dan membuat kami semakin semangat menabuh. Suporter juga semakin kencang menyanyikan chant,” tuturnya.

“Tapi tak ada yang mengalahkan semangat kami di Mandala Krida. Pelatih baru dengan rumah baru. Mengalahkan Martapura FC menjadi kepuasan kami dengan PSIM waktu itu. Tabuhan drum dan chant-chant Brajamusti kembali menggema di tanah Jogja,” ungkapnya menggebu-gebu.

Mandala Krida seakan memberikan daya magis bagi pemiliknya, yakni PSIM, Brajamusti, Maident dan seluruh masyarakat Yogyakarta. Harapan menuju Liga 1 dinilai makin terang. Pras masih memiliki harapan untuk Laskar Mataram ke depan.

“Saya masih memiliki banyak hal yang ingin dilakukan dalam organisasi ini. CMB harus menjadi garda kedua setelah Leader saat menyemangati pemain di lapangan,” katanya.

“Kami bakal berinovasi dengan salah satu sekolah musik di Yogyakarta untuk berkolaborasi saat menjamu tim tamu di Mandala. Selain itu kami akan menyiapkan regenerasi penabuh drum yang berkualitas nantinya. Kami masih menyusun dan sedang dilakukan. Harapannya hal itu segera tercapai,” tambah dia.

Penabuh drum suporter PSIM. [Suara.com/Muhammad Ilham Baktora]
Penabuh drum suporter PSIM. [Suara.com/Muhammad Ilham Baktora]

Pras memiliki rencana besar untuk CMB. Dia meyakini tanpa CMB, suporter akan seperti sayur tanpa garam. Begitupun sebaliknya. Pras adalah sekian ribu supporter yang berusaha membangkitkan semangat pemain di belakang layar. Namun dirinya punya harapan besar untuk sang tim idola.

“Saya hanya suporter. Saya hanya penabuh drum di sisi timur Mandala Krida. Namun semangat ini yang harus terus saya tularkan untuk suporter lain dan tentunya bagi pemain. Tangan saya siap lecet untuk membela tim. PSIM harus naik kasta,” jelasnya.

Itu Pras, bagi Aan sebagai supporter yang menjadi penabuh drum Brajamusti untuk PSIM Yogyakarta, permainan yang baik adalah hal yang utama.

“Performa memang dibutuhkan pemain di lapangan. Kalah menang tak menjadi persoalan bagi kami. Namun yang penting adalah pemain mau bergerak maju dan kami akan ikut mengawal di barisan mereka. Bagi kami, menang kami bangga, kalah tetap setia.”

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI