Seusai laga memalukan itu, Mourinho keluar arena dengan pernyataan, “Saya tidak ingin membuat drama. Ini adalah sepak bola, bukan akhir dunia. Saya pernah duduk di kursi ini sebelumnya (menjadi juara Liga Champions).”
Pernyataan Mourinho ada benarnya. Ia berjaya di kasta tertinggi sepak bola Eropa bersama Porto dan Inter Milan.
Namun, pernyataannya itu sekaligus menunjukkan Mourinho seakan tidak ngeh bahwa dunia sepak bola di Eropa sudah berubah.
Sepak bola pada zaman kiwari membutuhkan hal yang lebih luas. Sepak bola kini berbicara mengenai aspek detail dan teknis; sepak bola adalah menyerang; sepak bola adalah aliran deras bola dari kaki ke kaki; dan tak lupa, sepak bola kini adalah tentang memaksimalkan kemampuan para pemain binaan sendiri.
Baca Juga: Diskon Akhir Tahun, Cek Promo dari 3 Toko Furniture Ternama Ini!
Suka atau tidak, Mourinho dianggap tak punya semua itu. Sepak bola bagi Mourinho adalah hasil akhir berupa kemenangan.
Sejak nama besarnya meroket naik dalam bursa pelatih elite Eropa bersama Porto—yang notabene klub kelas dua di Eropa barat—strategi yang diimplementasikan Mourinho terbilang efektif tapi banyak dibenci lawan-lawannya.
Mou kerapkali melecut semangat skuatnya agar bisa segera mencetak gol. Tapi setelah gawang lawan kebobolan dan skuatnya unggul, ia segera memerintahkan pion-pion di lapangan untuk bertahan habis-habiskan. Taktik Mou itu, meski dengan nada sindiran, beken disebut sebagai strategi parkir bus.
Strategi itu moncer pada eranya. Khalayak pasti bisa mengingat betapa frustrasinya Xavi—playmaker tercerdas dan terjeli pada eranya—untuk menembus lini pertanahan Inter Milan pada ajang Liga Champions 2010 yang dilatih Mourinho.
Xavi dalam pertandingan itu cuma bisa membolak-balikkan bola dari sisi kanan ke sisi kiri di lapangan tengah, karena tak ada celah lini belakang Inter yang bisa dieksploitasi.
Baca Juga: Perut Makin Buncit, Raisa Lahiran Sebentar Lagi?
Sementara soal mengorbitkan pemain muda binaan sendiri? Selain Scott Tominay, Mou hanya melanjutkan apa yang sudah diwariskan Louis van Gaal seperti Marcus Rashford, Andreas Pereira, dan Andre Gomez.